Menuju konten utama

Asosiasi Smelter Kecewa dengan PP Minerba Baru

Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) kecewa dengan keputusan pemerintah yang belum mewajibkan secara penuh perusahaan tambang untuk membangun smelter mulai tahun ini

Asosiasi Smelter Kecewa dengan PP Minerba Baru
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot (kanan) berbincang dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Chappy Hakim (kiri) disela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/12). Rapat tersebut membahas komitmen PT Freeport Indonesia membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), Jonathan Handojo menyatakan kecewa dengan keputusan pemerintah yang masih memberi jeda lima tahun bagi perusahaan tambang untuk membangun smelter.

Keputusan itu muncul di Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Isi regulasi itu, yakni khusus yang terkait pembangunan smelter, belum persis usulan AP3I, yang menghendaki ada kewajiban penuh bagi perusahaan tambang untuk membangun industri pengolahan mineral mentah di dalam negeri mulai 2017, atau persis sesuai amanat UU Minerba.

Saat ini, pemerintah baru mewajibkan perusahaan-perusahaan tambang membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun ke depan dengan syarat menunjukkan perencanaan pastinya.

Meskipun demikian, menurut Jonathan, para anggota asosiasinya akan mengamati terlebih dahulu perkembangan implementasi PP Minerba yang baru.

"Smelter-smelter ya tenang-tenang saja. Meskipun kita sudah menyuarakan kalau kita agak kecewa," kata Jonathan pada Jumat (20/1/2017) seperti dikutip Antara.

Menurut Jonathan mayoritas industri smelter domestik masih menunggu isi aturan dalam petunjuk teknis turunan dari PP Minerba yang baru. Kalangan industri ini sedang menantikan skema mekanisme relaksasi ekspor yang akan ditetapkan oleh pemerintah.

"Kita wait and see (menunggu), bisa tidak tambang-tambang itu nantinya mengekspor mineral mentah," ujar Jonathan.

Dia mengatakan asosiasinya tetap berharap agar semua hasil produksi mineral mentah dari sektor pertambangan dalam negeri bisa diolah di dalam negeri. Perkembangan sektor industri smelter selama ini sudah semakin pesat dengan nilai total investasi mencapai $20 miliar.

"(Makanya) kami inginnya sesuai undang-undang saja (UU Minerba)," kata Jonathan.

Saat ini, berdasar catatan AP3I, terdapat 32 perusahaan pengolahan dan pemurnian hasil tambang atau smelter yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2012 hingga 2016. Perusahaan-perusahaan itu mengolah berbagai jenis mineral mentah seperti nikel, alumina, besi, zircon, silica dan tembaga. Lokasinya ada di berbagai daerah seperti di Ketapang, Banten, Gresik, Konawe, Morowali dan Pulau Obi.

Pada Kamis (12/1/2017) lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan, dengan dasar PP Minerba yang baru, pemerintah akan mencabut izin ekspor konsentrat dan mineral mentah milik perusahaan tambang yang menunda jadwal pembangunan smelter.

"Harus membangun smelter jika mau ekspor konsentrat, atau dalam proses dalam jangka lima tahun, hal itu juga harus dipertegas dengan pernyataan bermaterai. Kalau tidak, akan saya cabut izinnya," kata Jonan.

Baca juga artikel terkait SMELTER atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Bisnis
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom