Menuju konten utama
11 September 2019

Habibie "Mr Crack": N250 Gatotkaca dan Teori Perambatan Keretakan

Meski pesawat N250 Gatotkaca gagal diproduksi massal karena krisis moneter, tetapi Habibie tetap selalu dikenang sebagai bapak teknologi Indonesia.

Habibie
Ilustrasi Mozaik BJ Habibie. tirto.id/Sabit

tirto.id - “Kamu takut, Ainun?” Tanya Habibie ketika terjadi turbulensi dalam pesawat yang membawa mereka menuju ke Jerman. Ainun menatap mata Habibie lekat-lekat, dan menggandeng lengannya lebih kuat lagi.

“Tenang saja,” kata Habibie, “pesawat berguncang itu justru artinya bagus. Tidak ada keretakan di pesawatnya.”

“Kalau ada yang retak?” Tanya Ainun masih dengan mimik muka tidak percaya dan takut. “Langsung jatuh,” jawab Habibie sembari tertawa lebar.

Cuplikan percakapan di atas hanya adegan fiksi dalam film yang bercerita tentang kisah cinta mereka. Habibie yang diperankan oleh Reza Rahardian membawa pesan yang begitu kuat dalam adegan itu. Ia adalah sosok yang sepenuhnya paham bagaimana pesawat dan hukum sains bekerja, dua hal yang memang paling menonjol dalam kehidupan sehari-harinya.

Habibie dikenal sebagai teknokrat genius yang mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar teknik penerbangan dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Technische Hochschule Aachen, Jerman Barat. Ia berhasil mendapatkan gelar diploma ingenieur pada 1960, dan gelar doktor ingenieur pada 1966 di universitas yang sama dengan predikat summa cumlaude.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Technische Hochschule Aachen, Habibie menetap di Hamburg dan bekerja di salah satu perusahaan penerbangan bernama Hamburger Flugzeugbau (HFB). Ia turut merancang Pesawat Fokker F-28 dan Dornier DO-31.

Pada 1969, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Messerschmitt–Boelkow–Blohm (MBB). Karena puas dengan kinerja Habibie, MBB memberikan tanggung jawab lebih besar padanya. Mereka menyertakan Habibie dalam proses pembuatan Airbus A-300B, pesawat ambisius yang hendak dibangun konsorsium Uni Eropa untuk mengalahkan dominasi Boeing. Di sinilah intelektualitas dan pengalaman Habibie dalam dunia kedirgantaraan semakin matang dan terasah, salah satunya melahirkan teorinya yang terkenal; crack propagation theory.

Setelah itu, Habibie kembali ke tanah air untuk mewujudkan mimpi besarnya: merintis industri kedirgantaraan di Indonesia dan membuat pesawat terbang sendiri.

Antara bulan November dan Desember 1984 Habibie ditunjuk sebagai motor dari lahirnya Dewan Riset Nasional dan meresmikan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek). Dua badan ini kelak menjadi pencetus ide pembuatan pesawat pertama Indonesia N250 Gatotkaca.

Saat diwawancara Kompas, Habibie mengatakan bahwa pengembangan pesawat dibanding moda transportasi lain tidak lepas dari wawasan kebangsaan, peluang bisnis, dan karena Indonesia merupakan negara kepulauan.

“Bagaimana mewujudkan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, dan ekonomi tanpa adanya aerospace? Bayangkan kalau misalnya tidak ada Palapa? Garuda, Merpati Nusantara, dan Bauraq tak terbang selama seminggu? Bagaimana ekonominya? Susah kan?” ungkapnya dalam Habibie Pulang, Indonesia pun Terbang (2019: 4-5).

Habibie menyebut industri dirgantara di Indonesia memiliki pangsa pasar yang luas. Maksudnya, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kebutuhan yang besar akan pesawat terbang sebagai penghubung perenomian, politik, dan sosial budaya. Apalagi pesawat tipe sedang berkursi 50-70 orang seperti N250 Gatotkaca memang pesawat tipe perintis yang tidak memerlukan landasan udara yang luas dan panjang untuk take off dan landing.

“Kita fokus saja dulu pada pangsa pasar lokal, penuhi dulu kebutuhan pesawat domestik untuk menghubungkan pulau-pulau di Indonesia yang sedemikian banyaknya ini,” kata Habibie (Kompas Seri Pemimpin Bangsa, hlm. 7).

Lahirnya Teori Habibie

Pada 1960-an industri pesawat terbang dunia memiliki permasalahan besar yang disebut Fatique penerbangan. Fatique (kelelahan) pada pesawat terbang biasanya terjadi pada bagian penghubung sayap dan bodi utama atau pada penghubung sayap dan mesin. Kedua bagian tersebut dapat mengalami kelelahan yang luar biasa karena terkena guncangan dan getaran selamalepas landas, mendarat, dan ketika terjadi turbulensi sehingga dapat berakibat fatal. Standar keamanan pesawat pun tidak mampu menjamin keselamatan penumpang pada waktu itu.

Oleh karenanya, satu-satunya jalan untuk menangani masalah ini biasanya tiap perusahaan pesawat terbang membuat kontruksi pesawat pada bagian tersebut secara lebih kukuh. Namun di sisi yang lain, hal ini berakibat pada sulitnya pesawat untuk melakukan lepas landasdan mendarat. Ini belum ditambah kenyataan lain seperti borosnya bahan bakar, dan kesulitan ketika hendak bermanuver di udara.

Infografik Mozaik BJ Habibie

Infografik Mozaik BJ Habibie. tirto.id/Sabit

Pada titik inilah “Theory of Habibie” lahir. Habibie mampu menjawab permasalahan tersebut dengan mengetahui Crack Propagation Points (Teori Perambatan Keretakan). Teori ini merupakan model matematika untuk memprediksi perilaku perambatan retak pada struktur pesawat hingga tingkat atom. Dari situ dihitung secara terperinci dari mulai berat pesawat hingga pertimbangan faktor keamanannya. Sehingga setiap pesawat diharapkan mampu dibuat dengan bobot yang lebih ringan tanpa mengabaikan faktor keamanan.

Berkat teori ini, pada 1992 Habibie diganjar penghargaan Von Karman Award. Sebuah perhargaan bergengsi di bidang teknologi yang sama prestiusnya dengan Hadiah Nobel. Selain itu, menurut Susanto Sastroredja dalam Jangan Pernah Berhenti (Jadi) Habibie (2018:41-43), Habibie juga tercatat memiliki 46 paten di bidang auronetika di sejumlah perusahaan dan badan penerbangan raksasa dunia seperti Airbus, Boeing, Nasa (Design prototype DO-31), dan perusahaan penerbangan terkemuka lainnya.

Habibie mengembuskan napas terakhirnya pada 11 September 2019, tepat hari ini dua tahun lalu di usianya yang ke-83 tahun. Meski pesawat N250 Gatotkaca gagal diproduksi massal karena Indonesia tertimpa krisis moneter tahun 1998, namun ia akan selalu dikenang sebagai bapak teknologi Indonesia.

Baca juga artikel terkait BJ HABIBIE atau tulisan lainnya

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Mustaqim Aji Negoro
Editor: Irfan Teguh