Menuju konten utama

CORE Nilai 3 Kartu Baru Jokowi Ibarat Memberi Ikan daripada Kail

CORE menilai rencana calon presiden petahana Jokowi menerbitkan 3 kartu baru tak cukup memberdayakan masyarakat.

CORE Nilai 3 Kartu Baru Jokowi Ibarat Memberi Ikan daripada Kail
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat penyerahan Kartu Indonesia Pintar dan Program Keluarga Harapan di Gor Tri Dharma, Gresik, Jawa Timur, Kamis (8/3/2018). ANTARA FOTO/Zabur Karuru

tirto.id - Lembaga swadaya masyarakat, Center of Reform on Economics (CORE) menilai tiga kartu baru yang akan dikeluarkan Presiden Joko Widodo usai terpilih kembali nanti tak cukup memberdayakan masyarakat, ibarat memberi “ikan” ketimbang “kain”.

Direktur Riset CORE, Piter Abdullah berpendapat, fokus pemerintah seharusnya pada penyediaan lapangan pekerjaan, bukan memberikan bukan memberikan bantuan tunai. Di sisi lain, masyarakat menurutnya tak cukup menerima bantuan, tetapi juga dalam jangka panjang harus mampu mengaksesnya sendiri dengan upah yang dimiliki.

“Jadi masyarakat kan harus bekerja. Bukan hanya memberi bantuan. Pemerintah bisa beri perhatian lagi soal lapangan kerja dan upah,” ucap Piter saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (27/2).

“Jadi tidak cukup memberdayakan,” tambah Piter.

Calon presiden petahana Jokowi menjanjikan tiga kartu baru yang terdiri dari Kartu Sembako Murah, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, dan Kartu Pra Kerja. Kartu-kartu itu diperkenalkan petahana dalam pidato kebangsaan bertajuk "Optimis Indonesia Maju" di Sentul International Convention Center, Bogor pada Minggu (24/2).

Piter mengatakan setidaknya dari 2 kartu yang dikeluarkan telah ada kesalahan konsepsi. Ia menilai kartu sembako murah yang dijanjikan Jokowi gagal melihat persoalan daya beli masyarakat. Malah menurutnya, Jokowi terlalu fokus pada embel-embel harga murah yang ujung-ujungnya memerlukan upaya untuk menurunkannya.

“Seharusnya paket sembako itu bukan murah, melainkan terbeli,” ucap Piter.

Selain itu, Piter juga menyangsikan konsepsi petahana yang ingin memberikan KIP kuliah lantaran indonesia sudah lama memiliki arah pendidikan berbasis kejuruan atau SMK. Menurutnya, bantuan pendidikan sebagaimana diterapkan di negara maju cukup menjamin seseorang memiliki level pendidikan yang memadai untuk siap bekerja.

Piter mencontohkan pemerintah Singapura yang fokus pada pendidikan di level SMA. Namun, di saat yang sama pemerintahannya memastikan bahwa mereka dapat segera bekerja bila memang tidak memerlukan pendidikan tinggi.

“Kuliah itu bukan kewajiban, maka pemerintah tidak perlu harus membantu sampai di level universitas. Kalau semua kuliah nanti tidak maksimal,” ucap Piter.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Agung DH