Menuju konten utama

Tak Transparan Soal Reklamasi, Anies Dianggap Pencitraan

Anies dinilai hanya melakukan pencitraan melawan para pengembang yang melakukan gugatan atas pembatalan izin reklamasi.

Tak Transparan Soal Reklamasi, Anies Dianggap Pencitraan
Area taman di Pulau D hasil reklamasi yang disegel oleh Pemprov DKI, Jakarta, Kamis, (7/6/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai hanya melakukan pencitraan melawan para pengembang yang melakukan gugatan atas pembatalan izin reklamasi. Anies dinilai pencitraan karena tak pernah transparan kepada publik, khususnya nelayan yang terdampak.

Hal tersebut dikatakan Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iwan Carmidi, saat ditemui di LBH Jakarta, Jumat (2/8/2019).

"Memang Pak Anies sudah mencabut izin reklamasi 13 pulau, tapi menurut saya ada kecenderungan Pemprov akan melanjutkan reklamasi," katanya.

Salah satu alasannya, kata Iwan, karena Anies tetap mengeluarkan izin IMB bagi para pengembang di 3 pulau reklamasi beberapa waktu lalu.

"Dia tiba-tiba mengeluarkan izin IMB tanpa ada dasar apa pun. Itu contoh kecil dia jelas mendukung reklamasi. Dan ini sangat mengecewakan masyarakat nelayan pesisir. Pak Anies ikut andil merampas lahan-lahan nelayan tradisional dan mata pencaharian nelayan," katanya.

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana juga sepakat dengan ucapan Iwan. Ia mempertanyakan mengapa Anies tak transparan untuk kasus yang menjadi kebijakan utama dan janji politik selama Pilgub 2017 kepada warga Jakarta.

"Ini ada satu peristiwa besar di mana akan berdampak pada policy dia, janji dia, klaim-klaim dia, tapi itu tidak direspons secara maksimal," kata Arif.

Menurut Arif, seharusnya Anies terbuka pada publik, agar ada pengawasan. Ia mengatakan, publik harus mengkritik Anies dan menagih janjinya untuk konsisten menolak reklamasi.

"Jangan-jangan memang betul yang disampaikan Pak Iwan, ini hanya pencitraan saja, ujung-ujungnya reklamasi tetap jalan terus. Itu bahaya," lanjutnya.

Pengacara publik Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ), Nelson Simamora, juga menilai hal serupa. Ia mengaku khawatir jika Anies tak transparan ke publik dalam kasus reklamasi, justru semua SK Pembatalan Izin Reklamasi akan digugat dan batal semua.

"Kalau Pemprov enggak transparan, jangan sampai tiba-tiba kita pada suatu fakta pembatalan izin yang sudah dilakukan oleh Anies malah batal semua. Reklamasi harus dilanjutkan lagi oleh Anies," ujar Nelson.

"Ini gimana dengan mudahnya nanti dia bilang 'kami tidak bisa menghentikan reklamasi karena sudah dibatalkan oleh pengadilan', sampai pada tahap situ nanti janji kampanyenya Anies dan Sandi," kata Nelson.

Nelson meminta Anies membuka SK-SK mana saja yang digugat, yang diumumkannya pada 28 September 2018. Anies dinilai harus terbuka.

"Karena jangan sampai tiba-tiba nanti proyek reklamasi jalan lagi," pungkas Nelson.

Gugatan Kasus Reklamasi Teluk Jakarta

Langkah PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah tentang pencabutan izin reklamasi Pulau H, ternyata berbuntut panjang.

Gugatan hukum yang dilayangkan pada 18 Februari 2019 itu dikabulkan majelis hakim PTUN pada 9 Juli 2019. Putusan itu termuat dalam laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara sipp.ptun-jakarta.go.id dengan nomor 24/G/2019/PTUN.JKT.

Tak hanya PT Taman Harapan Indah, lawan Anies bertambah lagi tiga pihak. Pertama, PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang Pulau M, melayangkan gugatan serupa PTUN pada tanggal 27 Februari 2019. Gugatan diajukan sembilan hari setelah PT Taman Harapan Indah.

Kasusnya masuk dengan nomor perkara 31/G/2019/PTUN.JKT. Saat ini persidangan sedang berlangsung dan sudah pada tahap pembuktian para pihak.

Di Pulau M, Anies digugat karena mengeluarkan Kepgub Nomor 1040/-1.794.2 tertanggal 6 September 2018. Kepgub ini menerangkan perihal Pencabutan Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 21 September 2012 nomor 1283/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau M atas nama PT Manggala Krida Yudha.

Kedua, PT Jaladri Kartika Pakci sebagai pengembang Pulau I. Mereka melayangkan gugatan pada 27 Mei 2019 ke PTUN, empat bulan setelah PT Taman Harapan Indah dan PT Manggala Krida Yudha.

Dikutip dari sipp.ptun-jakarta.go.id gugatan kasusnya tercatat dengan nomor perkara 113/G/2019/PTUN.JKT. Saat ini persidangan sedang berjalan dan sudah pada tahapan replik (tanggapan atas jawaban Tergugat) dari Penggugat.

Ketiga, PT Agung Dinamika Perkasa sebagai pengembang Pulau F. Pengembang ini adalah mitra kerja dari PT Jakarta Propertindo (BUMD milik Pemprov DKI).

Mereka mengajukan gugatan pada 26 Juli 2019, atau setelah terbitnya putusan PTUN mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah pada 9 Juli. Saat ini, proses gugatan sedang masuk tahap pemeriksaan persiapan.

Kasus ini tercatat dengan nomor perkara 153/G/2019/PTUN.JKT. Anies digugat karena mengeluarkan Kepgub yang mencabut Keputusan Gubernur Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo.

Diketahui, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Pakci--dua pengembang terakhir yang mengajukan gugatan--adalah anak perusahaan Agung Podomoro Land.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Dipna Videlia Putsanra