Menuju konten utama

Donald Trump dan Mereka yang tak Percaya Perubahan Iklim

Beberapa pemimpin negara masih ada yang tak percaya pada persoalan pemanasan global, salah satunya Donald Trump.

Donald Trump dan Mereka yang tak Percaya Perubahan Iklim
Ilustrasi Perubahan Iklim.[Foto/Shutterstock]

tirto.id - Selama tiga tahun, Leonardo DiCaprio berkunjung ke berbagai negara untuk melihat apakah perubahan iklim benar adanya. Ia terbang ke India hingga Indonesia. Ia melihat es yang menyusut di Greenland hingga terumbu karang yang mati di dasar laut. Ia menyaksikan hutan yang dibakar di Sumatera dan pulau yang hancur diterjang badai di Pasifik.

Ia bertemu berbagai macam orang, mulai dari aktivis dan profesor di bidang lingkungan, pebisnis seperti Elon Musk, politikus, hingga Presiden Obama. Semua kunjungan, percakapan, dan gambar-gambar bukti kerusakan lingkungan itu didokumentasikan dalam sebuah film dokumenter berjudul Before the Flood. Ia bisa ditonton gratis pada akun National Geographic di Youtube.

Di Greenland, Leo bertemu dengan Jason Box, seorang profesor di Geological Survey of Denmark. “Kalau iklim tetap pada suhu saat ini dan beberapa tahun terakhir, maka di akhir dekade, Greenland akan lenyap,” ujar Jason kepada Leo.

Di dunia ini, ada sangat sedikit orang yang memiliki hak istimewa untuk bisa melihat bumi dari ruang angkasa. Piers Sellers, astronot kelahiran Inggris, salah satunya. Pada tahun 1990-an, ia menghabiskan 35 hari di orbit pada tiga penerbangan luar angkasa terpisah. Saat kembali ke bumi, ia menghabiskan sebagian besar waktunya membuat model sistem iklim di bumi. Ia adalah salah satu orang yang juga ditemui Leo dalam filmnya.

Duduk di depan sebuah layar raksasa milik NASA, Piers Sellers menunjukkan visualisasi iklim di Bumi. “Ketika kau ada di atas sana dan melihat bumi dengan matamu sendiri, kau akan melihat betapa tipisnya atmosfir bumi saat ini. Ini adalah suhu permukaan laut dilihat dari luar angkasa, Anda bisa melihat kalau kutub sedang mencair,” jelas Piers kepada Leo.

Secara keseluruhan, film dokumenter berdurasi 95 menit itu menggambarkan betapa pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim telah memberi dampak sangat buruk pada bumi dan seluruh penghuninya, termasuk manusia. Dan kerusakan parah itu disebabkan ulah manusia sendiri dengan enggan berhenti menggunakan bahan bakar fosil, membakar hutan, mengotori lautan, dan segala macamnya.

Namun, tak semua manusia percaya bahwa pemanasan global itu nyata dan itu disebabkan oleh ulahnya. Parahnya, manusia yang tak percaya ini adalah manusia yang memimpin negara-negara dan tentu pemangku kebijakan.

Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat, salah satunya. “Aku bukan orang yang percaya pada pemanasan global, aku tak percaya pada pemanasan global yang direkayasa manusia itu. Tahun 1920, media-media ramai memberitakan tentang pendinginan global, sekarang mereka bicara tentang pemanasan global. Aku tak percaya.”

Kalimat itu diungkapkan Trump sebelum ia menjadi calon presiden Amerika Serikat. Pernyataan serupa, dengan struktur kalimat berbeda kembali diulangnya saat masa kampanye. Lalu ia terpilih menjadi presiden.

Presiden Amerika ke-44, Barrack Obama, meyakini bahwa pemanasan global adalah persoalan paling penting, bukan hanya bagi warga Amerika, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Oleh Trump, pemikiran Obama ini dianggap memiliki analisis sangat lemah.

infografik perubahan iklim

Menurutnya, pemanasan global hanya rekayasa Cina untuk membuat manufaktur AS tak lagi kompetitif. Trump menilai perlu dilakukan investigasi lebih dalam terkait dengan isu perubahan iklim.

Trump tak sendirian. Tony Abbott, Perdana Menteri Australia juga menyanggah perubahan iklim. Dalam masa kampanyenya di akhir tahun 2013, salah satu hal yang dijanjikan Abbott adalah penghapusan pajak karbon. Janji itu ditepatinya ketika ia terpilih. Penghapusan pajak karbon dianggap Abbott sebagai pencapaian terbesarnya.

Presiden Republik Ceko Vaclav Klaus juga tergabung dalam barisan ini. Menurutnya, tak ada konsensus ilmiah tentang penyebab perubahan iklim. Tiga sosok pemimpin negara tadi adalah mereka yang tak percaya pada perubahan iklim. Selain itu, ada juga pemimpin negara yang percaya, hanya saja tak mau ikut bertindak.

Di Asia, Filipina menjadi negara yang menolak kesepakatan tentang pengurangan emisi karbon demi mengurangi pemanasan global. Presiden Filipina, Rodrigo Duterte yang memegang kendali penolakan ini. Alasannya, industri di Filipina masih bergantung pada energi batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Ia belum bisa bergantung pada skema sumber energi terbarukan dan energi bersih.

Akhir film dokumenter Before the Flood berisi pidato Leo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia bilang, aksi nyata untuk segera mengurangi emisi karbon harus segera dilakukan. Tak perlu menunggu riset sepuluh tahun lagi.

Baca juga artikel terkait LINGKUNGAN atau tulisan lainnya

tirto.id - Humaniora
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Maulida Sri Handayani