Menuju konten utama

Rahasia Apple Merawat Para "Fanboy"

Di dunia gawai melahirkan apa yang disebut sebagai pelanggan-pelanggan loyal. Istilah fanboy atau fangirl begitu setia dengan satu produk tertentu. Bagi penggemar fanatik Apple, berjuang hingga antre demi memiliki produk gawai berlogo apel tergigit ini bukan sebuah masalah.

Rahasia Apple Merawat Para
Ilustrasi antrean calon pembeli iPhone 7 di iBox. FOTO/SHutterstock

tirto.id - Laura rela mengantre untuk mendapatkan iPhone sejak pukul 08.00 WIB. Setelah antre satu setengah jam, Laura akhirnya memperoleh ponsel pintar idamannya, iPhone 7 Plus Rose Gold di sebuah Galeri Smartfren di Jalan H. Agus Salim Sabang, Jakarta Pusat.

Laura hanya satu dari sekian banyak konsumen lainnya yang mengantre demi iPhone terbaru. Artis Nadine Chandrawinata dan Cathy Sharon pun tak ketinggalan mengantre demi hal yang sama. Cathy Sharon mengaku belum pernah memakai smartphone selain iPhone.

"Yang seri 6 saja saya punya yang biasa dan punya yang S," kata Cathy dikutip dari Antara.

Mulai 31 Maret 2017, iPhone 7 dan iPhone 7 Plus secara resmi dijual di Indonesia. Selain di Galeri Smartfren, produk Apple terbaru ini dijual di reseller resmi Apple, iBox. Bagi orang-orang seperti Laura, Nadine, Cathy dan lainnya tentunya memiliki ponsel pintar iPhone jadi sebuah kebahagiaan. Ada istilah penggemar fanatik yang biasa disebut sebagai fanboy atau fangirl. Di dunia ponsel pintar juga punya sebutan “angry nerd”.

Brian Klug, seorang editor ponsel pintar untuk situs AnandTech mengungkapkan, orang-orang akan kurang objektif saat mereka memilih dan membeli ponsel pintar. Mereka pintar. "Mereka mengerti. Mereka akan mempertahankan (argumentasi) apa yang mereka beli untuk ponsel pintar pilihannya," katanya.

Senanda dengan Klug, Lewis Hilsenteger, pemilik salah satu kanal teknologi di YouTube mengungkapkan tentang bagaimana pembelian ponsel berkaitan dengan status. "Saya pikir orang-orang sungguh-sungguh ketakutan mereka akan membeli (ponsel pintar) yang salah. Entah bagaimana pembelian (perangkat) teknologi akan berbicara sesuatu tentang status mereka.”

Para pelanggan fanatik bisa eksis karena alasan mereka mempertahankan apa yang mereka yakini. Bahwa suatu produk, dalam hal ini iPhone, unggul dari produk-produk sejenis dari perusahaan lainnya.

Fanboy atau fangirl bukan hanya sebatas penggemar, mereka terbuka sekaligus agresif terhadap sesuatu yang dibelanya. Fanboy Marvel misalnya akan terus berargumen bahwa film-film pahlawan super mereka tetap yang terbaik dan sekaligus menyerang pahlawan super DC. Begitu pula dengan penggemar fanatik iPhone dari Apple, akan menganggap bahwa produk yang mereka miliki adalah yang terbaik, terhebat, dan segala rupa hal-hal positif. Namun, sekaligus memuji diri sendiri, penggemar iPhone juga menyerang produk-produk lain di luar mereka, terutama produk ponsel pintar berbasis Android.

Infografik Fanboy

Berdasarkan laporan Business Insider hasil pindai MRI, penggemar produk Apple menunjukkan bahwa mereka “very religious”. Apa yang terjadi di otak fanboy atau fangirl Apple, mirip sebagaimana otak manusia kala merasakan dan bereaksi dalam peribadatan keagamaan. Apple Store atau toko resmi penjualan produk-produk Apple, bisa diibaratkan sebuah tempat ibadah bagi mereka. Bahkan sang penulis, Alyson Shontell menyebutkan bahwa Steve Jobs adalah "tuhan" bagi beberapa orang.

Eksistensi fanboy atau fangirl adalah bentuk dari loyalitas dari kesuksesan sebuah merek. Sebagaimana data yang dipublikasikan Brand Finance, sebuah firma riset yang menilai seberapa berharga sebuah merek di dunia, menunjukkan, Apple berada di perangkat kedua sebagai merek paling bernilai di 2017. Nilai merek Apple ditaksir seharga $107,141 miliar, atau di bawah Google. Bahkan, pada 2016 lalu, merek Apple berada di peringkat pertama daftar merek paling bernilai. Kala itu, merek Apple ditaksir berharga $145,918 miliar.

Apple yang masuk sebagai merek paling bernilai buah hasil kerja keras mereka menghadirkan portofolio produk-produk yang mapan dan disukai konsumen. Akibatnya, konsumen menjadi loyal dan dalam beberapa kasus, terjadi loyal yang overdosis. Apple menjadi merek hebat dimulai kala mantan eksekutif marketing Pepsi, John Sculley masuk ke Apple dam melakukan strategi pemasaran yang luar biasa. Ia menaikkan jatah anggaran yang digunakan untuk pemasaran dari $15 juta jadi $100 juta.

"Orang-orang berbicara tentang teknologi, tapi Apple telah (berubah menjadi) perusahaan pemasaran," kata John Sculley dalam keterangannya pada The Guardian di 1997.

Aksi Sculley tersebut, dilanjutkan oleh sang pendiri Apple, Steve Jobs. Jobs menggelontorkan uang senilai $100 juta hanya untuk keperluan pemasaran iMac. Amrc Gobe, ahli pemasaran mengungkapkan, “tanpa merek, Apple mungkin akan mati.” Ia menyatakan bahwa kunci kesuksesan Apple adalah strategi pemasaran, meskipun mereka memiliki portofolio kuat seperti iPod, iPhone, atau MacBook.

Para penggemar fanatik merupakan bukti keberhasilan suatu merek mengikat konsumen sangat erat. Ini sama eratnya ketika para fanboy atau fangirl mengantre hingga hitungan jam demi sebuah gawai bernama iPhone lansiran terbaru.

Baca juga artikel terkait APPLE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra