Menuju konten utama

Sejumlah Pelanggaran Pengelolaan Air yang Ditemukan Pemprov DKI

Berdasarkan inspeksi, hanya ada 20 gedung yang memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

Sejumlah Pelanggaran Pengelolaan Air yang Ditemukan Pemprov DKI
Suasana kota di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (15/3). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Inspeksi pengelolaan air di gedung-gedung sepanjang Sudirman-Thamrin telah memasuki hari kelima. Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Benny Chandra melaporkan ada 40 bangunan yang didatangi untuk diperiksa, mulai dari keberadaan sumur resapan, penggunaan air tanah sampai pengelolaan air limbah.

Dari jumlah tersebut, kata dia saat melapor ke Gubernur Anies Baswedan, hanya ada 20 bangunan yang memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Selain itu, belum seluruh gedung yang diinspeksi memiliki sumur resapan.

“Ada sembilan pemilik bangunan yang masih belum melengkapi bangunannya dengan sumur resapan,” ungkap Benny dalam apel tim terpadu pengawasan pengelolaan air, di Gedung Intiland, Jakarta Pusat, Jumat (16/3/2018).

Selain itu, lanjut Benny, tim terpadu juga menemukan belasan gedung yang Surat Izin Pengambilan Air (SIPA) bawah tanahnya sudah kadaluwarsa. Mereka diminta untuk mendaftarkan kembali SIPA ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP).

“Terdapat empat sumur bor dengan SIPA yang masih berlaku dan terdapat 11 sumur bor dengan SIPA yang habis masa berlakunya. Sementara sumur bor lainnya masih dalam proses perhitungan,” kata Benny.

Kepala Dinas PM-PTSP, Edi Junaedi, sebelumnya menyebut bahwa inspeksi pengelolaan air yang dilakukan Pemprov di gedung-gedung Jakarta merupakan langkah pembinaan.

Karena itu, kata dia, gedung-gedung yang kedapatan melanggar aturan dalam pengelolaan air limbah, resapan air dan pemakaian air tanah memang tak langsung diberikan sanksi melainkan diminta untuk mengurus perizinan.

Ia juga menjelaskan bahwa rentang waktu pengurusan izin pemanfaatan air bawah tanah sumur bor berkisar dua bulan lebih. Hal itu lantaran izin harus mendapat rekomendasi dari Kementerian ESDM.

Acuan yang dipakai dalam pemberian rekomendasi tersebut adalah Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah di Indonesia. Pada beleid itu, disebutkan bahwa Cekungan Air Tanah (CAT) menjadi dasar pengelolaan air tanah di Indonesia dan menjadi acuan penetapan zona konservasi air tanah, pemakaian air tanah, pengusahaan air tanah, serta pengendalian daya rusak air tanah.

"Kebijakan ini kan bukan semata-mata penegakan hukum tp juga pembinaan. Artinya diberikan kesempatan terus," ujarnya saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Baca juga artikel terkait AIR TANAH JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dipna Videlia Putsanra