tirto.id - Gempa vulkanik dari Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali masih menunjukkan fluktuasi dalam jumlah yang tinggi. Hal tersebut berdasarkan catatan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
“Dalam 12 hari terakhir tidak ada akselerasi atau percepatan tetapi masih fluktuasi dalam jumlah yang tinggi,” ungkap Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Jawa Timur PVMBG Devy Kamil di Pos Pengamatan Gunung Agung, Karangasem, Bali, Jumat (6/10/2017), seperti dilansir dari Antara.
Menurutnya, dalam kurun waktu 24 jam terakhir aktivitas kegempaan vulkanik dalam maupun dangkal di gunung yang memiliki ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut itu rata-rata mencapai 800 kali.
Menurutnya, dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belum ada tanda-tanda penurunan aktivitas vulkanik yang ditunjukkan gunung api itu.
“Magma masih terus bergerak, berusaha mencari celah untuk keluar,” tambahnya.
Berdasarkan pengamatan visual yang saat ini dilakukan dari pos pengamatan di Desa Rendang, terlihat gas solfatara tipis pada ketinggian 50 hingga 200 meter dari puncak kawah.
Pada 1 Oktober 2017 PVMBG mengungkapkan perubahan yang terjadi pada tubuh Gunung Agung secara tiba-tiba yakni mengempis namun kembali mengembung atau mengalami inflasi hingga saat ini berdasarkan pengamatan deformasi.
Pengamatan deformasi atau bentuk tubuh itu dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama tiltmeter dan digunakan untuk mengukur deformasi gunung yang berfungsi mendeteksi pengembangan atau pengempisan tubuh gunung.
Sementara itu terkait aktivitas seismik Gunung Agung, PVMBG mencatat pukul 06.00 hingga 12.00 WITA, jumlah gempa vulkanik dangkal mencapai 69 kali, sedangkan vulkanik dalam 147 kali serta tektonik lokal 22 kali. Selain itu, PVMBG juga mencatat tektonik jauh sebanyak satu kali dengan durasi 86 detik.
Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi PVMBG Gede Suantika mengatakan, dengan aktivitas yang cenderung masih tinggi tersebut kemungkinan erupsi masih lebih besar. Meski demikian, kemungkinan gunung tidak jadi meletus juga bisa terjadi.
Gede menyebutkan pengalaman darurat Gunung Gede di Jawa Barat sekitar tahun 1990 hingga 1991 yang tidak meletus meskipun saat itu dalam fase kritis.
“Waktu itu sudah level kritis dan evakuasi warga tiba-tiba tidak jadi meletus karena gempa menurun,” tutupnya.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo