tirto.id - Mencetak 7 gol dalam 8 laga menjadi prestasi tersendiri bagi Edin Dzeko di musim keduanya bersama AS Roma. Bandingkan dengan tahun perdananya di klub ibukota Italia itu. Sepanjang musim 2015/2016, Dzeko hanya mampu menyumbangkan 8 gol dari 31 pertandingan.
Di awal musim baru 2016/2017 ini, taji Dzeko yang sesungguhnya mulai terlihat. Sepasang gol ke gawang Napoli pada 15 Oktober 2016 lalu menempatkannya sebagai pencetak gol terbanyak sementara Liga Italia Serie A musim ini ketika kompetisi baru bergulir selama 8 pekan.
Dwigol Dzeko yang melengkapi kemenangan 1-3 di Naples juga membawa AS Roma bertahan di posisi kedua meskipun berjarak 5 poin dari sang capolista, Juventus, dan dikuntit ketat oleh AC Milan di peringkat ketiga.
Perjalanan memang masih panjang. Namun, produktivitas Dzeko di permulaan musim ini setidaknya menjadi garansi bahwa tim Serigala Ibukota telah menemukan sosok target man alias juru gedor utama pada dirinya setelah sempat melempem di tahun sebelumnya.
Top skor AS Roma musim lalu adalah Mohamed Salah (winger) dengan 14 gol, disusul oleh Miralem Pjanic (gelandang) dengan 10 gol. Baru kemudian Dzeko yang mengoleksi jumlah gol sama dengan Stephan El Shaarawy, yakni 8 gol. Hanya saja, El Shaarawy bukanlah seorang striker murni, berbeda dengan Dzeko yang memang terlanjur lekat sebagai sang nomor 9.
Tak Berdaya di Musim Perdana
Perjalanan karier Dzeko yang unik memang menarik untuk diulik. Pesepakbola kelahiran 17 Maret 1986 ini selalu tak berdaya setiap kali bergabung dengan klub anyar. Dzeko baru memperlihatkan kinerja yang jauh berbeda setelah melewati tahun pertama dengan torehan yang tidak mengesankan.
Setelah melalui dua musim di klub kampung halamannya, FK Zeljeznicar Sarajevo, dengan persembahan 3 gol saja dari 40 penampilan, keunikan Dzeko mulai terlihat ketika ia direkrut klub asal Republik Ceko, Teplice, pada musim 2005/2006, dan berlanjut saat pindah ke Wolfsburg (Jerman), Manchester City (Inggris), hingga kini di Italia bersama AS Roma.
Di empat klub tersebut, Dzeko selalu menjalani musim pertamanya dengan performa yang jauh dari menjanjikan. Kala diboyong Wolfsburg dari Teplice dengan harga 4 juta euro, misalnya, striker bertinggi 1,93 meter ini hanya mencetak 8 gol dari 28 penampilan. Namun, di musim keduanya di Bundesliga, Dzeko tampil memikat dengan menggelontorkan 26 gol dari 32 laga.
Situasi berulang saat Manchester City menggaetnya pada musim 2010/2011. Mahar 32 juta euro tentunya tidak sepadan dengan 2 gol yang dicetak Dzeko di musim pembukanya di Premier League. Baru pada musim kedua, lelaki Sarajevo ini mulai membuktikan diri dengan menorehkan 19 gol dari 43 laga di semua ajang yang dilakoni City.
Selalu berada di bawah bayang-bayang Sergio Aguero membuat Dzeko menerima pinangan AS Roma yang “hanya” merogoh kocek kurang dari 4 juta euro untuk meminjamnya selama semusim.
Kebiasaan unik Dzeko kembali terjadi di negeri pizza. Memperoleh porsi penuh sebagai ujung tombak Giallorossi, ia cuma mencetak 8 gol dari 31 laga di Serie A musim 2015/2016.
Namun, AS Roma tampaknya percaya pada siklus Dzeko yang selalu melonjak selepas musim pertama. Lantaran itulah Il Lupi bersedia mempermanenkannya dengan tebusan 9,35 juta euro.
Taring Tajam Serigala Ibukota
Meskipun beraroma spekulasi, intuisi AS Roma kini mulai terbukti. Serie A baru berjalan 8 pekan, Dzeko sudah melesakkan 7 gol. Romanisti tentu berharap Dzeko mampu menghidupkan kembali sosok haus gol yang dalam beberapa musim terakhir seolah menghilang seiring menuanya Il Capitano, Francesco Totti.
Sejak awal didirikan pada 1927, Giallorossi selalu punya bomber andalan dari masa ke masa yang menorehkan lebih dari 50 gol selama berseragam AS Roma. Di tempo-tempo terdahulu, ada nama Cesare Augusto Fasanelli (56 gol), Rodolfo Volk (103 gol), Amedeo Amadei (101 gol), Dino da Costa (71 gol), hingga Pedro Waldemar Manfredini (76 gol), yang berturut-turut berperan sebagai taring tajam Serigala Ibukota.
Di era yang lebih kontemporer, tersebutlah nama-nama striker populer macam Roberto Pruzzo (136 gol), Rudi Voller (69 gol), Ruggiero Rizzitelli (54 gol), Abel Balbo (78 gol), Marco Delvecchio (77 gol), Vincenzo Montella (94 gol), Antonio Cassano (52 gol), Mirko Vucinic (63 gol), dan tentu saja Totti yang hingga saat ini masih menjadi pengoleksi gol terbanyak sepanjang sejarah AS Roma dengan 300 golnya.
Jangan lupakan pula Gabriel Omar Batistuta. Kendati “cuma" mencetak 33 gol dalam 83 penampilan bersama AS Roma sejak tahun 2000 hingga penghujung musim 2003, namun pria Argentina ini kadung terkenal sebagai salah seorang bomber paling subur di era keemasannya, baik saat memperkuat klub maupun tim nasional.
Selepas hengkangnya Mirko Vucinic pada 2011, AS Roma cukup kesulitan mendapatkan bomber yang bisa diandalkan. Nama-nama semenjana seperti Julio Baptista, Dani Osvaldo, Mattia Destro, hingga Marco Borriello, ternyata tidak sesuai harapan. Di sisi lain, Totti yang kini memasuki usia kepala empat dan semakin rawan cedera tentu saja tidak bisa terus menjadi tumpuan.
Nah, peran itu kini berada di pundak Dzeko. Striker jangkung ini diharapkan terus melanjutkan tradisi uniknya: tampil menggila usai kepayahan di musim pertama. Ibarat mesin diesel, Dzeko dipercaya bakal semakin panas dan kian beringas bersama AS Roma untuk beberapa musim ke depan.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti