Menuju konten utama

Apa itu Cancel Culture: Pengertian dan Contohnya

Cancel culture berasal dari istilah slang yang relatif tidak jelas "cancel", mengacu pada ungkapan putus dengan seseorang (lagu 1980-an).

Apa itu Cancel Culture: Pengertian dan Contohnya
Ilustrasi Cancel Culture. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ungkapan "cancel culture" berasal dari istilah slang yang relatif tidak jelas "cancel", mengacu pada ungkapan putus dengan seseorang, yang digunakan dalam lagu tahun 1980-an.

Istilah ini kemudian dirujuk dalam film dan televisi dan kemudian berkembang serta mendapatkan daya tarik di media sosial.

Selama beberapa tahun terakhir, cancel culture telah menjadi gagasan yang acap kali diperdepatkan dalam wacana politik.

Apa Itu Cancel Culture?

Ada banyak perdebatan tentang apa artinya, termasuk apakah itu cara untuk meminta pertanggungjawaban orang, taktik untuk menghukum orang lain secara tidak adil, atau campuran keduanya. Bahkan beberapa berpendapat bahwa cancel culture itu tidak ada.

Cancel culture terdapat dalam konsep Habermas tentang ruang publik yang menganggap wacana publik adalah ranah elit (1962), demikian dalam Jurnal Communication and the Public.

Cancel culture berasal dari banyak bentuk wacana publik online dan offline di ruang publik.

Cancel culture mengacu pada penolakan individu melalui pengaduan online yang mengakibatkan pengucilan dan mempermalukan orang.

Elemen aktif cancel culture sebagai peristiwa adalah di mana organisasi menyensor, memecat, atau mendorong selebritas atau rakyat jelata untuk mengundurkan diri setelah melanggar norma sosial, adat istiadat, dan hal tabu, demikian sebagaimana dilansir Jurnal First Monday, Volume 26, Number 7-5 Juli 2021.

Cancel culture adalah ekspresi hak pilihan, dalam hal ini adalah pilihan untuk menarik perhatian dari seseorang atau sesuatu tindakan atau ucapan ofensif.

Menarik perhatian maksudnya adalah tindakan yang tidak lagi menganggap kehadiran dari seseorang atau sesuatu.

Untuk lebih memahami bagaimana pandangan publik tentang konsep cancel culuture, Pew Research Center meminta orang Amerika pada September 2020 untuk berbagi pandangan dengan kata-kata mereka sendiri tentang cancel culture.

Hasilnya, survei tersebut menemukan bahwa pandangan masyarakat sangat terpecah, termasuk mengenai arti dari frasa tersebut.

Tanggapan yang paling umum sejauh ini berpusat di sekitar akuntabilitas.

Sekitar 49% dari mereka yang akrab dengan istilah itu mengatakan dengan menggambarkan cancel culture sebagai tindakan yang dilakukan orang untuk meminta pertanggungjawaban orang lain.

Sebagian kecil yang menyebutkan akuntabilitas dalam definisi mereka juga membahas bagaimana tindakan ini salah tempat, tidak efektif atau sangat kejam.

Sekitar 14% orang dewasa yang telah mendengar setidaknya cukup banyak tentang cancel culture menggambarkannya sebagai bentuk penyensoran, seperti pembatasan kebebasan berbicara atau penghapusan sejarah.

Ini juga serupa dengan 12% lainnya yang mencirikan cancel culture sebagai serangan kejam yang digunakan untuk menyakiti orang lain.

Lima deskripsi berbeda lainnya dari istilah cancel culture juga muncul dalam tanggapan orang Amerika: orang membatalkan siapa pun yang tidak mereka setujui, konsekuensi bagi mereka yang telah ditantang, serangan terhadap nilai-nilai tradisional Amerika, cara untuk menyebut isu-isu seperti rasisme atau seksisme, atau gambaran yang salah tentang tindakan orang.

Sekitar satu dari sepuluh atau kurang menggambarkan frasa dalam setiap cara ini.

Ada beberapa perbedaan partisan dan ideologis yang menonjol dalam apa yang diwakili oleh istilah cancel culture.

Sekitar 36% dari Partai Republik konservatif yang pernah mendengar istilah itu menggambarkannya sebagai tindakan yang diambil untuk meminta pertanggungjawaban orang, dibandingkan dengan kira-kira setengah atau lebih dari Partai Republik moderat atau liberal (51%), Demokrat konservatif atau moderat (54%) dan Demokrat liberal (59%).

Partai Republik Konservatif yang pernah mendengar istilah itu lebih mungkin dibandingkan kelompok partisan dan ideologis lainnya untuk melihat cancel culture sebagai bentuk penyensoran.

Sekitar seperempat dari Partai Republik konservatif yang akrab dengan istilah tersebut (26%) menggambarkannya sebagai penyensoran, dibandingkan dengan 15% dari Partai Republik moderat atau liberal dan kira-kira satu dari sepuluh atau lebih sedikit Demokrat, terlepas dari ideologinya.

Partai Republik Konservatif yang menyadari frasa ini juga lebih mungkin daripada kelompok partisan dan ideologis lainnya untuk mendefinisikan cancel culture sebagai cara bagi orang untuk membatalkan siapa pun yang tidak mereka setujui (15%) atau sebagai serangan terhadap masyarakat tradisional Amerika (13%).

Baca juga artikel terkait CANCEL CULTURE atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dhita Koesno