Menuju konten utama

AJI: Jangan Jadikan Wartawan Sebagai Sasaran Kekerasan

Apabila ada sengketa terkait pemberitaan, terdapat langkah-langkah yang bisa dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Pers.

AJI: Jangan Jadikan Wartawan Sebagai Sasaran Kekerasan
Sejumlah jurnalis menggelar aksi solidaritas menentang kekerasan terhadap jurnalis di Surabaya, Jawa Timur, Senin (3/10/2016). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

tirto.id - Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono, meminta kepada seluruh pihak untuk tidak menjadikan pekerja media atau wartawan sebagai sasaran kemarahan. Hal tersebut dikatakan Suwarjono terkait terjadinya beberapa tindak kekerasan terhadap sejumlah jurnalis yang tengah meliput demo 4 November 2016 lalu.

"Semua pihak harus memahami kerja jurnalis sebagai mata dan telinga publik. Jurnalis bekerja dilindungi undang-undang,” tegas Suwarjono, Minggu (5/11/2016).

Suwarjono menambahkan, apabila terdapat perselisihan terkait pemberitaan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Pers yang berlaku. “Semua hal menyangkut sengketa pemberitaan, ada mekanisme sebagaimana diatur UU Pers,” tandasnya.

“Bisa menempuh hak jawab, hak koreksi hingga mengadukan ke Dewan Pers bila pihak yang bersengketa belum menemukan titik temu. Oleh karena itu, stop menjadikan jurnalis sebagai sasaran kemarahan," imbaunya.

Dalam demonstrasi pada 4 November 2016 lalu, AJI menemukan tindak kekerasan yang dilakukan terhadap setidaknya tiga jurnalis televisi. Salah satunya adalah aksi pengusiran terhadap kru liputan dari sebuah stasiun televisi oleh peserta demo di Jakarta dengan tudingan keberpihakan terhadap pihak tertentu. Kejadian serupa juga terjadi di Medan, Sumatera Utara.

AJI juga mencatat adanya pelemparan batu yang mengarah kepada rombongan jurnalis yang sedang turut meliput insiden kericuhan demo 4 November 2016 di Jakarta. "Artinya, sejak awal ada suasana kebencian pada media yang dibangun. Ini gejala buruk yang merusak kebebasan pers di Indonesia," kata Suwarjono.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi AJI, Iman D. Nugroho, menegaskan adanya ketentuan pidana bagi pihak-pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalistik, sebagai mana diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

"Siapa pun yang menghalang-halangi, diancam hukuman dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah. Ini tidak main-main. Bila hal ini dibiarkan, maka di kemudian hari akan muncul rangkaian peristiwa serupa, yang pada ujungnya menjadikan jurnalis sebagai sasaran kemarahan," kata Iman D. Nugroho.

Sebaliknya, AJI juga mengimbau kepada media untuk independen dan selalu menjaga obyektivitas dalam pemberitaan serta melaksanakan Kode Etik Jurnalistik dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistiknya.

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Hukum
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Iswara N Raditya