Menuju konten utama

Apa Itu Parosmia & Gejala COVID-19 Terbaru yang Perlu Diwaspadai?

Apa itu parosmia, gejala long COVID-19 terbaru yang perlu diwaspadai para pasien Corona.

Apa Itu Parosmia & Gejala COVID-19 Terbaru yang Perlu Diwaspadai?
Ilustrasi Parosmia. foto/istockphoto

tirto.id - Gejala long COVID yang dialami para pasien Covid-19 salah satunya adalah parosmia, karena penderita melaporkan mencium bau amis ikan, bau belerang dan rasa terbakar saat gejala virus lebih lanjut muncul.

Dikutip News Sky, kehilangan penciuman adalah gejala baru virus Corona, tetapi beberapa pasien yang mengalami long COVID mendeteksi bau tak sedap selama berbulan-bulan setelah tertular virus ini.

Efek samping yang tidak biasa ini dikenal sebagai parosmia, yang berarti distorsi penciuman dan mungkin memengaruhi kaum muda dan petugas kesehatan secara tidak proporsional.

Ahli bedah telinga, hidung dan tenggorokan (THT) di Inggris Profesor Nirmal Kumar menyebut gejala parosmia sangat aneh dan sangat unik.

Prof Kumar juga termasuk di antara petugas medis pertama yang mengidentifikasi anosmia, yakni hilangnya penciuman sebagai indikator gejala virus corona baru pada bulan Maret lalu.

Menurutnya, di antara ribuan pasien yang dirawat karena anosmia jangka panjang di seluruh Inggris, beberapa mengalami parosmia di mana pasien mengalami halusinasi penciuman

"Artinya indra penciuman terdistorsi, dan sayangnya, sebagian besar tidak menyenangkan," ujarnya.

Dilansir Healthline, parosmia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kesehatan yang mengganggu indra penciuman.

Jika menderita parosmia, seseorang mungkin mengalami kehilangan intensitas aroma, yang berarti tidak dapat mendeteksi seluruh aroma di sekitarnya.

Terkadang parosmia menyebabkan hal-hal yang Anda temui setiap hari tampak seperti memiliki bau yang kuat dan tidak menyenangkan.

Parosmia terkadang disalahartikan dengan kondisi lain yang disebut phantosmia, yang menyebabkan seseorang mendeteksi bau tertentu saat tidak ada aroma tersebut.

Parosmia berbeda karena orang yang mengidapnya dapat mendeteksi bau yang ada, tetapi baunya "salah" dideteksi. Misalnya, bau harum dari roti yang baru dipanggang mungkin berbau menyengat dan busuk, bukan yang halus dan manis.

Orang-orang mengalami berbagai macam parosmia karena berbagai alasan berbeda. Dalam kasus yang paling parah, parosmia dapat menyebabkan Anda merasa sakit secara fisik saat otak mendeteksi bau yang kuat dan tidak menyenangkan.

Gejala Parosmia

Sebagian besar kasus parosmia menjadi jelas setelah seseorang sembuh dari infeksi. Tingkat keparahan gejala bervariasi dari kasus ke kasus.

Jika menderita parosmia karena long COVID, gejala utama parosmia adalah merasakan bau busuk yang terus-menerus, terutama saat ada makanan.

Penderitanya mungkin juga mengalami kesulitan mengenali atau memperhatikan beberapa bau di lingkungan sekitar, akibat kerusakan neuron penciumannya.

Aroma yang tadinya dianggap menyenangkan sekarang mungkin menjadi sangat kuat dan tak tertahankan. Jika mencoba makan makanan yang baunya tidak enak, Anda mungkin merasa mual saat makan.

Penyebab Parosmia

Parosmia biasanya terjadi setelah neuron pendeteksi aroma atau indra penciuman telah rusak karena virus atau kondisi kesehatan lainnya.

Neuron-neuron ini melapisi hidung dan memberi tahu otak cara menafsirkan informasi kimiawi yang membentuk bau. Kerusakan neuron ini mengubah cara bau mencapai otak Anda.

Bola olfaktorius di bagian bawah depan otak Anda menerima sinyal dari neuron-neuron ini dan memberi sinyal pada otak tentang aroma: apakah itu menyenangkan, memikat, membangkitkan selera, atau busuk. Umbi penciuman ini bisa rusak, yang bisa menyebabkan parosmia.

Baca juga artikel terkait PAROSMIA ADALAH atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Agung DH