tirto.id - Selasa (12/2/2019) seperti akan jadi hari yang buruk bagi seorang Angel Di Maria. Saat baru turun dari bus tim PSG yang membawanya ke Old Trafford, nyaris semua orang berbaju merah meneriakinya bak tahanan yang merugikan negara sampai ratusan miliar.
Situasi makin tak memihak saat perlakuan yang sama diterimanya begitu laga MU vs PSG dalam leg pertama 16 besar Liga Champions dimulai. Sejak pertama kali kakinya menyentuh bola, teriakan ‘boo’ dari suporter Setan Merah rutin menggema.
Maka jangan heran, sepanjang laga malam tadi suporter MU di Old Trafford terhitung 44 kali meneriakkan ‘boo’ ke telinga Di Maria, karena sebanyak itu pula dirinya mendapat kesempatan menyentuh bola.
"Dia [Di Maria] mendapat teriakan bahkan sebelum pemanasan di pinggir lapangan. Rupanya suporter MU mengawali ini semua begitu dini,” kata jurnalis Perancis, Julien Laurens dalam siaran langsungnya di BBC Radio 5.
Kebencian terhadap Di Maria sebenarnya hal yang lumrah dalam panasnya panggung sepakbola Eropa. Sejarah mencatat Dani Alves pernah jadi bahan olok-olok dan dilempari pisang oleh suporter Villareal saat masih memperkuat Barcelona. Atau yang lebih ekstrem, cemoohan yang dirasakan Ilkay Gundogan dari suporternya sendiri dalam sebuah uji coba Timnas Jerman tahun lalu.
Pendukung sebuah klub memang selalu punya alasan untuk membenci seorang pemain sampai ke urat nadi. Entah itu rasisme seperti yang dirasakan Alves atau faktor kekecewaan yang dialami suporter Jerman pada Gundogan.
Begitu pula dalam kasus Di Maria. Pemain berkebangsaan Argentina itu sempat mencicipi rasanya mengenakan kostum kebanggaan Setan Merah. Namun, ia jadi salah satu orang paling dibenci fans MU sejak detik pertama mengumumkan kepindahan dari Old Trafford ke PSG.
Sumbu kebencian itu muncul saat Di Maria mengumumkan ia akan tes medis dengan PSG hanya beberapa pekan setelah mengatakan "akan berjuang untuk merebut satu tempat di starting line-up MU."
Perkataan itu dinilai menjilat ludah sendiri, terutama mengingat Di Maria didatangkan MU dari Real Madrid dengan banderol yang tidak murah, 59,7 juta poundsterling. Ditambah, Di Maria kerap menyindir mantan klubnya itu sejak meninggalkan Old Trafford.
"Saya telah meninggalkan klub itu dan cara bermain mereka sama saja, saya pergi bukan saja untuk mencari kebahagiaan, tapi juga untuk memenangkan sesuatu," ujar Di Maria pada suatu momen, saat MU tampil buruk dua musim lalu.
Di Maria juga terbilang gagal menunjukkan kelayakannya dilabeli pemain mahal. 27 kali main untuk MU selama semusim, ia cuma mengemas tiga gol. Kendati mampu memberikan 10 assist, tetap saja kontribusi itu dinilai tak sepadan dengan harga sang pemain.
Semua Ada Batasnya
Puncak kesengsaraan Di Maria dalam laga MU vs PSG terjadi pada menit 39, saat di sudut kanan pertahanan MU ia didorong dengan brutal oleh Ashley Young hingga menabrak pagar pembatas tribun. Pada momen itu, perisakan suporter MU mencapai volume tertinggi dan jelas, siapa pun yang berada di posisi Di Maria terlihat manusiawi untuk menangis.
Di Maria sempat kesakitan di pinggir lapangan, namun ia belum habis. Ia bahkan membuktikan semua perundungan yang diterima di atas lapangan bisa berbalik 180 derajat. Dan itu semua benar-benar terbukti.
Secara statistik Di Maria bukan pemain paling dominan. Di laga MU, ia cuma mencatatkan 27 umpan. Angka ini kalah banyak jika dibandingkan pemain lain yang punya peran serupa dengannya, Julian Draxler (55).
Namun, kebintangan Di Maria selama 90 menit tak perlu dipertanyakan. Pemain yang juga sempat memperkuat Real Madrid itu mencatatkan tiga umpan kunci (key pass), atau dengan jumlah terbanyak jika dibandingkan 21 pemain lain yang bergerak di atas lapangan.
Di atas semua itu, kebintangan Di Maria benar-benar terlihat dalam sumbangan dua assist yang menentukan kemenangan 0-2 Les Parisiens atas Setan Merah.
Umpan sepak pojoknya pada menit 53 yang berujung gol Presnel Kimpembe membuktikan kemampuan olah bola mati Di Maria belum habis. Sementara umpan silangnya tujuh menit berselang yang menghasilkan gol Kylian Mbappe menegaskan Di Maria memang layak jadi rekan setim Lionel Messi di timnas Argentina.
Performa itu juga mengantarkan Di Maria diganjar gelar man of the match alias pemain terbaik. Dalam statistiknya, Whoscored bahkan memberikan nilai tertinggi, yakni 8,1 untuk Di Maria.
Maka, manusiawi jika Di Maria berani berteriak "fuck off, fuck off, puta, fuck off" ke arah suporter tuan rumah usai timnya unggul, atau berlagak meminum bir yang dilempar suporter MU pada menit 54.
"Saya bisa memahami rasa frustasinya [Di Maria]. Tidak menyenangkan diteriaki di kandang lama Anda ketika Anda mungkin tidak merasa melakukan sesuatu yang salah. Saya pikir Di Maria tidak mengharapkan itu," kata Laurens dalam siarannya.
Tak cuma Laurens, eks pemain MU, Phil Neville mengatakan dirinya paham rasa frustasi yang ingin diluapkan Di Maria setelah klubnya memimpin atas MU.
"Kami tidak melihat performa seperti ini dari Di Maria selama berada di bawah asuhan Louis van Gaal di MU. Dia saat ini jelas menikmati kunjungan ke Old Trafford. Dia tampil hebat," kata Neville yang jadi partner Laurens dalam siaran.
Sedangkan pelatih Di Maria di PSG, Thomas Tuchel menutup konferensi pers pascalaga MU vs PSG dengan pujian untuk pemakai kostum nomor punggung 11 itu.
"Dia [Di Maria] punya ujian berat di babak pertama. Tapi, dia sangat kompetitif. Jika Anda merendahkan Di Maria, itu sama sekali tidak akan membuatnya jadi pemain yang lebih lemah," tandasnya.
Editor: Mufti Sholih