Menuju konten utama

Sri Mulyani Jelaskan Pengelolaan Utang Selama 4 Tahun Jokowi-JK

Sri Mulyani menerangkan bahwa utang negara dalam APBN selama masa pemerintahan Jokowi-JK adalah untuk program produktif.

Sri Mulyani Jelaskan Pengelolaan Utang Selama 4 Tahun Jokowi-JK
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pidatonya saat menjadi pembicara utama pada sesi panel eksekutif, rangkaian Pertemuan Tahunan IMF- World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018). ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG//Nyoman Budhiana.

tirto.id - Pertumbuhan pembiayaan utang dalam postur APBN dari 2014 hingga 2018 semakin menurun dan mendukung kemandirian APBN. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada 2018 pembiayaan utang tumbuh 9,7 persen dibandingkan pada 2014 yang tumbuhnya 14,6 persen.

Kondisi tersebut diikuti dengan penurunan penerbitan SBN (Surat Berharga Negara) yang sebesar 12,2 persen pada 2018. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dari pertumbuhan penerbitan SBN (netto) pada 2014 sebesar 17,8 persen.

"Ini untuk menjawab yang banyak sekali dan senang sekali memelihara isu utang di publik. Masalah utang sering diopeni, dipelihara. Nah, ada juga yang menyampaikan utang kita apakah untuk hal yang produktif?" ujar Sri Mulyani dalam acara Forum Merdeka Barat (FMB) di Sekretariat Negara Jakarta pada Selasa (23/10/2018).

Ada kenaikan utang Rp799,8 triliun pada periode 2012-2014, kemudian bertambah sebesar Rp 1.329 triliun pada periode 2015-2017.

Sri Mulyani menerangkan bahwa utang negara dalam APBN selama masa pemerintahan Jokowi-JK adalah untuk program produktif. Tercermin dari anggaran infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Pada periode 2012-2014, disebutkannya, belanja infrastruktur hanya Rp 456 triliun, dan sekarang belanja infrastruktur mencapai Rp 904,6 triliun.

"Jadi kenaikannya hampir dua kali lipatnya. Ada yang mengatakan, oh cuma segitu, tapi kan utangnya Rp 1.329 triliun. Tunggu dulu, belanja kita berapa untuk pendidikan," ucapnya.

Anggaran belanja sektor pendidikan dalam tiga tahun (2012-2014), disebutnya, sebesar Rp 983 triliun, dan sekarang Rp 1.167 triliun. "Naik 118 persen. Itu belanja pendidikan itu kan bukan belanja yang tidak produktif. Jadi, jangan dilihat hanya infrastruktur saja," ujarnya.

Kemudian, anggaran belanja sektor kesehatan disebutkan ada kenaikan juga. Pada 2012-2014, anggarannya sebesar Rp 146 triliun dan sekarang menjadi Rp 249,8 triliun atau naik 170 persen.

"Itu juga belanja produktif, walaupun bukan jembatan atau jalan. Bagaimana untuk belanja melindungi masyarakat miskin [perlindungan sosial] apakah itu produktif, ya jelas produktif," ujarnya.

Perlindungan sosial disebutkan dahulu anggarannya Rp 35 triliun dan sekarang di bawah pemerintahan Presiden Jokowi menjadi Rp 299,6 triliun atau hampir naik 8 kali lipat.

"Ada juga beberapa pengamat yang lupa kalau kita itu transfer ke daerah dan itu sering tidak dihitung sebagai belanja produktif. Ditransfer ke daerah ada mandatori 25 persen untuk infrastruktur, 20 persen pendidikan 10 persen untuk kesehatan. Jadi belanja transfer ke daerah yang dulu hanya Rp 88 triliun, untuk berbagai belanja produktif, sekarang jadi 315,9 triliun," ujarnya.

"Jadi, kalau mau membandingkan apel dengan apel. Bukan hanya tambahan utang, tapi bandingkan untuk apanya dan ini menggambarkan seluruh cerita secara penuh," tambahnya.

Baca juga artikel terkait UTANG INDONESIA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri