tirto.id - Pengamat politik Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya mengkaji penyebab PDIP yang hingga kini belum menentukan calon gubernur (cagub) di Pilkada Jabar 2018. Menurutnya, ini karena tidak ada kader yang cukup mumpuni dan terjadi hubungan yang tidak mulus antara PDIP dengan Ridwan Kamil.
“Tidak ada kader yang cukup memumpuni, sehingga proses akan lebih lama, karena mau tidak mau harus menjaring kader partai lain atau sosok tidak berpartai yang kemudian bisa diajukan,” kata Yunarto, Senin (27/11/2017).
Selain itu, hubungan PDIP dengan Ridwan Kamil juga menjadi salah satu penyebab partai itu belum menentukan calonnya di Pilgub Jabar 2018. Menurut Yunarto, hal itu terjadi ketika rencana awal PDIP dengan Ridwan Kamil tidak berjalan dengan mulus.
“Harus diakui dalam sejarah, sepertinya antara PDIP dengan Ridwan Kamil tidak mulus prosesnya, yang saya tidak tahu ada masalah apa. Kemudian saya pikir letak persimpangan awalnya di situ,” kata Yunarto.
Yunarto menilai PDIP sulit menemukan sosok yang memiliki kekuatan untuk mengalahkan Ridwan Kamil. Hal itu membuat PDIP menjadi sulit untuk bergerak.
“Ridwan Kamil adalah sosok yang elektabilitasnya masih tertinggi, itu yang menyebakan PDIP sulit menemukan dalam waktu cepat, sosok yang tidak ada dalam tubuh PDIP yang memiliki kekuatan untuk mengalahkan Ridwan Kamil,” kata dia.
Yunarto mengatakan ada dua peluang besar untuk PDIP di Pilgub Jabar 2918. PDIP mengusung kadernya untuk menjadi wakil atau mempertimbangkan untuk mengusung Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi.
“Kemungkinan terbesar untuk PDIP adalah mengusung wakil, atau kemungkinan kedua bila misalnya Dedi Mulyadi keluar dari Golkar kemudian berkomitmen pindah menjadi kader PDIP,” kata Yunarto.
Langkah cepat Partai Demokrat mengusung Dedi Mizwar di Jabar menurutnya juga membuat ruang gerak PDIP menjadi lebih sulit.
Namun, dibandingkan dengan Gerindra, PDIP dinilai masih mempunyai ruang gerak saat ini. PDIP masih mempunyai peluang besar di Pilkada Jabar dengan mengusung Dedi Mulyadi.
“Otomatis sosok kuat yang bisa diajukan ya hanya tinggal Dedi mulyadi, itu menutup ruang gerak PDIP untuk memiliki lebih banyak pilihan, walaupun ruang gerak masih ada dibandingkan dengan Gerindra,” kata Yunarto.
Mengingat tinggal PDIP dan Gerindra saja yang belum menyatakan dukungannya kepada calon gubernur dan wakil gubernur di Pilgub Jabar. Yunarto mengatakan, sedikit kemungkinan untuk PDIP berkoalisi dengan Gerindra.
Hal itu mungkin saja terjadi di Pilkada Jabar, menurut Yunarto. Namun, ada kepentingan besar tahun 2019 untuk masing-masing partai karena Jawa Barat menjadi salah satu kunci penentu kemenangan.
“Untuk ukuran Jawa Barat, agak sulit berharap itu terjadi [koalisi PDIP dengan Gerindra] karena ada kepentingan besar tahun 2019 di masing-masing partai dan kita ketahui Jawa Barat ini salah satu kunci yang akan menjadi penentu kemenangan,” terangnya.
Yunarto menambahkan tidak menguntungkan bagi salah satu partai bila terjadi koalisi PDIP dengan Gerindra.
“Saya pikir begini, perlu berpikir seribu kali untuk bergabungnya PDIP dan Gerindra karena otomatis akan menempatkan Gerindra di pihak nomor kedua, misalnya, yang akan menguntungkan bagi Jokowi,” ujar Yunarto.
Yunarto menambahkan hal yang sama terjadi dengan PDIP. “Begitu juga dengan PDIP mengingat ada kepentingan besar di Jawa Barat di tahun 2019 yang tidak mungkin mempertemukan mereka,”
Penulis: Nashihah Ayli
Editor: Yuliana Ratnasari