Menuju konten utama

Strategi Garuda Atasi Krisis Keuangan: Fokus Kargo & Pangkas Rute

Selain mengurangi rute penerbangan, Garuda Indonesia akan mengoptimalkan layanan charter dan kargo.

Strategi Garuda Atasi Krisis Keuangan: Fokus Kargo & Pangkas Rute
Pekerja membongkar muat kargo dari pesawat Garuda Indonesia setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (22/5/2021). ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.

tirto.id - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus melakukan langkah efisiensi agar biaya operasional perseroan seimbang dengan kondisi bisnis penerbangan saat ini. Model bisnis maskapai pun diubah: tak lagi mengandalkan jumlah penumpang di akhir tahun atau momen hari raya.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan rencana bisnis baru hingga 2026 dalam tahap finalisasi untuk diskusi dengan pemerintah pekan depan. Strategi baru yang akan dilakukan perseroan demi tetap bisa bertahan di tengah kebijakan PPKM. Langkah awal yang akan dilakukan perseroan yaitu mengurangi jumlah armada.

“Filosofinya adalah Garuda ini akan lebih simpel, tapi profitable dan full service. Kami menyadari bahwa jumlah aircraft yang kita layani akan berkurang,” kata dia dalam Paparan Publik (Public Expose) Insidentil Virtual, Kamis (19/8/2021).

Pengurangan armada akan dimulai melalui rencana penutupan penerbangan di beberapa rute yang tidak menguntungkan. Pihaknya saat ini tengah melakukan evaluasi untuk menghitung jumlah penerbangan di rute-rute tersebut.

“Rute-rute yang akan kami layani juga akan berkurang karena kami mandatnya di domestik dan kargo,” kata dia.

Adapun strategi lain yaitu mengoptimalkan layanan charter dan kargo. Kondisi ini perlu dipahami, karena pangsa pasar Garuda menurun pada 2020 untuk rute domestik menjadi hanya 35,3 persen. Pada 2019, pangsa pasar Garuda mencapai 43,4 persen. Garuda tercatat memiliki 48 rute destinasi nasional dan 15 destinasi internasional.

Adapun Garuda Indonesia saat ini hanya mengoperasikan 53 dari 142 pesawat yang dimiliki. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia, 89 pesawat lain diberhentikan selama masa pandemi COVID-19.

“Penggunaan armada pesawat dalam penerbangan selama masa pandemi juga turut memperhatikan tingkat isian dari angkutan kargo. Adapun jumlah armada yang dioperasikan selama masa pandemi berkurang sehingga yang saat ini dioperasikan untuk mendukung operasional perusahaan ada pada kisaran 53 pesawat,” demikian keterangan dalam laporan keuangan Garuda Indonesia di keterbukaan Informasi.

Rincian dari 142 pesawat yang dimiliki Garuda Indonesia, Boeing 777- 300 sebanyak 10 unit, Airbus 330- 900 sebanyak 3 unit, Airbus 330- 300 sebanyak 17 unit, Airbus 330-200 sebanyak 7 unit, Boeing 737-800 sebanyak 73 unit, Boeing 737-8 MAX 1 unit, CRJ 1000 sebanyak 18 unit dan ATR 72-600 sebanyak 13 unit. Dari jumlah tersebut 136 unitnya memiliki status sewa dan hanya 6 yang dimiliki Garuda Indonesia.

Dari 89 pesawat yang masuk hanggar, ada 39 pesawat masuk bengkel untuk dilakukan perawatan dan perbaikan. Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan, perseroan saat ini terus melakukan upaya negosiasi dengan lessor untuk pesawat dengan status grounded.

Pendekatannya adalah untuk kembali dapat mengoperasikan atau melakukan early termination atau pengembalian pesawat, tentunya hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan armada sesuai demand layanan penerbangan pada masa new normal.

Garuda Indonesia telah merampungkan laporan keuangan tahun buku 2020. Dalam laporan tersebut, Garuda mencatatkan pendapatan usaha sebesar 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp21 triliun dengan kurs Rp15.000/dolar AS.

Pendapatan tersebut merosot sekitar 69,4 persen dibandingkan 2019 sebesar 4,57 miliar dolar AS. Pendapatan usaha ditunjang oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar 1,2 miliar dolar AS, pendapatan penerbangan tidak berjadwal 77 juta dolar AS, dan lini pendapatan lainnya sebesar 214 juta dolar AS.

Garuda Indonesia juga mencatatkan penurunan beban operasional penerbangan sebesar 35,13% menjadi 1,6 miliar dolar AS dibandingkan 2019 yang sebesar 2,5 miliar dolar AS. Hal tersebut turut ditunjang oleh langkah strategis efisiensi biaya, yang salah satunya melalui upaya renegosiasi sewa pesawat maupun efisiensi biaya operasional penunjang lain yang saat ini terus dioptimalkan oleh perusahaan, kata Irfan.

Melalui upaya tersebut, saat ini Garuda Indonesia berhasil melakukan penghematan beban biaya operasional hingga 15 juta dolar AS per bulan.

Baca juga artikel terkait GARUDA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz