Menuju konten utama

Viral Anak SD Bunuh Diri dan 14 Ciri Anak Korban Bullying

Ciri-ciri anak jadi korban salah satunya adalah enggan pergi ke sekolah, lantas apa yang harus orang tua lakukan ketika anak menjadi korban bullying?

Viral Anak SD Bunuh Diri dan 14 Ciri Anak Korban Bullying
Pelajar SMA PGRI 3 Surabaya membawa poster saat kegiatan kampanye gerakan anti perundungan (bullying) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (21/12/2021). ANTARA FOTO/Moch Asim/rwa.

tirto.id - Publik digegerkan dengan kasus anak kelas 4 SD berusia 11 tahun berinisial MR yang mengakhiri hidupnya di Banyuwangi pada Senin (27/2/2023). MR ditemukan oleh Ibu kandungnya tergantung di dapur rumah mereka.

MR merupakan anak kedua di keluarganya, dia tinggal bersama ibu dan kakaknya. Beberapa tahun lalu Ayahnya meninggal dunia, membuat dia dan kakaknya menjadi anak yatim.

Diduga penyebab MR nekad mengakhiri hidupnya karena kerap di-bully oleh teman-temannya karena tidak punya bapak. Setiap kali pulang main bersama teman-temannya, MR acap kali menangis dan kesal atas perlakuan temannya.

Bercermin dari kasus MR tersebut, bullying atau perundungan memang selalu menjadi perkara serius karena dapat menyebabkan luka emosional yang dalam. Hal tersebut bahkan dapat memicu seorang anak berperilaku nekad hingga berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Padahal, idealnya masa kanak-kanak diajalani dengan riang gembira

Oleh sebab itu, orang tua memiliki kewajiban untuk mengawasi anak agar terhindar dari bullying. Tidak sekadar mengawasi, orang tua juga harus membantu anak untuk mengatasi ejekan, intimidasi, atau perkataan yang tidak menyenangkan dari pelaku bully.

Ciri-ciri anak jadi korban bullying

Cukup sulit mengetahui anak yang sedang mengalami bully di lingkungan pertemanannya, kecuali mereka menceritakan sendiri atau adanya bukti fisik seperti cedera atau memar. Sebagian anak acap menyembunyikan apa yang mereka alami.

Namun, orang tua harus mengawasi dengan cermat, seperti ditulis laman Unicef Indonesia anak korban bully mungkin akan memperlihatkan ciri-ciri berikut ini.

1. Tanda fisik seperti memar yang tidak dapat dijelaskan, goresan, patah tulang dan luka dalam penyembuhan.

2. Takut pergi ke sekolah atau mengikuti acara sekolah.

3. Menjadi cemas, gelisah, atau sangat waspada.

4. Memiliki beberapa teman di sekolah atau di luar sekolah. Kehilangan teman secara tiba-tiba atau menghindari situasi sosial.

5. Pakaian, alat elektronik, atau barang-barang pribadi lainnya hilang atau hancur.

6. Seringkali meminta uang untuk alasan yang mungkin kurang jelas atau mencurigakan.

7. Prestasi yang rendah.

8. Ketidakhadiran, bolos, atau menelepon dari sekolah meminta pulang.

9. Mencoba terus menerus ingin dekat orang dewasa.

10. Tidak tidur nyenyak dan mungkin mengalami mimpi buruk.

11. Mengeluh sakit kepala, sakit perut atau penyakit fisik lainnya.

12. Sering tertekan setelah menghabiskan waktu online atau memainkan telepon genggam atau komputer (tanpa penjelasan yang masuk akal).

13. Menjadi sangat rahasia, terutama dalam hal aktivitas online.

14. Menjadi agresif atau memiliki ledakan kemarahan yang tiba-tiba

Kids Health menulis, jika orang tua mencurigai anak telah menjadi korban bullying, tetapi anak tetap enggan untuk terbuka, cari cara untuk mengemukakan masalahnya.

Misalnya, orang tua mungkin dapat memancing argumentasi anak mengenai bullying dengan mengajaknya menonton sesuatu yang tentang bullying.

Orang tua dapat mengajukan pertanyaan seperti bagaimana pendapat anak tentang hal itu, apa yang harus dilakukan orang itu agar terbebas dari intimidasi?

Pada akhirnya, orang tua dapat menanyakan kepada anak, apakah dia pernah mengalami hal seperti tayangan tersebut? Dengan demikian, anak biasanya akan lebih mudah terbuka untuk menceritakan.

Hal yang harus orang tua lakukan ketika anak menjadi korban bullying

Berikut ini adalah sejumlah cara yang dapat dilakukan orang tua apabila memiliki anak yang menjadi korban bullying melansir Parents.

1. Buat daftar kata tanggapan

Latih frasa yang dapat digunakan anak untuk memberi tahu seseorang agar menghentikan perilaku intimidasi. Ini harus sederhana dan langsung tetapi tidak memicu permusuhan seperti "Tinggalkan aku sendiri." "Mundur." "Itu tidak baik."

Michele Borba, Ed.D., penulis The Big Book of Parenting Solutions mengatakan, anak juga bisa mencoba, "Ya, terserah," dan kemudian pergi. "Kuncinya adalah tidak boleh merendahkan karena itu memperparah pelaku intimidasi."

2. Skenario permainan peran mengahadapi bully

Bermain peran adalah cara yang bagus untuk membangun kepercayaan diri dan memberdayakan anak untuk menghadapi tantangan. Orang tua dapat memainkan peran pelaku intimidasi sementara anak melatih respons yang berbeda sampai mereka merasa percaya diri menangani situasi yang sulit. Saat bermain peran, ajari anak untuk berbicara dengan suara yang kuat dan tegas.

3. Ajarkan bahasa tubuh yang positif

Pada usia tiga tahun, anak sudah siap mempelajari trik yang dapat membantunya merasa lebih berdaya dalam situasi sulit, termasuk saat menghadapi perilaku intimidasi.

"Katakan pada anak untuk berlatih melihat warna mata temannya dan melakukan hal yang sama saat mereka berbicara dengan anak yang mengganggu mereka," kata Dr. Borba. Ini akan memaksa mereka untuk mengangkat kepala sehingga mereka akan tampil lebih percaya diri.

Menjadi percaya diri memang tidak serta merta akan menghentikan pelaku intimidasi, tetapi kepercayaan diri dapat membantu anak merasa lebih berdaya dalam situasi yang menantang.

Selain itu, berlatihlah membuat wajah sedih, berani, dan gembira serta dorong mereka untuk beralih menjadi "berani" jika diganggu.

"Penampilan saat menghadapi pelaku intimidasi lebih penting daripada apa yang Anda katakan," kata Dr. Borba.

4. Pertahankan jalur komunikasi yang terbuka

Tanyakan kepada anak bagaimana keadaan mereka di sekolah atau lingkungan bermain. Gunakan nada yang tenang dan ramah sehingga mereka tidak takut memberi tahu jika ada sesuatu yang salah.

Tekankan bahwa keselamatan mereka penting dan bahwa mereka harus selalu membicarakan masalah apa pun dengan orang dewasa, bahkan masalah yang menurut mereka "kecil".

5. Bangun kepercayaan diri anak

Semakin baik perasaan anak tentang diri mereka sendiri, semakin kecil kemungkinan intimidasi akan memengaruhi harga diri mereka. Dorong hobi, kegiatan ekstrakurikuler, dan situasi sosial yang memunculkan sisi terbaik anak. Beri tahu anak hal menarik dari dirinya yang orang tua sukai dan perkuat perilaku positif pada hal tersebut.

"Sebagai orang tua, kita cenderung berfokus pada situasi negatif, tetapi anak-anak sebenarnya mendengarkan dengan lebih baik saat perilaku baik mereka diperkuat," kata Dr. Pastyrnak.

Menghormati kekuatan anak dan mendorong hubungan yang sehat dengan orang lain dapat memengaruhi harga diri, meningkatkan kepercayaan diri jangka panjang anak-anak, dan mencegah potensi perundungan.

6. Puji kemajuan

Saat anak memberi tahu bagaimana mereka mengatasi bully, beri tahu mereka bahwa Anda bangga terhadap mereka. Tekankan pada anak bahwa pengganggu tidak akan berani mendekat jika bersikap tegas seperti yang telah dilakukannya.

7. Ajari anak cara yang benar untuk bereaksi

Anak-anak harus memahami bahwa pelaku intimidasi memiliki kebutuhan akan kekuasaan dan kendali atas orang lain serta keinginan untuk menyakiti orang lain. Mereka sering kali kurang pengendalian diri, empati, dan kepekaan. Akan bermanfaat bagi anak untuk menggunakan strategi berikut saat menghadapi pelaku intimidasi:

  • Mengingat harga diri mereka. Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang buruk tentang mereka, ajari anak untuk mengatakan sesuatu yang positif tentang diri mereka sendiri.
  • Memproyeksikan kepercayaan diri. Ajari anak untuk memberi tahu si penindas bagaimana perasaannya, mengapa perasaannya seperti itu, dan apa yang mereka ingin si penindas lakukan. Ajari mereka untuk melakukan ini dengan suara yang tenang dan tegas. Misalnya, anak mungkin berkata, "Aku merasa marah saat kamu memanggilku dengan nama lain karena aku punya nama asli. Aku ingin kamu mulai memanggilku dengan nama asliku."
  • Menanggapi bully dengan humor. Ajari anak untuk menertawakan ancaman pengganggu dan pergi.
  • Tetap aman dan memberi tahu orang dewasa. Ajari anak bahwa jika mereka merasa tidak aman, mereka harus menjauh dari situasi tersebut dan memberi tahu orang dewasa apa yang terjadi.
  • Memperlakukan orang lain dengan kebaikan. Ajari anak untuk membela siswa lain yang diintimidasi, dan minta orang lain untuk membela mereka. Hal yang terpenting, ajari anak untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan.
8. Laporkan intimidasi yang berulang dan parah

Jika anak enggan melaporkan perundungan, berbicaralah dengan guru, pembimbing, kepala sekolah, atau administrator sekolah. Pelajari tentang kebijakan sekolah tentang intimidasi, dokumentasikan kasus intimidasi dan catat, dan tetap awasi situasi dengan menindaklanjuti sekolah untuk melihat tindakan apa yang diambil.

Jika perlu, dapatkan bantuan dari orang lain di luar sekolah, seperti terapis keluarga atau petugas polisi, dan manfaatkan sumber daya komunitas yang dapat mengatasi serta menghentikan perundungan.

9. Hubungi orang tua pelaku

Melibatkan orang tua adalah pendekatan yang tepat hanya untuk tindakan intimidasi yang terus-menerus. Hubungi atau kirim email kepada mereka dengan cara yang tidak konfrontatif, jelaskan bahwa tujuan Anda adalah menyelesaikan masalah bersama. Anda mungkin bisa mengatakan sesuatu seperti:

"Saya menelepon karena putri saya pulang dari sekolah dengan perasaan kesal setiap hari minggu ini. Dia memberi tahu saya bahwa anak Anda telah memanggilnya dengan nama lain yang membuat putri saya tidak nyaman dan mengeluarkannya dari permainan di taman bermain. Saya tidak tahu apakah anak Anda telah bercerita tentang hal ini, tapi saya ingin kita membantu mereka agar bisa bergaul lebih baik. Apakah Anda punya saran?"

_____

Depresi bukan masalah sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk bunuh diri, atau melihat orang terdekat Anda memperlihatkan tendensi tersebut sangat direkomendasikan untuk menghubungi bantuan profesional, termasuk psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Nur Hidayah Perwitasari