tirto.id - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru Andi Wijaya mengatakan, seorang perempuan berinisial RMS, terpaksa mencuri tiga tandan sawit untuk memberi makan tiga anaknya.
RMS divonis tujuh hari penjara oleh Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
"Vonis [berlangsung] kemarin, kena tujuh hari kurungan," kata dia ketika dihubungi Tirto, Rabu (3/6/2020).
Andi mengatakan perempuan berinisial RMS itu tidak ditahan sebelum pemberian vonis dan tidak didampingi kuasa hukum. Pihak LBH Pekanbaru pun baru mendapatkan info peristiwa pagi ini.
Penahanan RMS dimulai kemarin. Andi melanjutkan, semestinya Polda Riau dan jajarannya membantu masyarakat miskin dalam masa pandemi Covid-19, bukan menangkap.
"Harusnya [penegak hukum] tidak perlu menaikkan [perkara] dan menolak ini. Karena pelapornya adalah PTPN PT Perkebunan Nusantara [PTPN], mereka memproses kasus. Apalagi jaksa pengendali perkara dan bisa menolak perkara yang diajukan polisi," sambung Andi.
Bila alasan penahanan untuk efek jera bagi pelaku, ia anggap itu cara yang kurang tepat karena polisi mestinya paham pelaku nekat beraksi karena kebutuhan mendesak. "Kalau [pencurian untuk] mencari untung, lain hal," kata Andi.
Peristiwa bermula ketika RMS dan dua temannya ketahuan membawa tiga tandan sawit dan satu tangkai kayu. Mereka dipergoki petugas keamanan yang berpatroli di Afdeling V Blok Z-15, perkebunan milik PTPN V Sei Rokan.
Petugas keamanan mengejar mereka dan meringkus RMS, sementara dua lainnya berhasil kabur. Atas kejadian tersebut, seorang perwakilan karyawan perusahaan, Arison Simbolon (42), melaporkan kasus itu ke Polsek Tandun. Akibat pencurian ini, perusahaan milik negara itu mengalami kerugian tiga tandan sawit senilai Rp76.500.
Berdasarkan pemeriksaan polisi, RMS terpaksa mencuri untuk memberi makan ketiga anaknya karena beras di rumahnya habis.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu berpendapat asas oportunitas yang terwujud dalam seponering atau mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Pilihan paling tepat untuk jaksa ketika dihadapkan dengan kasus-kasus tindak pidana ringan yang dilakukan oleh pelaku dengan latar belakang ekonomi kurang mampu.
"Sementara, perusahaan yang berstatus BUMN menjadi korban kejahatan pencurian yang tak seberapa, keberadaannya dapat menjadi sorotan untuk melihat sejauh mana perannya dalam berkontribusi memberikan kesejahteraan bagi warga sekitar," ucap Erasmus, Rabu (3/6/2020).
Penggunaan asas oportunitas dijamin dalam pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Selanjutnya, pasal 37 ayat (1) UU Kejaksaan juga mengamanatkan “Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan berdasarkan hukum dan hati nurani."
"Selain melihat dari sisi pelanggaran hukum yang dilakukan RMS, jaksa dengan menggunakan hati nuraninya selayaknya juga perlu memperhatikan aspek ekonomi hingga gender yang terdapat dalam kasus itu," tutur Erasmus.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri