Menuju konten utama

Apa Itu PSHT: Sejarah Berdirinya dan Tujuan Organisasi

Mengetahui apa itu PSHT, bagaimana sejarah berdirinya, dan apa tujuannya.

Apa Itu PSHT: Sejarah Berdirinya dan Tujuan Organisasi
Ilustrasi PSHT. wikimedia Commons/fair use/arypst

tirto.id - PSHT atau Persaudaraan Setia Hati Terate adalah organisasi bidang olahraga yang dirintis oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada 1922.

Sejarah mengenai organisasi ini sudah dimulai semenjak masa penjajahan Belanda di Indonesia.

Dilansir dari laman psht.or.id, PSHT didirikan pertama kali di Madiun pada 1922. Pada awalnya, nama organisasi yang digunakan adalah Persaudaraan Setia Hati “Pemuda Sport Club”. Perubahannya menjadi PSHT baru terjadi pada 25 Maret 1951.

Dalam proses pembentukannya, Ki Hadjar Hardjo Oetomo tidak bergerak sendirian. Namun, terdapat beberapa nama yang tercatat memiliki kontribusi, misalnya RM Soetomo Mangkudjojo, Irsyad, Santoso Kartoatmodjo, RM Imam Koesoepangat, dan Tarmadji Budi Harsono.

Lantas, bagaimana sejarah lengkap berdirinya PSHT dan apa tujuan dari organisasi ini?

Sejarah Berdirinya PSHT

Sudah disebutkan bahwa Ki Hadjar Hardjo Oetomo memiliki kiprah penting dalam pendirian organisasi PSHT. Oleh karena itu, sejarah tentang dirinya tidak dapat dilepaskan dari proses pembentukan PSHT.

Berdasarkan catatan, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pernah belajar ilmu beladiri yang bernama “Ilmu Setia Hati”. Nama guru yang memberikannya pelajaran saat itu adalah Ki Ngabehi Soerodiwiryo.

Dengan kegigihannya, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada akhirnya mampu menguasai ilmu hingga diberikan gelar pendekar tingkat III. Berlandaskan gelar ini, pria kelahiran 1890 ini akhirnya memiliki tekad untuk menyebarkan ilmunya.

Terkait tujuannya, ia ingin menebarkan kebaikan dan keselamatan terhadap sesama manusia. Akan tetapi, perjalanannya diklaim tidak sempurna karena saat itu Belanda tengah melakukan kolonialismenya di Indonesia.

Kiprah mengenai terbentuknya PSHT terlihat ketika tahun 1922. Saat itu, ia masuk organisasi pergerakan nasional Syarikat Islam (SI) dan bertujuan untuk mengusir kolonialisme dari Indonesia.

Kendati ikut serta dalam organisasi SI, Ki Hadjar Hardjo Oetomo tidak melupakan tujuannya sebagai pendekar. Ia memanfaatkan waktu luang yang dimilikinya untuk memberikan pelajaran silat. Bahkan, ia berhasil membangun sebuah perguruan silat bernama SH Pencak Sport Club.

Perguruan ini ternyata tidak mampu bertahan lama karena Belanda sudah mengetahui gelagat pemberontakan yang ada di dibaliknya.

Kendati seperti itu, upaya ini tetap dijalankan secara lebih halus dengan menghilangkan kata “pencak”.

Ajaran ilmu Setia Hati akhirnya menyebar luas di berbagai daerah, misalnya Nganjuk, Jombang, Lamongan, Solo, hingga Yogyakarta. Walaupun begitu, pada 1925 Ki Hadjar Hardjo Oetomo ditangkap Belanda karena kejadian ini.

Ia dimasukkan ke dalam penjara Madiun. Di sana, siasat pemberontakan masih ada di dalam kepalanya hingga akhirnya ia dipindahkan lagi ke penjara Cipinang, Jakarta Timur. Terakhir, ia dipindahkan ke penjara Padang Panjang dan baru bebas setelah lima tahun mendekam di penjara.

Saat Jepang datang, tepatnya tahun 1942, Ki Hadjar Hardjo Oetomo mengganti nama SH Pemuda Sport Club menjadi SH Terate. Sejarah pun berlanjut ke waktu pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia, yakni pada 1948.

SH Terate di tahun tersebut sudah dikenal masyarakat Indonesia. Selanjutnya, pada 25 Maret 191, nama SH Terate diubah secara lengkap sebagai organisasi “Persaudaraan Setia Hati Terate”. Selain berkiprah sebagai pendiri PSHT, Ki Hadjar Hardjo Oetomo juga diakui sebagai pahlawan yang merintis kemerdekaan dari segala yang pernah diperjuangkannya.

Tujuan PSHT

Dalam organisasi, PSHT memiliki falsafah berupa “manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan, namun manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu setia kepada hatinya sendiri”.

Oleh karena itu, organisasi ini juga punya dasar prinsip yakni mendidik budi luhur manusia agar mengetahui apa yang benar dan apa yang salah.

Budi luhur yang dimaksud adalah wujud manusia yang dapat menciptakan rasa tentram, aman, damai, dan bahagia. Dengan begitu, tidak ada perasaan saling menyaingi satu sama lain dan hanya bertindak untuk melindungi yang lemah.

Secara garis besar, tujuan menciptakan manusia berbudi luhur tersebut dibedakan menjadi empat aspek berikut:

1. Berbudi luhur kepada Tuhan

2. Berbudi luhur kepada orang tua dan guru

3. Berbudi luhur kepada diri sendiri

4. Berbudi luhur kepada semua makhluk.

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yandri Daniel Damaledo