Menuju konten utama

Sejarah 1 Muharam & Tahun Baru Islam: Hijrah Hingga Tragedi Karbala

Sejarah 1 Muharam, dibagi 3 babak: awal hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, penetapan kalender hijriah, dan peristiwa Karbala.

Sejarah 1 Muharam & Tahun Baru Islam: Hijrah Hingga Tragedi Karbala
Ilustrasi Muharram

tirto.id - Bagaimana sejarah 1 Muharram? Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender hijriah yang memiliki sejarah panjang dalam Islam. Berbagai kejadian penting mewarnai perjalanan bulan ini di masa lalu: mulai dari tonggak awal sejarah Islam hingga peristiwa berdarah yang melahirkan perpecahan di tubuh Islam sendiri.

Kata "Muharam" dalam bahasa Arab artinya "yang dilarang", dilansir dari Muslim Hands. Mengenai Muharam ini, Allah SWT berfirman dalam Alquran surah At-Taubah ayat 36:

"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah [ketetapan] agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa,” (Q.S At-Taubah [9]: 36).

Empat bulan haram yang dimaksud ayat di atas, dilansir dari NU Online adalah Muharram, Zulkaidah, Zulhijah dan Rajab. Maksudnya, pada waktu-waktu tersebut, aktivitas tertentu menjadi terlarang untuk dilakukan, terutama berperang.

Sejarah ringkas Muharam akan dibagi menjadi tiga babak: awal hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, kemudian penetapan kalender hijriah, dan peristiwa Karbala saat pembunuhan cucu Rasulullah SAW, Husein bin Ali yang juga terjadi di Muharam.

Sejarah 1 Muharram Hijrah dari Mekkah ke Madinah

Sebenarnya, hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah merupakan peristiwa hijrah ketiga selepas hijrah ke Habasyah dan Thaif. Namun, peristiwa hijrah ke Madinah inilah yang merupakan tonggak awal pembentukan masyarakat Islam yang mandiri dan berdaulat. Karena itu, ia bernilai penting dan tak tergantikan dalam sejarah keemasan Islam.

Selama 13 tahun selepas diangkat menjadi nabi dan rasul, Muhammad SAW melakukan dakwah di Mekkah. Tetapi, ajakan untuk masuk Islam mengalami kendala besar di tanah kelahirannya.

Tekanan dan ancaman terus dirasakan oleh penganut Islam di masa awal dakwah nabi. Berkali-kali, Rasulullah SAW menerima ancaman pembunuhan yang dilancarkan oleh kafir Quraisy.

Hal itu terus terjadi hingga tahun ke-11 masa kenabian. Namun, setiap musim haji tiba, Nabi Muhammad SAW selalu menemui kabilah-kabilah luar Mekkah yang datang ke Ka'bah untuk membacakan Alquran dan mengajak untuk masuk Islam.

Awalnya tak ada yang menyambut dakwah Nabi SAW, hingga suatu ketika di Aqabah, daerah antara Mina dan Mekkah, Rasulullah SAW bertemu dengan sekelompok orang dari kabilah Khazraj yang menerima dengan terbuka dakwah Islam. Merekalah mula-mula penduduk Madinah yang membawa pulang ajaran Islam dan menyebarkannya di daerah asal mereka.

Di Aqabah itulah pembaitan pertama dilakukan Rasulullah SAW, cikal bakal terbentuknya masyarakat Islam Madinah. Setahun berikutnya, 12 lelaki dari Anshar, Madinah menemui Rasulullah SAW menyatakan tunduk ke agama Islam (La Ode Ismail Ahmad, dalam Perjuangan Nabi Muhammad SAW Periode Mekkah dan Madinah. Jurnal Diskursus Islam, Vol. 7 No. 1, April 2019).

Sejak itu, kekuatan Islam mulai terbangun di Madinah, yang memantik kehendak Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah ke sana. Niat untuk berhijrah ini muncul di bulan Muharam.

Peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah ini merupakan kejadian mengharukan. Di momen-momen itu, kaum Quraisy menyusun makar untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.

Untuk memutuskan hal itu, dilakukanlah rapat penting di Dar al-Nadwa, tempat Qushay bin Kilab. Dalam musyawarah, diusulkan bahwa Nabi Muhammad SAW harus segera dibunuh.

