tirto.id - Kanselir Austria Werner Faymann mengumumkan bahwa ia mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin (5/9/2016), dua pekan setelah partainya, Partai Demokratik Social (SPO), mendapatkan hasil buruk dalam pemilihan presiden.
Faymann, yang menjabat sebagai kanselir sejak 2008, belakangan ini berada di bawah tekanan partainya sendiri terkait kebijakannya mengenai aturan-aturan yang lebih ketat terhadap imigran dan pencari suaka, hal yang ia lakukan untuk meredam kepopuleran Partai Kebebasan (FPO) atas sikap mereka yang anti-imigrasi, demikian seperti dikutip oleh kantor berita Reuters.
Di sisi lain, ia juga mendulang kritik karena ingin tetap mempertahankan pelarangan pembentukan koalisi dengan Partai Kebebasan (FPO), yang anti-pendatang serta menentang Uni Eropa. FPO saat ini tengah memimpin perolehan dukungan dalam berbagai jajak pendapat.
"Apakah saya mendapat [...] dukungan penuh dari dalam partai [SPO]? Saya harus mengatakan saya tidak mendapatkannya," kata Fayman seperti dikutip juru bicaranya dalam acara jumpa pers, yang sepertinya digelar secara terburu-buru.
SPO, yang menguasai kalangan netral Austria bersama dengan koalisi-nya Partai Rakyat (OVP) yang konservatif, mendapatkan pukulan besar bulan lalu pada putaran pertama pemungutan suara untuk memilih presiden berikutnya. Kedua partai hanya mampu mengumpulkan 23 persen suara.
Sementara di sisi lain, kandidat untuk Partai Kebebasan (FPO), yang beraliran kanan-jauh dan maju dengan program anti-Islam serta menentang Uni Eropa, memenangi lebih dari sepertiga suara.
Dalam jajak-jajak pendapat, FPO secara berkala menarik simpati lebih dari 30 persen responden. Posisi partai itu cukup bagus berada di atas partai-partai yang telah mendominasi politik pascaperang.
Pemilihan parlemen dijadwalkan berlangsung pada 2018.
Juru bicara Faymann mengatakan ia tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap pemerintahan koalisi, sementara Juru Bicara Ketua Partai Rakyat, Wakil Kanselir Reinhold Mitterlehner, tidak dapat segera dimintai komentarnya.
Sebagai catatan, Austria menerima sekitar 90.000 permintaan suaka pada 2015 setelah sejumlah besar migran dan pendatang yang sebagian besar mengungsikan diri dari konflik-konflik di Suriah, Irak dan Afghanistan, tiba di negara yang berpenduduk 8,5 juta jiwa itu.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara