tirto.id - Harga cengkih terutama di daerah penghasil utama, Ternate dan Maluku Utara, beranjak naik dibanding pekan lalu dari Rp110 ribu ke Rp115 ribu/kg. Menurut para pedagang kenaikan harga cengkih ini dipengaruhi oleh permintaan dari pulau di luar Maluku masih tinggi.
Seperti dilaporkan Antara dari Maluku, para pedagang cengkih mengaku stok di tingkat petani mulai menipis karena masa panen mulai berakhir. Lantaran itu, hanya sedikit petani yang menjual cengkihnya kendati harga mulai menembus Rp115.000/kg.
"Selain stok petani sudah mulai habis, juga karena masih menunggu naiknya harga cengkih lebih tinggi," kata Gwan, pedagang cengkih di Ternate.
Selain cengkih, kata Gwan, harga biji pala kering bertahan Rp60.000/kg, fuli pala Rp120.000/kg, kopra Rp8.000/kg, dan kakao Rp20.000/kg.
Khusus harga pala dan fuli pala, diperkirakan masih akan naik karena permintaan antarpulau tetap tinggi, sedangkan stok di tingkat petani mulai berkurang karena masa panen raya telah selesai.
Salah seorang petani pala di Ternate, Sofyan, mengaku masih memiliki stok biji pala 400 kg dan fuli 50 kg, namun belum menjualnya karena menunggu naiknya harga kedua jenis komoditas andalan Malut itu.
Ia mengatakan akan menjual pala dan fuli palanya kalau harga biji pala naik minimal menjadi Rp65.000/kg dan fuli pala Rp130.000/kg.
Dengan harga seperti itu, ia mengaku sudah bisa untung setelah diperhitungkan dengan biaya produksi.
"Petani pala itu bisa sejahtera dari hasil tanamannya kalau harga biji pala kering bisa mencapai Rp100.000/kg dan fuli pala Rp200.000/kg, untuk itu kami berharap pemerintah harus mengupayakan agar harga pala dan fuli pala bisa mencapai harga itu," kata dia.
Maluku hingga saat ini masih menjadi sentra penghasil cengkih di Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menyebutkan, angka estimasi produksi cengkih dari Maluku tahun 2017 mencapai 20.598 ton. Penghasil cengkih terbesar kedua, Sulawesi Utara, angka estimasi produksi mencapai 20.404 ton pada tahun ini.