Namun, karena Rasulullah SAW merupakan pemuda yang lahir dari kabilah Abdi Manaf, salah satu kabilah terpenting di Arab, maka dilakukanlah makar dan tipu muslihat agar kabilah itu tidak dapat menuntut balik, jika Nabi SAW berhasil dibunuh.

Rencana itu dilakukan dengan meminta agar semua suku Arab mengirimkan satu utusan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Tipu daya itu digambarkan Alquran dalam surah Al-Anfal ayat 30:

“Dan [ingatlah], ketika orang-orang kafir [Quraisy] memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal [8]: 30).

Pada malam keberangkatan Nabi SAW dari Mekkah ke Madinah, rumah Rasulullah dijaga ketat oleh utusan pemuda dari kabilah-kabilah Arab agar beliau tidak bisa lolos. Namun, karena pertolongan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW berhasil pergi dengan selamat.

Di dipan tempat Nabi SAW tidur, Ali bin Abi Thalib berkorban dengan berbaring mengenakan selimut beliau. Alhasil, di pagi harinya, ketika orang-orang yang ditugaskan membunuh Nabi SAW meringkusnya, sosok yang mereka inginkan sudah tiada lagi.

Nabi Muhammad SAW keluar untuk berhijrah bersama sahabat seperjalanannya, Abu Bakar As-Shiddiq menuju gua di bukit Tsur pada 2 Rabi'ul Awwal atau 20 Juli 622 masehi. Setelah tiga hari bersembunyi di gua itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju Madinah.

Kalender Hijriah

Momen hijrah dari Mekah ke Madinah itu dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah Islam. Karena itulah, penanggalan komariah yang digunakan umat Islam dijuluki kalender hijriah. Disebut demikian karena penanggalan itu berpatokan pada tahun pertama hijrah dari Mekkah ke Madinah.

Namun, pada dasarnya kalender hijriah ini baru digunakan secara masal dan ditetapkan sebagai kalender resmi di masa Kekhalifahan Rasyidin, khususnya di tampuk khalifah Umar bin Khattab.

Ide untuk merumuskan dan menetapkan kalender resmi Islam ini lahir dari usul gubernur Abu Musa al-Asy’ari yang mengalami kesulitan dalam pengarsipan surat yang ditulis tanpa tanda tahun.

Hal ini dikarenakan bangsa Arab biasanya hanya menyematkan tanggal dan bulan, tanpa membubuhi tahun. Misalnya saja, pencatatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, diketahui jatuh pada 12 Rabi'ul Awal tahun Gajah. Pengingat tahun disematkan pada salah satu kejadian penting di antara banyak peristiwa yang terjadi sepanjang tahun.

Umar bin Khattab lantas melihat urgensi untuk segera merumuskan kalender Islam. Karena itu, ia mengumpulkan orang-orang terkemuka dan pakar di masa itu untuk merumuskan penetapan kalender yang akan digunakan.

Dalam "Konsolidasi Metodologis Kalender Islam Internasional" yang ditulis Muh. Rasywan Syarif di Jurnal Bimas Islam, mereka yang berdiskusi di musyawarah itu adalah Umar bin Khattab, Usman Bin Affan, Saad bin Abi Waqqas, Shalhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Dari situ, diputuskanlah untuk menggunakan kalender lunar yang berpatokan pada peredaran bulan mengelilingi matahari, bukan penanggalan syamsiat sebagaimana yang jamak digunakan saat ini.

Kalender komariah ini menghitung durasi satu tahun dari 12 siklus sinodis bulan atau 12 fase ketika hilal tampak setiap bulannya. Berbeda dengan penanggalan syamsiat yang jumlah harinya 30 atau 31 per bulan, pada kalender lunar, rata-rata per bulannya adalah 29,53 hari.

Yang menjadi perbedaan pendapat pada musyawarah itu adalah penetapan awal tahun dalam kalender Islam. Ada lima usul penetapan tahun pertama di penanggalan Islam di waktu itu, yaitu agar tahun pertama dimulai ketika wafat Rasululullah, atau sejak peristiwa Isra Mi'raj, atau sejak Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul, atau sejak kelahiran Rasulullah SAW, hingga usul Ali bin Abi Thalib agar kalender Islam dimulai sejak hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

Usul Ali bin Abi Thalib kemudian yang diterima anggota musyawarah. Sejak 8 Rabi'ul Awal 17 H, kalender Islam ditetapkan dan digunakan secara luas di bawah panji Kekhalifahan Rasyidin.

Kalender hijriah mulai dipakai di masa Umar bin Khattab. Karena berpatokan pada tahun hijrah Nabi Muhammad SAW, kalender itu dikenal dengan sebutan penanggalan hijriah.

Tragedi Karbala

Selain berbagai peristiwa penting dan kejadian menggembirakan terjadi di Muharam, di bulan ini, sejarah juga mencatat pembunuhan cucu Rasulullah SAW, Husen bin Ali RA.

Pembunuhan Husen bin Ali ini dikenal dengan tragedi Karbala, yang terjadi di wilayah 100 km sebelah barat daya Bagdad.

Tragedi Karbala ini dimulai dari perseteruan antara khalifah masa itu, Yazid bin Muawiyah dan Husen bin Ali. Sebagian umat Islam pada pemerintahan dinasti Umayyah merasa tidak puas dengan cara Yazid memimpin, yang kemudian mengharapkan agar Husen mengambil alih tampuk khalifah di masa itu. Yazid yang merasa sah sebagai khalifah melihatnya sebagai upaya kudeta.

Merasakan ketidakberesan wilayah kekuasaannya, Yazid bin Muawiyah yang berkedudukan di Damaskus mulai memata-matai pergerakan Husen yang saat itu berada di Madinah. Alhasil, karena merasa tidak aman, Husen lantas pindah ke Mekkah.

Penduduk Kufah yang kian tidak puas dengan dinasti Umayyah meminta Husen bertolak ke Kufah, dengan jaminan sekitar 100.000 penduduk Kufah siap menyambut kedatangannya.

Yazid bin Muawiyah kian waspada. Ia lantas mengganti kepada daerah Kufah, yang sebelumnya dipegang oleh Nu'man bin Bisyr dengan Ubaidillah bin Ziyad, yang dirasa lebih bisa mengendalikan keadaan Kufah dengan tangan dinginnya.

Setelah dua utusan Husen bin Ali dibunuh: Muslim bin ‘Aqil dan Qeis bin Mashar As-Saidawiy, hal itu tidak juga mengendurkan keinginan Husen untuk berangkat ke Kufah. Akhirnya, penduduk Makkah terpaksa melepas Husein dan rombongannya berangkat menuju Kufah pada 18 Zulhijah tahun ke-60 Hijriyah.

Pada 2 Muharam 61 H, ketika rombongan Husen sampai di Karbala, pasukan Ubaidillah bin Ziyad juga bertolak dengan kekuatan tempur 4000 pasukan dengan persenjataan lengkap, dipimpin oleh Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash.

Setelah mengepung selama delapan hari, tepat pada 10 Muharam, hari Asyura 61 H atau 10 Oktober 680 M, rombongan Husen yang berjumlah 72 orang, terdiri dari 32 prajurit berkuda dan 40 orang pejalan kaki, sisanya anak-anak dan perempuan. Mereka semua ditumpas oleh pasukan Yazid bin Muawiyah. Setelah pasukannya habis, akhirnya Husen bin Ali dibunuh.

Oleh karena itu, Times of India menuliskan bahwa selain bulan berkah, Muharam juga sebenarnya bulan duka cita. Tragedi Karbala disebut sebagai batu tapal terbelahnya antara kaum Sunni dan Syiah di seluruh dunia.

Peristiwa Penting dalam Sejarah yang Terjadi di Bulan Muharram

Pada Muharam inilah mula-mula Nabi Muhammad SAW berniat dan bermaksud untuk melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Tonggak hijrah tersebut yang menjadi awal berdirinya masyarakat Islam yang mandiri dan berdaulat di kota Madinah. Berdasarkan sejarah tersebut, Muharam dijadikan bulan pertama dalam penanggalan hijriah yang digunakan dalam Islam.

Kiai Zakky Mubarak, dalam "Beberapa Peristiwa Penting Para Nabi pada 10 Muharam" yang dilansir laman NU Online, menuliskan sejumlah kejadian monumental dalam sejarah yang terjadi di bulan Muharam. Kejadian-kejadian istimewa dan bersejarah dalam Islam ini ialah sebagai berikut:

  • Pada bulan Muharam, taubat Nabi Adam AS diterima oleh Allah SWT.
  • Berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi dengan selamat juga terjadi di Muharam, yakni usai dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan sebagian besar manusia di Bumi.
  • Selamatnya Nabi Ibrahim AS dari siksa Namrud terjadi di Muharam. Siksa itu berupa nyala api, yang ternyata tidak membakar Nabi Ibrahim.
  • Pada bulan Muharam juga, Nabi Yusuf AS dibebaskan dari penjara kerajaan Mesir. Sebelumnya, Nabi Yusuf AS dipenjara karena fitnah yang menimpanya.
  • Peristiwa Nabi Yunus AS selamat dan keluar dari perut ikan besar yang menelannya pun terjadi di bulan Muharam.
  • Nabi Ayyub AS disembuhkan Allah dari penyakitnya juga pada bulan Muharam.
  • Pada bulan Muharam, Nabi Musa AS dan umatnya, kaum Bani Israil, selamat dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah. Nabi Musa dan ratusan ribu umatnya selamat memasuki gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.

Peristiwa Bersejarah 10 Muharram

Seperti dikutip dari laman NU, tanggal 10 Muharram juga disebut hari Assyura karena diambil dari kata Al-Asyir, yang berarti ke-10. Lalu apa saja peristiwa-peristiwa bersejarah pada tanggal 10 Muharram? Berikut penjelasannya:

1. Tobatnya Nabi Adam 'alaihissalam kepada Allah SWT atas dosa-dosanya.

Nabi Adam as, diampuni dan diterima taubatnya setelah memakan buah khuldi. Atas hal itu, NAbi Adam AS dihukum oleh Allah SAW dan diturunkan ke muka Bumi. Beliau kemudian menyadari kesalahannya dan bertaubat selama bertahun-tahun lamanya.

2. Nabi Idris 'alaihissalam diangkat ke tempat yang lebih tinggi.

Pada tanggal 10 Muharram, Nabi Idris as memperoleh derajat yang luhur, beliau dibawa ke langit oleh karena sifatnya yang selalu berbelas kasihan kepada sesamanya.

3. Nabi Musa 'alaihissalam dianugerahi kitab Taurat.

Saat berada di bukit Thursina (Sinai) dan beliau diselamatkan dari pasukan Fir`aun saat menyeberangi Laut Merah, Nabi Musa as beserta umatnya mendapat kemenangan dan keselamatan dari Allah SWT. Selain itu, Allah juga memberikan anugerah berupa kitab Taurat kepada Nabi Musa.

4. Nabi Ibrahim 'alaihissalam sebagai khalilullah atau kekasih Allah SWT.

Pada 10 Muharram, Nabi Ibrahim as dituduh menghancurkan berhala di tempat pemujaan Namrud dan dilemparkan ke dalam api yang menyala dan berkobar. Namun beliau terhindar dari siksaan raja Namrud atas seizin Allah SWT.

5. Berlabuhnya kapal Nabi Nuh 'alaihissalam di bukit Zuhdi dengan selamat.

Nabi Nuh as turun dari perahu penyelamat bersama umatnya yang beriman, serta terhindar dari air bah dan taufan yang dasyat.

6. Nabi Yusuf 'alaihissalam dibebaskan dari penjara mesir karena fitnah.

Saat Nabi Yusuf as remaja, wajahnya yang sangat tampan telah membuat istri majikannya, Zulaikha terpikat, dan ia lalu membuat rencana untuk memperdaya dan menjerumuskan Nabi Yusuf As. ke dalam perbuatan zina.

Saat itulah beliau memohon pertolongan kepada Allah dari keburukan dan tipu-daya dan Allah SWT pun mengabulkan dengan memberikan pertolongan:

قَالَ رَبِّ السِّجۡنُ اَحَبُّ اِلَىَّ مِمَّا يَدۡعُوۡنَنِىۡۤ اِلَيۡهِ‌ۚ وَاِلَّا تَصۡرِفۡ عَنِّىۡ كَيۡدَهُنَّ اَصۡبُ اِلَيۡهِنَّ وَاَكُنۡ مِّنَ الۡجٰهِلِيۡنَ‏

"Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh." (QS. Yusuf: 33).

7. Pertemuan Nabi Yakub 'alaihissalam dengan putranya Yusuf.

Berkumpulnya Nabi Yusuf dan Ya'qub setelah berpisah 40 tahun juga terjadi pada 10 Muharram. Pada waktu itu, Nabi Yakub juga mendapat anugerah lainnya, yakni disembuhkan dari kebutaan.

8. Nabi Yunus 'alaihissalam selamat dan berhasil keluar dari perut ikan.

Pada hari Asyura Allah SWT mengabulkan permohonan Nabi Yunus dengan menyelamatkan beliau dari perut ikan nun (jenis ikan yang sangat besar).

9. Kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman 'alaihissalam.

Pada 10 Muharram Allah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman as di mana pada saat itu, Nabi Sulaiman pernah kehilangan kerajaannya.

Dikisahkan Nabi Sulaiman memerangi raja kafir dan anak perempuan dari raja kafir itu dinikahi. Karena istrinya selalu rindu kepada ayahnya, istrinya memohon kepada Nabi Sulaiman untuk dibuatkan patung yang menyerupai ayahnya.

Ternyata istri Nabi Sulaiman menyembah patung ayahnya di luar pengetahuan Nabi Sulaiman. Karena itulah istrinya kemudian diikuti oleh setan.

Suatu ketika pada saat berwudhu, Nabi Sulaiman memiliki cincin sakti yang tidak boleh dibawa ke kamar mandi, sehingga dititipkan kepada istrinya, ternyata itu bukan istrinya melainkan setan yang menyamar sebagai istri Nabi Sulaiman.

Oleh karena jimat Nabi Sulaiman adalah cincin, maka hilanglah sebagian kekuatannya.

10. Nabi Isa 'alaihissalam diangkat ke langit.

Allah mengangkat Nabi Isa as ke langit pada 10 Muharram di mana Allah telah menukarkan Nabi Isa as dengan Yahuza. Ini merupakan satu penghormatan kepada Nabi Isa as dari kekejaman kaum Bani Israil.

Dalil Muharram dalam Al Quran

Muharram sekaligus dianggap sebagai salah satu bulan mulia. Dalam Q.S. At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

Artinya:"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."

Berdasarkan ayat di atas, bisa diambil makna bahwa dalam satu tahun, Allah SWT membagi bulan menjadi 12 bilangan. Di antara 12 bulan tersebut, ada 4 yang disebut sebagai bulan haram.

Para ahli tafsir berpendapat, empat bulan haram tersebut ialah Muharram, Zulkaidah, Zulhijah dan Rajab, demikian dilansir NU Online. Keterangan mengenai nama empat bulan haram itu terdapat di sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:

"Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan berturut-turut: Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat di antara bulan Jumada Akhirah dan Sya'ban," (HR Bukhari dan Muslim).

Mengenai maksud surah At-Taubah ayat 36, Fuad H dalam "Muharram bagian dari Al-Asyhurul Hurum" yang dikutip dari NU Online menuturkan bahwa 4 bulan yang disebutkan sebagai bulan haram adalah termasuk sebagai Al-Asyhurul Hurum, yakni bulan-bulan yang dimuliakan.

Oleh sebab itu, dijelaskan bahwa Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab merupakan bulan yang dipenuhi dengan kemuliaan oleh Allah SWT. Umat Islam dilarang melakukan perang pada 4 bulan tersebut, demi menghormatinya. Larangan ini disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 217:

"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Kerwanto dalam artikel "Falsafah Bulan Muharram: Tafsir Q.S. At-Taubah Ayat 36" menulis, bahwa larangan berperang pada "bulan haram" bisa dimaknai sebagai ajang melakukan perdamaian. Oleh karena itu, salah satu prinsip yang dibisa diambil selama bulan Muharram adalah saling berdamai satu sama lain.

Sejumlah ahli tafsir bahkan menyebut, amalan-amalan ibadah yang dilakukan selama empat bulan haram itu bakal dilipatgandakan pahalanya. Demikian pula balasan untuk perbuatan buruk pada 4 bulan ini, akan lebih besar. Hal ini seperti dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir:

"Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa disamping melipatgandakan perbuatan baik."

Baca juga artikel terkait TAHUN BARU ISLAM atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Yulaika Ramadhani