Menuju konten utama

Anak-Anak Masyarakat Adat Pubabu Trauma Akibat Intimidasi Polisi

"Sampai sekarang anak-anak kami menangis terus," kata Selan.

Anak-Anak Masyarakat Adat Pubabu Trauma Akibat Intimidasi Polisi
Ilustrasi Kekerasan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Warga Pubabu, Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Matheda Esterina Selan mengatakan, anak-anak di Besipae saat ini masih mengalami trauma mendalam. Penyebabnya, tindakan intimidatif dari Polisi Pamong Praja dan Brimob Polri, Selasa (18/8/2020).

"Sampai sekarang anak-anak kami menangis terus. Mereka mengalami trauma yang berat karena tindakan aparat di Besipae," kata Selan ketika dihubungi, Jumat (21/8/2020).

Selasa lalu, kata Matheda, Polisi Pamong Praja dan Brimob Polri melakukan tindakan intimidatif dan menembakkan gas air mata ke kerumunan warga Besipa. Di antara warga itu, terdapat bayi yang berusia dua, tiga, dan tujuh bulan. Serta anak-anak usia PAUD dan SD.

"Tembakan gas air mata itu dilakukan tiga kali dan yang terakhir persis di samping tempat kami berkumpul bersama anak-anak," kata ibu dari tiga orang anak itu.

Sedangkan Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT Zeth Sony Libing mengklaim, tak ada tindakan kekerasan saat yang dilakukan Polisi Pamong Praja dan Brimob Polri. Pemerintah daerah memang meminta warga menempati rumah baru usai melakukan penggusuran.

"Apa yang dilakukan aparat keamanan hanya shock therapy untuk membangunkan masyarakat agar bersedia menempati rumah yang sudah dibangun pemerintah," kata Libing.

Peristiwa intimidasi itu terjadi saat masyarakat adat Pubabu, menolak keinginan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengosongkan pemukimannya. Dampak penolakan tersebut, maka Masyarakat adat Pubabu mengalami tindakan kekerasan dan penggusuran dari tanah leluhur yang mereka huni.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan, institusinya telah menerima aduan dari masyarakat adat tersebut. Komnas HAM mengecam tindakan polisi itu.

"Berdasarkan keterangan saksi dan korban, terdapat dugaan adanya kekerasan, upaya paksa, dan pelanggaran HAM dalam proses pengosongan pemukiman mereka,” kata Beka Ulung Hapsara, saat menghadiri konferensi pers, Kamis (13/08/2020).