Menuju konten utama
Liga Champions 2019

Ada Motif Uang di Balik Misi Liverpool Kalahkan Bayern di UCL

Jurgen Klopp menegaskan, uang juga menjadi salah satu hal di balik motivasi Liverpool lolos lebih jauh di Liga Champions.

Ada Motif Uang di Balik Misi Liverpool Kalahkan Bayern di UCL
Pemain Liverpool Roberto Firmino, kiri, merayakan gol dengan rekan satu timnya Liverpool Fabinho, atas, dan Liverpool Mohamed Salah, kanan, di Anfield di Liverpool, Inggris. Foto AP / Rui Vieira

tirto.id - Manajer Liverpool, Jurgen Klopp, menyebut timnya harus lolos ke babak 8 besar Liga Champions 2018/2019. Bahkan melaju sejauh mungkin di kompetisi elite benua Eropa itu. Alasannya, bukan hanya semata-mata demi prestasi, tetapi juga demi keuangan klub.

Sebab, jika Liverpool tersingkir lebih awal, maka bisa jadi mereka tidak terlalu kompetitif secara finansial musim depan.

"[Liga Champions] Ini adalah kompetisi tempat membuang uang, dan kami harus berada di dalamnya selama mungkin karena kami harus memperbaiki situasi [keuangan] klub," ungkap Klopp dikutip Guardian pada Selasa (12/3/2019).

Liga Champions Sebagai Sumber Uang

Dikutip dari situs resmi UEFA, Liga Champions memang menghadirkan hadiah istimewa untuk tim-tim yang terlibat.

Pada musim 2018/2019, tim yang tampil di penyisihan grup memperoleh 15,25 juta euro (Rp245,6 miliar). Kemenangan di babak tersebut dinilai hadiah 2,7 juta euro (Rp43,5 miliar), sedangkan hasil seri dihargai 900.000 euro (Rp14,5 miliar). Jumlah ini akan bertambah seiring makin jauhnya tim tersebut menembus fase di Liga Champions, belum ditambah kompensasi dari market pool.

Klopp mengakui hal tersebut. Ia menuturkan, "Ketika kami lolos [dari fase grup] dengan mengalahkan Napoli [pada bulan Desember 2018], saya tidak yakin berapa nilainya [yang kami dapat] tetapi itu adalah [jumlah] uang yang banyak dalam satu pertandingan."

Namun, Klopp juga menegaskan, uang yang dicari Liverpool adalah uang yang mereka dapatkan berdasarkan hasil prestasi mereka sendiri. Oleh karena itu, Liverpool tidak lantas semata-mata hanya membidik uang. Menembus babak yang lebih jauh, setara dengan menambah uang lebih banyak lagi.

“Bukannya kami meminta kepada orang-orang, ‘Apakah Anda punya uang?' Kami mendapatkan sebagian besar uang untuk diri kami sendiri dengan sepak bola yang kami mainkan. Itulah tepatnya yang dapat Anda lakukan di Liga Champions,” ujar mantan pelatih Borussia Dortmund tersebut.

Untuk mencapai 8 besar Liverpool harus bisa melewati Bayern Munchen pada Kamis (14/3/2019). Situasi memang rumit karena di leg pertama yang digelar di Anfield, kedudukan 0-0 tercipta. Namun, Klopp menegaskan, timnya siap bersaing.

"Jika kami bertahan di kompetisi ini, jika kami menang besok malam, jika kami layak lolos, jika kami memainkan sepak bola yang baik, itu bisa mengubah dunia bagi kami,” katanya seperti dikutip Sky Sport.

Banyak Uang, Banyak Belanja

Pada musim 2017/2018, Liverpool memecahkan rekor dunia untuk keuntungan terbesar yang didapatkan oleh sebuah klub sepak bola sebelum dipotong pajak. Keuntungan mereka kala itu mencapai 125 juta paun (Rp2,3 triliun), melampaui keuntungan 92,5 juta paun (Rp1,7 triliun) yang dibuat Leicester City pada musim 2016/2017.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan keuntungan sebesar itu. Salah satu di antaranya adalah penjualan Philippe Coutinho ke Barcelona dengan angka 142 juta paun (Rp2,6 triliun). Sementara itu, keberhasilan menembus final Liga Champions musim lalu, membuat The Reds mendapatkan uang sejumlah 72 juta paun (Rp 1,3 triliun).

Dengan keuntungan besar itu, Liverpool punya kesempatan untuk mendatangkan pemain-pemain berkualitas dengan harga mahal ke Anfield. Musim ini mereka membeli Alisson dari AS Roma dengan biaya 66,8 juta paun (Rp1,2 triliun). Alisson sempat menjadi kiper dengan rekor transfer termahal sebelum posisinya digeser oleh Kepa Arrizabalaga.

Selain itu, Liverpool juga menarik Naby Keita dari RB Leipzig, Fabinho dari AS Monaco, dan Xherdan Shaqiri dari Stoke City. Total nilai transfer kubu Anfield pada musim panas ini tidak kurang dari 167 juta paun (Rp3,1 triliun).

Pengaruhnya juga efektif untuk perbaikan kinerja tim. Musim lalu, kelemahan Liverpool ada di sektor pertahanan. Mereka mengandalkan Loris Karius yang melakukan dua blunder fatal di final Liga Champions. Selain itu dari 33 penampilan di semua kompetisi, Karius terbobol 31 kali dan menjalani 16 laga clean sheet.

Sementara itu, musim ini, dari 37 kali tampil di Liga Inggris dan Liga Champions, Alisson kebobolan 24 kali dan mengalami clean sheet dalam 20 pertandingan.

Lebih Baik Dibandingkan Musim Lalu

Musim lalu, Liverpool memang menjadi finalis Liga Champions. Namun, mereka tersingkir di ronde keempat Piala FA dan ronde ketiga Piala Liga Inggris, ditambah hanya menjadi peringkat empat Liga Inggris.

Musim ini, Liverpool terhenti di ronde ketiga Piala FA dan Piala Liga Inggris. Namun, mereka masih hidup di Liga Champions, dan sementara masih di urutan kedua Liga Inggris, berjarak satu poin dari sang pemuncak Manchester City.

Satu perbaikan mencolok adalah di Liga Inggris. Musim lalu, pada pekan yang sama seperti saat ini, pekan ke-30, Liverpool menang 17 kali, seri 9 kali, dan kalah 4 kali. Mereka ada di urutan keempat, mencetak 68 gol dan kebobolan 34 kali.

Musim ini, dari 30 pertandingan, Liverpool meraih 22 kemenangan, 7 seri, dan 1 kekalahan. Perolehan gol sama persis, 68, tetapi mereka kebobolan 17 kali, atau hanya setengah dibandingkan musim 2017/2018. Selain itu, angka The Reds yang sementara ini mencapai 73, berarti 13 lebih banyak daripada periode yang sama musim lalu.

Perbaikan penting inilah yang selaras dengan ucapan Klopp jelang laga kontra Bayern Munchen, "Kami harus terus-menerus lolos ke Liga Champions. (Kompetisi) Itulah yang memberi kami uang untuk berkembang, untuk membuat langkah berikutnya, dan kemudian langkah berikutnya lagi."

Baca juga artikel terkait LIGA CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Permadi Suntama & Fitra Firdaus

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Permadi Suntama
Penulis: Permadi Suntama & Fitra Firdaus
Editor: Fitra Firdaus