Menuju konten utama

4 Prinsip Perjuangan Mahatma Gandhi: Satyagraha hingga Swadeshi

Empat prinsip perjuangan Mahatma Gandhi, mulai dari satyagraha, ahimsa, hartal, & swadeshi adalah saripati perlawanan tanpa kekerasan

4 Prinsip Perjuangan Mahatma Gandhi: Satyagraha hingga Swadeshi
Mahatma Gandhi memutar lengkungan panjang dan guk takdir India pada tahun 1951. FOTO/AP

tirto.id - Ajaran Mahatma Gandhi, tokoh penting Gerakan Kemerdekaan India berpengaruh luas menanamkan nilai patriotisme dan semangat melawan penjajahan. Empat prinsip perjuangan Gandhi itu, mulai dari satyagraha hingga swadesi adalah saripati perlawanan tanpa kekerasan yang mengantarkan India pada kemerdekaan pada 1947.

Sejarah India tidak terlepas dari peristiwa penjajahan Inggris sepanjang 1857-1947. Dalam kurun waktu tersebut, berbagai pemberontakan terjadi untuk melawan penindasan pemerintah kolonial Inggris.

Salah satu tokoh perjuangan India dalam menentang bangsa Inggris adalah Mahatma Gandhi. Mengutip Ensiklopedia Britannica, Mahatma Gandhi yang bernama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, India dan wafat pada 30 Januari 1948 di New Delhi, India.

Gandhi adalah aktivis gerakan kemerdekaan India sekaligus penganut Hindu taat yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dalam perlawanannya.

Gandhi meyakini bahwa perlawanan bersenjata yang berbau kekerasan akan sia-sia. Selain membuang tenaga, perlawanan demikian juga memakan banyak korban jiwa.

Oleh karenanya, dalam melawan penjajahan Inggris, Gandhi mengusung ajaran yang sarat dengan kedamaian. Konsep ini juga dicetuskan Gandhi sebagai bentuk penghargaan terhadap hak asasi manusia.

Dikutip dari buku Semangat Melawan Penjajah di Asia Afrika (2018) yang ditulis Soepriyanto, berikut merupakan penjelasan 4 prinsip perjuangan Mahatma Gandhi yang terdiri dari empat ajaran, yakni satyagraha, ahimsa, hartal, dan swadesi.

1. Satyagraha

Secara sederhana, satyagraha diartikan sebagai prinsip nonkooperasi atau penolakan kerja sama dengan kaum penjajah. Tujuannya adalah untuk melawan kolonialisme di India kala itu.

Cara ini dilakukan dengan dengan menolak mengambil bagian dalam sistem yang tidak adil.

Praktik ini bukan ditujukan kepada perorangan, melainkan kepada sistem yang sarat ketimpangan yang jadi sumber penderitaan rakyat, sebagaimana dijelaskan dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora.

Contoh praktik satyagraha dilakukan dengan menolak tunduk atau tidak mematuhi aturan hukum pemerintah kolonial Inggris terkait pembayaran pajak.

Cara tersebut dimaknai sebagai kebenaran yang didasarkan pada tindak antikekerasan untuk mencapai kemerdekaan.

Istilah satyagraha berasal dari bahasa Sansekerta yang secara harfiah berarti suatu ketetapan hati untuk mencari dan mencapai kebenaran tanpa kenal lelah.

2. Ahimsa

Secara bahasa, ahimsa berarti tidak menyakiti. Prinsip ahimsa termasuk dalam tradisi pemikiran India yang berarti antikekerasan.

Garis besarnya, ahimsa dimaknai sebagai prinsip melawan tanpa kekerasan. Prinsip ini ditujukan dalam berbagai tindakan non-koersif, mulai dari tidak akan melukai, membunuh, atau membahayakan seluruh makhluk hidup.

Selain itu, Gede Prama dalam Nyanyian Kedamaian: Kesembuhan, Kedamaian, Keheningan (2015) menjelaskan bahwa ahimsa sebagai prinsip nirkekerasan yang di tingkatan awal berarti tidak menyakiti sama sekali.

Kemudian, di tingkatan lanjut, ahimsa adalah tindakan atau perilaku tersenyum penuh pengertian pada setiap berkah masa kini.

3. Hartal

Hartal berarti mogok kerja. Dalam melawan kolonialisme pemerintahan Inggris, hartal dilakukan dengan cara menghentikan seluruh urusan dagang atau kegiatan ekonomi.

Maka dari itu, para pekerja menutup dan menghentikan operasional toko-toko untuk memboikot kesewenang-wenangan kolonial Inggris.

4. Swadesi

Swadesi merupakan prinsip cinta terhadap tanah air, ditunjukkan dengan suatu pengabdian terhadap negara berdasarkan rasa kemanusiaan.

Menurut Gandhi, urutan swadesi dimulai dari pengabdian diri untuk keluarga, pengorbanan keluarga untuk desa, kemudian desa untuk negara, dan negara untuk kemanusiaan.

Gandhi mengemukakan bahwa ajaran swadesi bertujuan untuk mewujudkan ketentraman dunia. Sebaliknya, pengingkaran terhadap prinsip tersebut akan menimbulkan kekacauan.

Pelaksanaan prinsip swadesi dilangsungkan dengan menggunakan produk dalam negeri, yakni dengan praktik khaddar (memintal dan menenun sendiri) dan tidak membeli produk impor dengan tujuan memboikot produk asing.

Di samping perjuangannya di India, Mahatma Gandhi juga merupakan pembela hak sipil orang Asia di tanah Afrika Selatan.

Gandhi tutup usia pada 79 tahun karena dibunuh di Birla House, New Delhi oleh Nathuram Vinayak Godse--simpatisan kelompok ekstrem Hindu Mahasabha--yang memanfaatkan momen peribadatan massal kala itu.

Baca juga artikel terkait MAHATMA GANDHI atau tulisan lainnya dari Syaima Sabine Fasawwa

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syaima Sabine Fasawwa
Penulis: Syaima Sabine Fasawwa
Editor: Abdul Hadi