Menuju konten utama

47 Ribu Aparat Gabungan Amankan Jakarta Jelang Putusan Sidang MK

Aparat keamanan menyiagakan 17 ribu personel TNI, 28 ribu personel Polri dan 2 ribu personel pemerintah daerah jelang sidang Sidang PHPU Pilpres 2019 pada 28 Juni mendatang.

47 Ribu Aparat Gabungan Amankan Jakarta Jelang Putusan Sidang MK
Petugas kepolisian berada di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (24/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

tirto.id - Jelang putusan Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada 28 Juni, aparat keamanan menyiagakan pasukan di kantor Mahkamah Konstitusi (MK) dan kawasan Jakarta.

“Sekitar 17 ribu personel TNI, 28 ribu personel Polri dan 2 ribu personel pemerintah daerah. Total personel sekira 47 ribu,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (24/6/2019).

Tujuannya ialah mengantisipasi segala macam potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang timbul. Para personel itu, lanjut Dedi, juga menjaga objek vital seperti Istana Negara, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan kedutaan besar.

Dedi menegaskan, adanya pasukan pengaman, aparat memberikan jaminan keamanan sehingga masyarakat tidak perlu takut beraktivitas. Selain itu polisi mengimbau agar tidak ada mobilisasi massa dalam rangkaian sengketa Pilpres 2019 ini.

“Sekitar gedung MK adalah area steril, tidak boleh ada kegiatan (aksi massa) di sana. Demonstrasi tidak diperbolehkan, berdasarkan pertimbangan peristiwa 21-22 Mei dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998,” kata Dedi.

Awalnya, polisi menyiagakan 13 ribu personel pengamanan namun berdasarkan analisis unit Intelijen, dia melanjutkan, jumlah personel ditambah untuk mengamankan Ibu Kota.

Salah satu isu yang berkembang ialah adanya ‘Halal Bi Halal Akbar 212’ yang berlangsung pada 24 Juni-28 Juni, sejak pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB.

Dalam poster yang tersebar di media sosial itu yang menjadi Koordinator Lapangan ialah Abdullah Hehamahua, Bernard Abdul Jabbar dan Asep Syaripudin.

Kegiatan itu bertema ‘Aksi Super Damai, Berdzikir & Berdoa serta Bersholawat Mengetuk Pintu Rahmat.’ Sebagai inisiator ialah jajaran Gerakan Kedaulatan Rakyat untuk Keadilan dan Kemanusiaan.

“Polisi tidak boleh meremehkan (informasi yang beredar soal aksi massa). Sebab rangkaian kegiatan di MK adalah masa rawan. Jangan sampai aktivitas masyarakat dan roda ekonomi di Jakarta terganggu,” sambung Dedi.

Ia menambahkan, pihak kepolisian daerah bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat mengimbau masyarakat tidak hadir ke MK.

“Penyekatan (pelarangan kedatangan) dalam rangka upaya persuasif kepada masyarakat,” tukas Dedi.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno