tirto.id - Fenomena hujan meteor Perseid diprediksi akan terjadi pada 12 13 Agustus 2023. Banyak orang sudah menunggu untuk menyaksikan fenomena ini. Namun, apakah hujan meteor berbahaya?
Hujan meteor adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada fenomena ketika meteorid dari asteroid atau komet memasuki atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi dan terbakar.
Fenomena hujan meteor Perseid dianggap sebagai hujan metor terbaik tahun ini karena jumlahnya yang banyak membuatnya mudah terlihat. Menurut NASA, jumlah metor Perseid yang terlihat per jam diperkirakan sekitar 50 sampai 100 meteor.
Dengan meteor yang cepat dan terang, Perseids sering meninggalkan "jejak" cahaya dan warna yang panjang di belakangnya saat melesat melewati atmosfer Bumi.
Perseid juga dikenal dengan bola api. Bola api adalah ledakan cahaya dan warna yang lebih besar yang dapat bertahan lebih lama dari rentetan meteor biasa.
Hal ini disebabkan karena bola api berasal dari partikel-partikel materi komet yang lebih besar. Bola api juga lebih terang, dengan magnitudo semu lebih besar dari -3.
Hujan meteor Perseid yang terjadi pada malam hari di musim kemarau diprediksi akan membuatnya mudah terlihat. Hujan meteor Perseids tampak melesat ke Bumi dari rasi bintang Perseus. Sehingga, waktu terbaik untuk melihat hujan meteor Perseid adalah saat cahaya Perseus berada di atas cakrawala.
Kepala Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Emanuel Sungging mengatakan pada Kamis, 10 Agustus 2023 bahwa di Indonesia, hujan meteor Perseid paling mudah dilihat saat puncaknya, yaitu pada 12-13 Agustus pukul 00.14 – 05.36 WIB.
Apakah Hujan Meteor Perseid Berbahaya?
Hujan meteor Perseid berasal dari puing-puing es dan debu yang ketika mencapai bumi melewati atmosfer akan hancur bertahap dan secara umum tidak akan menimbulkan kerusakan di permukaan bumi.
Selain itu, belum ada pihak ahli atau organisasi ahli yang mempelajari benda langit menyebutkan bahwa hujan meteor Perseid berbahaya.
Alih-alih peringatan berbahaya, laman seperti NASA dan Space malah memberikan tips khusus untuk masyarakat yang ingin melihat fenomena alam tersebut terjadi.
Hujan meteor Perseid berasal dari awan puing-puing yang ditinggalkan di tata surya bagian dalam oleh komet 109P/Swift-Tuttle, yang secara informal dikenal sebagai Komet Swift-Tuttle.
Dengan lebar 16 mil (26 kilometer) yang terdiri dari debu, es, batu, dan material organik gelap, Komet Swift-Tuttle mengorbit matahari dengan kecepatan 93.600 mil per jam.
Meskipun melaju dengan kecepatan 60 kali lebih besar dari kecepatan tertinggi pesawat jet tempur di Bumi, Komet Swift-Tuttle masih memerlukan waktu 133 tahun Bumi untuk mengorbit matahari sepenuhnya.
Ketika komet mendekati matahari, radiasi dari bintang kita memanaskan komet dan menyebabkan es padat berubah menjadi gas, sebuah proses yang disebut sublimasi. Ketika gas ini keluar dari komet, gas ini menerbangkan pecahan-pecahan es, debu, dan batuan.
Serpihan-serpihan ini tertinggal di sekeliling matahari sebagai awan puing-puing berpasir, yang kemudian menyebar dan menciptakan aliran materi komet di sekeliling matahari.
Ketika Bumi melakukan perjalanan tahunan mengelilingi matahari, setiap musim panas antara bulan Juli dan Agustus, Bumi akan melewati aliran puing-puing ini. Saat itu, pecahan es dan debu memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan 130 ribu mil per jam.
Puing-puing tersebut menyebabkan udara di depannya terkompresi dan dipanaskan hingga ribuan derajat. Akibatnya, pada ketinggian antara sekitar 44 mil (70 km) dan 62 mil (100 km) di atas Bumi, pecahan batu dan es yang lebih besar meledak sebagai bola api yang terang.
Fragmen-fragmen puing yang lebih kecil dapat melintas lebih jauh ke atmosfer Bumi saat mereka diuapkan, dan kehancuran yang lebih bertahap ini meninggalkan garis-garis cahaya yang lebih panjang di belakangnya. Inilah yang kemudian dapat kita lihat dan dikenal dengan hujan meteor Perseid.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra