tirto.id - Memurnikan air laut merupakan proses yang diketahui sangat mahal. Kabar baiknya, beberapa ilmuwan di Manchester akan mengumumkan satu proses yang dapat membantu jutaan orang mengubah air laut menjadi air minum pekan ini.
Kunci penting proses ini adalah bahan penting yang sering disebut “graphene”. Graphene adalah material paling tipis di dunia, namun paling kuat, lebih kuat dari baja, dan tentu saja, lebih ringan. Bahan ini adalah konduktor panas terbaik yang ada saat ini.
Pengembangkan membran yang berlandaskan graphene yang mampu menyaring garam biasa ini telah dilakukan oleh beberapa ilmuwan di universitas di Manchester.
Temuan baru di University of Manchester ini disiarkan pada Senin (3/4/2017) di jurnal Nature Nanotechnology. Penelitian ini berpotensi besar menyediakan air minum yang bersih buat jutaan orang yang berjuang untuk memperoleh akses ke sumber air bersih yang memadai.
Juru bicara di universitas itu menjelaskan bahwa sampai tahun 2005, PBB memperkirakan 14 persen penduduk dunia akan menghadapi kelangkaan air.
"Teknologi ini memiliki potensi untuk merevolusionerkan penyaringan air di seluruh dunia, terutama di negara yang tak bisa memperoleh instalasi desalinasi dengan ukuran besar," kata para peneliti tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua—yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi (5/4/2017).
"Sistem membran graphene-oxide diharapkan dapat dibuat dalam ukuran yang lebih kecil sehingga teknologi ini bisa diakses oleh negara yang mungkin tak memiliki prasarana keuangan guna mendanai instalasi besar tanpa mengorbankan air bersih yang diproduksi," tambahnya.
Membran graphene-oxide yang dikembangkan di National Graphene Institute di Manchester sudah memperlihatkan potensi penyaringan partikel nano, molekul organik, dan bahkan garam besar.
Di penelitian sebelumnya di universitas yang sama, mendapati graphen-oxide jika dicelupkan ke dalam air akan menjadi agak gembung dan garam yang lebih kecil mengalir melewati membran tersebut bersama dengan air, tapi molekul atau ion yang lebih besar terhalang.
Hal ini yang menjadi fokus kelompok peneliti yang berpusat di Manchester tersebut. Hingga kemudian menemukan cara strategis guna menghindari penggelembungan membran.
"Sementara dampak dari perubahan iklim terus mengurangi pasokan air di kota modern, negara modern yang kaya juga menanam modal pada teknologi desalinasi,” ujar juru bicara universitas tersebut.
Profesor Rahul Nair dari University of Manchester menjelaskan bahwa ketika garam biasa larut di dalam air, garam akan membentuk 'tempurung' molekul air di sekeliling molekul garam. Ini memungkinkan pembuluh halus membran graphene-oxide menghalangi garam mengalir bersama dengan air. Molekul air bisa melewati penghalang membran dan mengalir dengan cepat—yang ideal pada proses desalinasi.
Sementara itu, di Mesir, dikutip dari laman Science Alert, tim peneliti di Universitas Alexandria mengembangkan prosedur pemurnian air laut menggunakan teknik desalinasi yang disebut pervaporasi, dimana mampu menghilangkan garam dari air laut dan membuatnya layak minum.
Membran sintetik yang dibuat secara khusus digunakan untuk menyaring partikel garam dan zat atau unsur lainnya yang berukuran besar, sehingga semua unsur tersebut hilang menguap, dan kemudian sisanya memanas, menjadi uap air, dan kembali mengental menjadi air bersih.
Menurut Water.org, sekitar 750 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap air minum bersih, sebuah masalah yang menyebabkan kematian sekitar 840.000 orang setiap tahunnya. Sehingga, teknologi baru semacam ini akan memberi dampak besar pada kehidupan jutaan orang.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani