Menuju konten utama

YLKI Nilai Tarif Tol Dapat Digratiskan Jika Sudah Balik Modal

YLKI menilai tarif tol bisa gratis jika perusahaan pemegang hak konsensi telah menerima pengembalian modal, atau bahkan mendulang keuntungan.

YLKI Nilai Tarif Tol Dapat Digratiskan Jika Sudah Balik Modal
Sejumlah pengendara kendaraan melintas di gerbang Tol Cengkareng, Cengkareng, Jakarta, Selasa (12/2/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj.

tirto.id -

Sekretaris pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno mengatakan pada jangka waktu tertentu, tol yang dibangun pemerintah dapat digratiskan.

Menurut Agus, hal itu mungkin dilakukan karena kebijakan pemberian tarif pada jalan tol sebenarnya ditujukan untuk memberi kepastian bagi pengembalian modal perusahaan yang berinvestasi pada proyek infrastruktur itu.

Namun, lanjutnya, bila ternyata perusahaan pemegang hak konsensi telah menerima pengembalian modal, atau bahkan mendulang keuntungan, maka penerapan tarif pada tol dapat dicabut.

Sebab pada tahap itu, jalan tol yang tadinya hak kelolanya diberikan kepada swasta atau BUMN, otomatis akan berpindah dan memiliki status yang setara dengan jalan nasional lainnya yang notabene dapat digunakan publik secara cuma-cuma.

"Jadi tidak ada alasan bagi negara untuk terus memberi tarif bagi jalan tersebut.
Kalau sudah habis masa konsensinya jalan tol kembali ke negara. Dia dimiliki oleh publik," ucap Agus saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (28/2/2019).

Ungkapan Agus menanggapi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), RIni Soemarno yang menyatakan bahwa tidak mungkin bila jalan tol digratiskan seperti langkah pemerintah Malaysia.

Kepada wartawan, Rini menegaskan bahwa pembangunan jalan tol dilakukan dengan meminjam uang sehingga tarif tol diberikan sebagai pengganti biaya investasi pembangunan.

Agus juga membenarkan bila konsensi menjadi pembatas bila pemerintah ingin meniru Malaysia. Namun, Agus mengingatkan bahwa lamanya konsensi memiliki batas waktu kendati untuk pengembalian modal memerlukan proses yang panjang.

Namun, bila memang masa konsensi telah berakhir, menurut Agus perusahaan seharusnya telah menerima imbal hasil yang setimpal. Karena itu, memang sudah sewajarnya hak pengelolaannya diserahkan kepada negara.

Kalau pun hak konsensi itu akan di perpanjangan, Agus mengatakan hal itu bisa saja dilakukan. Hanya saja sepanjang pengembalian modal kepada perusahaan belum menutup investaisnya.

Karena itu, lanjut Agus, pemerintah harus bersikap transparan mengenai setiap capaian pengembalian modal itu. Apalagi saat ini sisi itu masih tertutup pada publik. Sebab akan menjadi tidak adil bila ternyata didapati bahwa perusahaan yang bersangkutan mendapat hak perpanjangan konsensi di saat telah mendulang keuntungan.

"Pertama harus ada keterbukaan informasi. Apakah si pengelolanya sudah balik modal atau belum. Ini kan belum dibuka. Ketika sudah untung itu seharusnya enggak bisa dikontrakkan lagi," ucap Agus.

Terkait kemungkinan alasan pembiayaan untuk perlawanan, Agus juga menganggap hal itu bukan persoalan. Pasalnya, ketika masa konsensi habis maka jalan tol diperlakukan sebagai jalan nasional yang perawatannya ditanggung pajak masyarakat melalui APBN.

"Pembiayaan itu (perawatan) sudah seharusnya dari pajak yang dibayarkan masyarakat," ucap Agus.

Baca juga artikel terkait TARIF TOL atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Yulaika Ramadhani