tirto.id - Semenjak virus corona yang menyebabkan penyakit COVID-19 muncul pada akhir tahun lalu, masih terdapat ketidakpastian dari mana virus berasal. Berbagai teori dan konspirasi bermunculan soal asal muasal virus yang disebut SARS-CoV-2 ini.
Dilansir SCMP, virus mungkin telah melewati spesies hewan lain terlebih dahulu sebelum menginfeksi manusia. Para ilmuwan percaya, virus akan bermutasi dan bergabung dengan virus lain terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam tubuh manusia, menempel ke dalam sel, dan menyebar.
Akan tetapi, telah banyak spekulasi terkait kemunculan virus baru ini sebelumnya.
Salah satunya adalah teori bahwa virus SARS-CoV-2 merupakan hasil rekayasa biologis sebuah laboratorium di Wuhan, Cina, tempat virus pertama kali dideteksi. Sekelompok ahli epidemiologi terkemuka di dunia dengan segera membantah hal tersebut.
Sementara itu, para pejabat intelijen AS menyatakan, tidak ada bukti virus diciptakan di laboratorium sebagai senjata biologis, The Washington Post melansir.
Sebuah penelitian ilmiah menunjukkan, virus SARS-CoV-2 tidak direkayasa oleh manusia dan berasal dari kelelawar.
Lebih lanjut, hasil dari penelitian ini memecahkan misteri bahwa asal muasal virus tersebut adalah dari orang yang memakan hewan terkontaminasi di Pasar Makanan Laut Huanan, Wuhan, Cina.
Kontaminasi tersebut diakibatkan oleh pembuangan ceroboh bahan berbahaya di pusat Wuhan untuk fasilitas Pengendalian Penyakit dekat dengan pasar tersebut.
Pada Desember 2019, 27 dari 41 orang pertama dirawat di rumah sakit atau setidaknya 66 persen kasus COVID-19, melewati pasar yang terletak di jantung kota Wuhan di provinsi Hubei.
Sementara, melalui laporan yang dimuat dalam The Lancet, tercatat bahwa kasus COVID-19 pertama di Wuhan tidak memiliki koneksi ke pasar makanan laut tersebut.
Hal ini juga diungkapkan melalui fakta bahwa kelelawar tidak dijual di pasar makanan laut meski pasar tersebut bisa menjual hewan yang bersentuhan dengan kelelawar.
“Adanya teori-teori yang bermunculan tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman tentang susunan generik SARS-CoV-2 dan hubungannya dengan virus kelelawar,” ungkap Vincent Racaniello, profesor miikrobiologi dan imunologi di Universitas Columbia di New York, dikutip dari SCMP.
Lebih lanjut, Racaniello menjelaskan apabila seseorang memiliki virus tersebut di laboratorium dan virus tersebut lolos hingga menyebar, tidak akan dapat menginfeksi manusia.
“Virus harus memiliki tambahan perubahan yang memungkinkannya dapat menginfeksi manusia,” lanjutnya.
Dengan kata lain, virus SARS-CoV-2 berada dalam inang dalam hal ini kelelawar, bersirkulasi dan berevolusi selama beberapa tahun hingga cukup bermutasi dan dapat menginfeksi orang.
Sementara itu, melihat fakta bahwa virus COVID-19 dapat menginfeksi harimau di kebun binatang New York menunjukkan virus dapat berpindah antar spesies.
“Memahami luasnya spesies yang dapat terinfeksi oleh virus ini adalah penting karena membantu kita mempersempit dari mana virus itu berasal,” kata Stephen Turner kepala Departemen Mikrobiologi Universitas Monash Melbourne, dikutip dari The Guardian.
Sebelumnya, trenggiling dianggap bisa jadi salah satu hewan yang terlibat sebagai inang perantara antara kelelawar dan manusia.
Hal ini juga didukung dengan fakta dari Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam yang mengatakan bahwa trenggiling adalah mamalia yang diperjualbelikan ilegal dan dipercayai bersifat menyembuhkan penyakit untuk daging dan sisiknya.
Akan tetapi anggapan ini telah dibantah. Seperti dilaporkan dalam jurnal Nature, trenggiling tidak terdaftar pada hewan yang diperjualbelikan di Wuhan, Cina. Meskipun bisa saja kelalaian terjadi sebab ilegal untuk menjualnya.
Terdapat kemungkinan bahwa virus berasal dari kelelawar sebagai hewan perantara seperti yang terjadi pada keluarga Coronavirus yang lain, SARS.
Wabah SARS di tahun 2002 lalu disebabkan oleh virus yang berpindah dari kelelawar tapal kuda ke musang, kucing, sebelum menginfeksi manusia seperti ditulis The Guardian.
COVID-19 sebagai Virus Rekombinasi
Melansir We Forum, analisis genom komparatif yang telah dilakukan menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 termasuk dalam kelompok Betacoronaviruses.
Lebih lanjut, fakta menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan dekat dengan SARS-CoV yang menyebabkan epidemi SARS pada 2002 lalu.
Diketahui, kelelawar genus Rhinolophus adalah reservoir virus ini. Sementara, karnivora kecil, termasuk musang (Paguma larvata) mungkin telah bertindak sebagai inang perantara antara kelelawar dan kasus manusia pertama.
Reservoir adalah satu atau beberapa spesies hewan yang tidak sensitif terhadap virus. Secara alami, ia bisa menampung satu atau beberapa virus dengan tidak adanya gejala penyakit yang disebabkan oleh efektivitas sistem kekebalan tubuh mereka.
Sejak itu, banyak Betacoronavirus ditemukan terutama pada kelelawar dan juga ada pada manusia.
Sebagai contoh, RaTG13, yang diisolasi dari kelelawar spesies Rhinolophus affinis yang dikumpulkan di Provinsi Yunan, Cina, baru-baru ini digambarkan sangat mirip dengan SARS-CoV-2. Ia memiliki urutan genom yang identik 96 persen.
Hasil ini menunjukkan bahwa kelelawar, dan khususnya spesies dari genus Rhinolophus, merupakan reservoir virus SARS-CoV dan SARS-CoV-2.
Namun, pada Februari 2020 lalu sebuah penelitian menunjukkan bahwa virus yang bahkan lebih dekat dengan SARS-CoV-2 telah ditemukan di trenggiling dengan 99 persen kesamaan genomik dilaporkan. Hal ini menunjukkan bahwa trenggiling bisa jadi reservoir yang lebih mungkin daripada kelelawar.
Penelitian terbaru yang sedang dikaji menunjukkan bahwa genom virus corona yang diisolasi dari trenggiling Malaysia (Manis javanica) kurang mirip dengan SARS-Cov-2 dengan hanya 90 persen kesamaan genomik.
Ini menunjukkan bahwa virus yang diisolasi dalam trenggiling tidak bertanggung jawab atas epidemi COVID-19 yang saat ini berkecamuk.
Namun virus corona yang diisolasi dari trenggiling yang serupa pada 99 persen di wilayah spesifik protein S sesuai dengan 74 asam amino, terlibat dalam domain pengikatan reseptor ACE (Angiotensin Converting Enzyme 2). Hal ini yang memungkinkan virus masuk ke dalam sel manusia dan menginfeksinya.
Sebaliknya, virus RaTG13 yang diisolasi dari kelelawar Rhinolophus affinis sangat berbeda di wilayah spesifik ini dan hanya memiliki 77 persen kesamaan.
Ini berarti bahwa coronavirus yang diisolasi dari trenggiling mampu memasuki sel manusia sedangkan yang diisolasi dari kelelawar Rhinopolus affinis tidak.
Lebih lanjut, perbandingan genom ini menunjukkan bahwa virus SARS-Cov-2 adalah hasil rekombinasi antara dua virus yang berbeda, satu dekat dengan RaTG13 dan yang lainnya lebih dekat dengan virus trenggiling. Dengan kata lain, itu adalah bentuk kombinasi antara dua virus yang sudah ada sebelumnya.
Sementara itu, penting untuk diketahui bahwa rekombinasi menghasilkan virus baru yang berpotensi menginfeksi spesies inang baru. Agar rekombinasi terjadi, kedua virus yang berbeda harus menginfeksi organisme yang sama secara bersamaan.
Akan tetapi, masih terdapat pentanyaan yang belum terjawab: di organisme apa rekombinasi terjadi, dan dalam kondisi yang seperti apa?
Penelitian soal virus corona COVID-19 atau SARS-CoV-2 masih berlanjut hingga saat ini, fakta-fakta baru ditemukan para ilmuwan, tetapi masih banyak pertanyaan belum terjawab. Ilmuwan juga sedang meneliti soal obat, vaksin, dan mengapa virus ini bisa menyebabkan orang meninggal.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Dipna Videlia Putsanra