tirto.id - Sejarah kembali mencatat bertemunya kembali dua sahabat seperjuangan, saat Abu jenasah Fidel Castro dibawa ke makam rekan revolusionernya, Ernesto "Che" Guevara, di Santa Clara, Rabu (30/11/2016) waktu setempat.
Castro dikremasi setelah ia meninggal pada Jumat lalu. Abunya diantarkan dengan sebuah karavan militer dari Santiago de Cuba menuju Havana. Jalur yang dulu ia tempuh bersama kelompok gerilyawan saat menggulingkan Fulgencio Batista, presiden Kuba yang jadi boneka AS pada 1959.
Ratusan ribu orang yang berkabung, berkumpul untuk menyambut karavan itu di luar makam Che di Santa Clara.
Sebuah baliho bergambar Fidel ditempatkan di bawah patung Guevara setinggi tujuh meter dengan baret khas di kepalanya. Di baliho tertulis "Until Victory, Always", sebuah pesan terakhir yang dituliskan Guevara kepada Fidel.
Di panggung dekat pemakaman, para pemusik tradisional dan para pemain teater menampilkan pertunjukan memorial untuk mengenang Castro.
"Ini adalah sebuah tempat suci bagi kami, karena Che bersemayam di sini. Saat ini Fidel akan bermalam bersama rekannya," ujar Pedro Pineda (70), seorang pekerja di rumah jagal.
Sebelumnya, massa yang berkumpul di sepanjang jalan menyerukan "Fidel!" "Fidel!" dan mengibarkan bendera Kuba sebagai penghormatan untuk seorang pria yang memimpin Kuba selama 49 tahun--seorang yang penuh kharisma dan ketegasan membentuk sebuah negara komunis di pintu depan AS dan menjadi sosok penting selama Perang Dingin.
Sisa jasadnya diantarkan pelan-pelan menggunakan trailer di belakang jip militer yang berangkat dari Havana dan melewati beberapa kota pada Rabu lalu.
Peti mati yang berisikan abu Castro akan berhenti sementara di makam Guevara, sebelum perjalanan dilanjutkan ke Santiago de Cuba, kota tempat Castro melancarkan pemberontakannya melawan Batista pada 1953.
Di sana, abu jenazah Castro akan dimakamkan pada Minggu di sebuah makam--tempat pahlawan nasional abad ke-19 Jose Marti, dan musisi kondang Compay Segundo disemayamkan.
Castro meninggal satu dasawarsa setelah turun dari jabatannya dikarenakan kondisi kesehatan yang memburuk dan mengalihkan kekuasaan kepada adiknya, Presiden Raul Castro (85).
60 tahun lalu sebelum Castro meninggal, ia bertemu dengan Che di Meksiko, di mana mereka berlatih dan membeli senjata dalam persiapan revolusi Kuba sebelum berlayar ke pulau itu pada 25 November 1956.
Nama Che mencuat sebagai salah satu orang paling penting dalam pasukan pemberontak. Ketika Batista lari dan pemerintahan revolusioner Kuba berdiri, Che memimpin bank sentral dan kementerian industri. Ia bertemu dengan para pemimpin dunia, tapi akhirnya memilih mengangkat senjata lagi untuk menggelorakan revolusi di tempat lain di Amerika Latin.
Namun pada 1967, di usia 39 tahun, Che ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Bolivia yang dibantu oleh CIA. Jasad Che ditempatkan pemakanam umum.
Baru pada 1997, saat Komunisme Kuba yang dia bantu berdiri berjuang untuk tetap bertahan setelah runtuhnya Uni Soviet, jasad Che dipindah ke Santa Clara--sebagai pengingat atas kemenangan tentara Che pada 31 Desember 1958 selama Pertempuran Santa Clara yang membuat Fulgencio Batista melarikan diri ke pengasingan.
Saat pemakaman kembali sahabatnya itu, Castro menyebut Che sebagai seorang "nabi". Ia juga menyampaikan pesan kepada teman lamanya itu dengan mengatakan bahwa "Kuba masih mengibarkan bendera sosialisme".
Kendati dimusuhi dan dicaci oleh para musuhnya, Castro dan Che dianggap sebagai pahlawan anti-imperialis bagi banyak perang, terutama bagi mereka yang ada di Afrika dan Amerika Latin.
"Mereka adalah dua raksasa dalam sejarah kami, mereka bertarung untuk tanah air kami dan untuk kedaulatan kami," ujar seorang pelajar Eduardo Jose Manresa (17), demikian dilaporkan Reuters sebagaimana dikutip dari Antara.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH