tirto.id - Pemerintah Arab Saudi bakal menghukum mati 3 warganya hanya gara-gara menolak penggusuran rumah yang terkena imbas mega proyek NEOM.
Berita itu disampaikan dalam laporan OHCHR (The Office of the High Commissioner for Human Rights) sebagai Komisaris Tinggi PBB untuk urusan HAM (Hak Asasi Manusia) pada 3 Mei 2023.
Ketiga warga ini dituduh terlibat "dalam aksi terorisme" lantaran menolak penggusuran paksa atas nama pembangunan proyek NEOM.
Selain itu, Arab Saudi juga memenjarakan beberapa warga dengan lama kurungan mencapai puluhan tahun akibat kasus yang sama. Sedangkan satu warga lokal meninggal selama masa penggusuran.
Fakta-fakta Arab Saudi Hukum Mati 3 Warga
Berikut adalah fakta-fakta menarik yang terkait dengan rencana Arab Saudi eksekusi 3 warganya karena tolak proyek NEOM:
- 3 Warga Suku Howeitat Dihukum Mati
Dalam laporan PBB, 3 nama warga Arab Saudi yang dihukum mati ialah Shadly Ahmad Mahmoud Abou Taqiqa al-Huwaiti, Ibrahim Salih Ahmad Abou Khalil al-Huwaiti, serta Atallah Moussa Mohammed al-Huwaiti.
Mereka berasal dari suku Howeitat di Arab Saudi. Hukuman sudah dijatuhkan pada 5 Agustus 2022 dan diperkuat melalui Pengadilan Banding Pidana Khusus pada tanggal 23 Januari 2023.
- Alasan Arab Saudi Hukum Mati Warganya
Masih berdasarkan laporan para ahli PBB, Shadly Ahmad, Ibrahim Salih, dan Atallah Moussa dihukum mati karena menolak penggusuran paksa atas nama proyek NEOM atau kota linier dengan panjang 170 km yang disebut "The Line".
NEOM merupakan proyek pengembangan kota pintar futuristik yang pendanaannya berasal dari Dana Investasi Publik Saudi dan disebut-sebut menjadi kota masa depan Arab Saudi yang menghadap langsung ke arah negara Mesir di Afrika.
- 3 Warga Dihukum Penjara Puluhan Tahun
Selain 3 warga dihukum mati, Arab Saudi juga telah menghukum 3 penduduk yang berasal dari suku Howeitat dengan lama kurungan mencapai puluhan tahun.
Mereka yang masuk penjara ialah Abdelnasser Ahmad Mahmoud Abou Taqiqa al-Huwaiti (lama penjara 27 tahun), Mahmoud Ahmad Mahmoud Abou Taqiqa al-Huwaiti (lama penjara 35 tahun) dan Abdullah Dakhilallah al-Huwaiti (lama penjara 50 tahun).
"Di bawah hukum internasional, negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati hanya dapat memberlakukan hukuman mati untuk 'kejahatan yang paling serius', yang melibatkan pembunuhan yang disengaja. Kami tidak yakin tindakan yang dipermasalahkan memenuhi ambang batas ini," kata para ahli PBB.
- Arab Saudi Usir Suku Howeitat dari Rumah
Pihak otoritas Arab Saudi melakukan sejumlah tindakan untuk mengusir anggota suku Howeitat dari rumahnya dan tanah adat di desa Al Khuraiba, Sharma, dan Gayal demi sukseskan proyek NEOM.
Hal ini sudah dilakukan sejak Januari 2020. Mereka diberitakan sempat berjanji memberikan kompensasi, namun rumah warga yang digusur justru dihancurkan tanpa imbalan.
Satu orang warga lokal, yakni Abdul Rahim bin Ahmed Mahmoud Al Huwaiti, meninggal dunia setelah dibunuh Pasukan Khusus Arab Saudi di rumahnya sendiri.
"Mengingat situasi yang ada, kami tidak dapat menganggap bahwa persyaratan konsultasi dan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan dari masyarakat Howeitat di tiga desa tersebut telah terpenuhi," ujar pernyataan OHCHR.
"Sebaliknya, tindakan-tindakan ini jelas merupakan penggusuran paksa, yang dilarang oleh hukum internasional sebagai pelanggaran hak atas perumahan yang layak. Tindakan ini juga merupakan pelanggaran yang sangat nyata terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi," lanjut mereka.
- PBB Desak Moratorium Hukuman Mati di Arab Saudi
Melalui kesempatan yang sama, para ahli PBB mendesak segera dilakukan moratorium hukuman mati terhadap warga Arab Saudi.
Selain itu, mereka meminta pemerintah setempat untuk menghormati instrumen hak asasi manusia termasuk 2 Kovenan Internasional serta mengizinkan masuknya pengawasan dari luar.
Para ahli PBB mengaku sudah menghubungi pemerintah Arab Saudi, Dana Investasi Publik Saudi, Perusahaan Neom, dan 18 perusahaan asing serta kawasan yang terkait dengan masalah ini.
Penulis: Beni Jo
Editor: Alexander Haryanto