Indeks Sejarah Film Indonesia

Kisah aktor film laga Indonesia yang pernah dikeroyok gerombolan pelaut di Tanjung Priok.

Bambang Hermanto pernah menjadi lambang pria jantan dan romantis di puncak kariernya sebagai bintang film warsa 1960-an.

Bagaimana Djamaluddin Malik menjalankan bisnis film pasca-revolusi Indonesia?

Sebagian produser lantas melakukan rekayasa dengan cara menempelkan tokoh anak-anak di atas format cerita orang dewasa.

Seks, sadisme, dan mistis dirayarakan di layar perak seiring lahirnya Orde Baru. 

Dunia perfilman Indonesia pernah dibanjiri bintang film asing, namun hanya menghasilkan film-film buruk.

Chitra Dewi adalah bintang film tiga zaman. Terkenal karena dianggap mencitrakan sosok perempuan ideal.

Bambang Irawan lebih memilih menjadi aktor pajangan yang penting menghasilkan uang, ketimbang berusaha menjadi aktor terbaik.

Pemerintah Orba dan pengusaha bioskop mengurangi jatah tayang film Indonesia. Farouk Afero memprotesnya lewat demonstrasi tunggal.

Sejarah Gundala Putra Petir yang kini difilmkan oleh Joko Anwar bermula dari komik legendaris karya Hasmi.

Setelah keluar dari periode 1950-an, semakin sedikit seniman film yang mau menggarap film-film bermuatan kritik sosial

“Kalau Penonton mau yang India, kita kasih India. Biar sampai mereka bosan.”

Dua film bertema lesbian muncul hampir berbarengan pada 1971. Badan Sensor Film memperlakukan keduanya dengan cara berbeda.

Rezim Orba khawatir para pemuda berperilaku seks menyimpang. Pemerintah berusaha menangkalnya lewat film.

Tujuan pertukaran sineas ini ialah agar terjadi peralihan watak dan ideologi menjadi beraliran Barat

Kerap absurd, tapi menghibur. Berjaya pada 1970-an dan 1980-an, masa kejayaan film Indonesia sekaligus era hak cipta diabaikan begitu saja.

Misbach Yusa Biran mewakafkan hidupnya untuk lembaga arsip film. Ia juga pengamat yang jeli atas kehidupan para "seniman" Senen.

Film impor AS membanjiri bioskop Indonesia sejak awal 1950-an. Sukarno memanfaatkannya sebagai skema pinjaman tanpa bunga.

Film terakhir yang dibintangi Torro Margens sebelum wafat 4 Januari 2019 adalah Love for Sale pada 2018 lalu.

Festival Film Indonesia merekam pasang-surut perkembangan sinema dalam negeri selama enam dekade lebih.