Menuju konten utama

Fiberisasi Bikin Mabar Makin Asyik

Di tengah pandemi seperti sekarang, XL Axiata menjadi operator seluler yang getol melakukan fiberisasi jaringan di berbagai daerah.

Fiberisasi Bikin Mabar Makin Asyik
Ilustrasi jaringan internet di kota besar. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pada pertengahan Oktober 2020, Birk Jernström, pemilik akun Twitter @birk ramai jadi perbincangan warganet Indonesia. Birk mencoba menyimpulkan kenapa Swedia bisa punya banyak perusahaan startup kelas unicorn. Menurutnya, salah satu kuncinya adalah akses internet yang sangat cepat.

Bahkan, foto pada cuitan Birk yang menjadi viral itu menunjukkan bahwa dia sedang bekerja di daerah terpencil. Di daerah yang jauh dari keramaian saja dia bisa mendapatkan akses internet dengan kecepatan 680 Mbps.

Apakah benar internet di Swedia secepat itu? Akamai Technologies—perusahaan teknologi informasi asal Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat—punya laporan tentang kecepatan internet di setiap negara. Pada State of the Internet (2017) yang menghitung kecepatan internet keseluruhan, Swedia berada di peringkat ketiga. Sementara jika hanya menghitung jaringan seluler (2019), Swedia menempati peringkat ke-13.

Itu baru soal kecepatan internet. Masalahnya, ketika membandingkan dengan banyaknya jumlah startup unicorn, Birk agak hiperbolis. Swedia sebenarnya “hanya” punya tiga perusahaan unicorn, masih kalah jauh dibandingkan Amerika Serikat (136), Cina (120), India (35), bahkan Indonesia (6).

Padahal jika melihat koneksi internet semua negara di atas, rata-rata punya koneksi internet yang lebih lambat dibandingkan Swedia. Amerika Serikat, misalnya, berada di peringkat ke-10, Cina ke-55, India ke-63, dan Indonesia ke-58.

Namun, jangan terlalu serius. Biar bagaimana juga, menurut World Development Report, kecepatan internet memang berpengaruh positif terhadap kemajuan sebuah negara, terutama dari segi ekonomi. Akses internet berkecepatan tinggi bukan lagi menjadi sebuah kemewahan, melainkan jadi kebutuhan dasar bagi pembangunan ekonomi dan manusia, baik di negara maju maupun berkembang.

Menurut Bank Dunia, internet adalah alat yang ampuh untuk memberikan layanan penting seperti axiatapendidikan, perawatan kesehatan, peningkatan peluang pekerjaan, pemberdayaan perempuan, kelestarian lingkungan, dan berkontribusi pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Di masa pandemi seperti sekarang, semua yang disebutkan di atas adalah hal-hal mendasar dalam kehidupan sehari-hari.

Semua negara punya tantangan untuk memperluas akses internet sehingga bisa menjangkau semua masyarakat. Masih menurut Bank Dunia, hanya sekitar 35 persen populasi di negara berkembang yang memiliki akses ke Internet, dibandingkan sekitar 80 persen di negara maju.

Kecepatan internet juga mengalami perkembangan dari masa ke masa. Kita memiliki satu angka dan satu huruf G untuk membuat acuan pada perkembangan internet. Saat ini, dunia global sudah mulai mengenal teknologi 5G (generasi kelima).

Salah satu perusahaan yang mengembangkan 5G di Indonesia adalah XL Axiata. Pada Agustus 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, dan XL Axiata menggelar uji layanan 5G bersama di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Saat itu, kecepatan internet 5G yang tercatat bisa mencapai 1Gbps, atau sekitar 10 kali lipat dibandingkan 4G. Namun sebagai catatan, saat ini jaringan 5G belum bisa dipakai di Indonesia karena infrastruktur yang belum rampung. Sebagai jembatan, saat ini jaringan yang sudah dipakai secara luas adalah 4,5G.

Infografik Advertorial AXIS

Infografik Advertorial AXIS. tirto.id/Mojo

Fiberisasi untuk Transisi dari 4G ke 5G

Di tengah pandemi seperti sekarang, ternyata XL Axiata menjadi operator seluler yang getol melakukan fiberisasi jaringan di berbagai daerah. Pertengahan tahun 2020 ini, XL Axiata menyebut sekitar 53 persen BTS dari total target di tahun 2020 telah terhubung dengan jaringan fiber. Target akhir tahun 2020 mereka adalah 60-70 persen BTS sudah terhubung jaringan fiber.

Plt Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Darmayusa, menyebut jika fiberisasi adalah salah satu program utama perusahaan dalam upaya meningkatkan kualitas jaringan data, termasuk sebagai bagian dari persiapan menuju implementasi 5G di masa mendatang.

“Fiberisasi menjadi semakin perlu untuk terus kami lakukan sesuai target mengingat kebutuhan layanan data yang meningkat setelah ada pandemi. Secara umum, kebutuhan pelanggan dan masyarakat atas data meningkat karena imbas dari COVID-19 yang memaksa mereka untuk bisa selalu mobile dan terkoneksi dengan internet dalam menjalankan aktivitas produktif,” kata Gede.

Peralihan koneksi dari 4G menuju 5G melahirkan jaringan 4.5G terfiberisasi. Meski angkanya tidak bulat, bukan berarti jaringan ini menawarkan koneksi yang setengah-setengah. PT XL Axiata mengembangkan jaringan ini melalui brand telekomunikasi AXIS. Masa transisi ini membuat semuanya terus berubah. Dulu tentu tidak sama seperti sekarang, apalagi kalau kita mengacu kepada teknologi generasi pertama (1G), kedua (2G), atau ketiga (3G).

Sesuai dengan apa yang disebutkan Gede, masa pandemi membuat kebutuhan masyarakat akan koneksi internet semakin tersoroti, terutama bagi anak muda. Jika dulu misalnya mabar (main bareng) harus dilakukan di ruangan terbuka, sekarang bisa dilakukan di kamar masing-masing sambil bersantai. Semua itu bisa terlaksana jika didukung jaringan komersial tercepat yang ada di Indonesia saat ini, yaitu 4.5G.

Jaringan 4.5G sendiri memerlukan fiberisasi sebagai suporternya. Jika jaringan kita sudah terfiberisasik oleh AXIS, kita bisa merasakan efek terfiberisasik yang membuat hidup lebih asyik.

Saat ini AXIS memiliki beberapa digital activity untuk mendukung fiberisasi, di antaranya kurikulum fiberisasi yang berisi informasi tentang fiberisasi, tes kurikulum fiberisasi untuk menguji pengetahuan, KOL content collaboration yang berisi kolaborasi antara AXIS dengan KOL (Key Opinion Leader) untuk membuat konten-konten menarik, serta experience terfiberisasik with KOL yang berisi aktivitas bersama para KOL terpilih dari berbagai passion point seperti gamer, traveler, TikTokers, musik, dan Kpop untuk merasakan serunya terfiberisasik bersama.

Masyarakat Indonesia mungkin bisa dibilang beruntung karena mengalami peralihan dari 4G dan 5G yang cukup lancar meski di tengah pandemi. Indonesia bisa berharap fiberisasi yang terus dilakukan XL Axiata pada akhirnya dapat menghubungkan seluruh masyarakat di Nusantara.

Pada masa-masa transisi menuju 5G ini, anak-anak muda bukan cuma bisa mabar dari kamar atau toilet masing-masing, melainkan juga bisa saja membangun perusahaan-perusahaan startup unicorn. Jangan mau kalah sama Swedia. Setidaknya AXIS sudah sedia koneksi yang terfiberisasik.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis