Menuju konten utama

Profil Kota Amsterdam, Kondisi Geografis, & Sejarah Perkembangan

Amsterdam adalah ibu kota Belanda. Berikut ini profil Kota Amsterdam, beserta kondisi geografis dan sejarah perkembangannya.

Profil Kota Amsterdam, Kondisi Geografis, & Sejarah Perkembangan
Kelompok pengendara sepeda bersenang-senang di Vondelpark, Amsterdam. Belanda terkenal mempunyai kota-kota yang cukup ramah untuk bersepeda. Foto/Getty Images/iStock

tirto.id - Amsterdam merupakan kota terbesar di Belanda sekaligus menjadi ibu kota negara tersebut. Letak kota Amsterdam berada sisi barat Belanda, dan secara administratif masuk Provinsi Holland Utara.

Sejarah Kota Amsterdam setidaknya bisa ditarik sejak abad ke-13. Nama kota ini tercatat pertama kali disebut dalam dokumen tertulis tahun 1275.

Hingga kini, Kota Amsterdam tak lepas dari bendungan sungai Amstel yang juga menjadi asal-usul penamaan Amsterdam dari Amestelledamme.

Mulanya Amsterdam ditempati nelayan-nelayan kecil pada abad ke-12. Lantas, seiring laju zaman, Amsterdam menjadi bagian penting dari Belanda.

Amsterdam pertama kali ditetapkan sebagai ibu kota Belanda pada 1806, saat negeri Kincir Angin itu berada di bawah pengaruh Napoleon Bonaparte dari Prancis.

Kota Amsterdam kemudian menjadi pusat ekonomi dan budaya Belanda. Banyak perusahaan besar Belanda memiliki kantor pusat di Amsterdam, termasuk Philips dan ING.

Amsterdam juga memiliki tempat-tempat wisata, mencakup kanal-kanal, Rijksmuseum, Museum Van Gogh, Museum Stedelijk, Hermitage Amsterdam, Rumah Anne Frank, Amsterdam Museum dan lain sebagainya. Setiap tahun, lebih dari 3,66 juta wisatawan asing menyambangi kota ini.

Kondisi Geografis Kota Amsterdam

Secara geografis, Kota Amsterdam terletak di sisi barat negeri Belanda, yang saat ini masuk dalam wilayah administratif Provinsi Holland Utara. Tepatnya, wilayah Kota Amsterdam berada di 52°22' Lintang Utara dan 4°53' Bujur Timur.

Luas kota Amsterdam adalah 219,3 km2. Daratan Amsterdam berada sekitar dua meter di bawah permukaan laut. Sungai Amstel membelah pusat kota dan terhubung ke sejumlah besar kanal.

Amsterdam tercatat mempunyai kanal sepanjang lebih dari 100 kilometer (60 mil), sebagian besar dapat dilewati perahu. Tiga kanal utama ialah Prinsengracht, Herengracht, dan Keizersgracht.

Pada abad pertengahan, Amsterdam dikelilingi oleh parit, yang disebut Singel. Parit tersebut kini menjadi semacam cincin kota, dan membuat pusat Amsterdam berbentuk tapal kuda.

Amsterdam kerap dibandingkan dengan Venesia di Italia, lantaran pembagiannya menjadi sekitar 90 pulau, yang dihubungkan oleh lebih dari 1.200 jembatan.

Sejarah Singkat Perkembangan Kota Amsterdam

Hingga abad 13 Amsterdam masih berupa kumpulan desa-desa kecil yang ditempati oleh nelayan. Pada era itu, warga Amsterdam sudah aktif membangun tanggul di kedua sisi sungai Amstel guna mencegah banjir. Mereka kemudian membangun bendungan di antara tanggul tersebut di sekitar rahun 1270.

Setelah itu, Amsterdam mulai berkembang. Kota ini menjadi penghubung antara Eropa utara dan Flanders (sekarang Belgia utara dan Prancis utara).

Pada 1275, Pangeran Belanda Floris V memberi homines manentes apud Amestelledamme (orang yang tinggal di dekat bendungan Amstel) hak istimewa. Dokumen pemberian hak itu meyebutkan nama Amsterdam. Piagam tersebut baru benar-benar diberikan kepada warga tahun 1306.

Beberapa dekade berikutnya, Amsterdam berkembang pesat. Di tahun 1489, sebagai tanda terima kasih atas dukungan yang diberikan warga kota kepada raja Burgundi-Austria, Kaisar Maximilian I mengizinkan Amsterdam untuk mendekorasi bantalan senjatanya dengan mahkota kekaisaran.

Saat itu, Amsterdam sudah bermutasi jadi kota pelabuhan komersial terbesar Belanda, sekaligus lumbung pangan di Belanda utara.

Memasuki abad 16, perubahan besar terjadi di Amsterdam dan kota-kota lain di Belanda, seiring dengan perluasan pengaruh gerakan Reformasi Protestan dan gejolak politik di Eropa.

Amsterdam dan beberapa provinsi di Belanda memberontak pada Kekaisaran Spanyol pada medio abad 16. Perang pun berkobar di negeri Belanda.

Perang yang menggugat kuasa Spanyol atas negeri-negeri tanah rendah (sebutan Belanda, Belgia, dan Luksemburg) itu berlangsung selama 80 tahun. Konflik itu diperparah dengan perang 30 tahun yang membara di wilayah Kekaisaran Romawi Suci pada paruh pertama abad 17.

Meskipun demikian, di tengah periode perang, perkembangan Amsterdam sebagai kota pelabuhan justru makin pesat. Saat Antwerpen (kini wilayah Belgia) jatuh ke tangan Spanyol, pusat aktivitas ekonomi dan sosial-politik negeri Belanda bergeser ke Amsterdam.

Kedatangan para pengungsi dari Antwerpen juga memperkaya kehidupan intelektual, budaya, dan ekonomi kota. Banyak imigran dari kawasan konflik lain, termasuk warga Yahudi dari Portugis dan penduduk asal Jerman, memilih Amsterdam sebagai rumah baru.

Sebagian besar perdagangan yang sebelumnya terkonsentrasi di Antwerpen lalu beralih ke wilayah Amsterdam. Industri galangan kapal hingga perbankan pun bertumbuh cepat di sana.

Dalam waktu singkat, Amsterdam beralih rupa menjadi kota metropolitan. Populasi kota ini segera meroket 3 kali lipat selama periode 1565-1618.

Saat Perjanjian Münster mengakhiri Perang 80 Tahun (1568–1648), Amsterdam telah mempunyai posisi penting di Eropa sebagai sentra perdagangan, keuangan, dan budaya.

Kapasitas ekonomi yang kuat memungkinkan para elite Belanda mengirim kapal-kapal penjelajah sampai ke nusantara demi berburu rempah, komoditas yang kala itu bernilai tinggi di Eropa.

Negeri Belanda selama abad 17-18 belum berupa kerajaan melainkan wujud perserikatan provinsi-provinsi. Muncul pula kelompok elite hakim dan pedagang kaya asal Amsterdam dengan pengaruh besar terhadap Serikat Jenderal di Den Haag.

Masa keemasan Amsterdam mulai surut pada abad 18, saat London dan Hamburg melampauinya sebagai pusat perdagangan. London menjadi jantung keuangan Eropa, sementara Amsterdam tak berhenti dirundung konflik.

Pada tahun 1787, kota tersebut diduduki oleh Prusia (Negara pemimpin Kekaisaran Jerman), yang mendukung pangeran Oranye, William V. Konflik berkobar lagi pada 1795, saat pasukan Prancis di bawah perintah Napoleon Bonaparte menguasai Amsterdam.

Napoleon lantas memproklamasikan Belanda sebagai kerajaan di tahun 1806, dengan Amsterdam sebagai ibu kota. Kerajaan ini bisa dibilang merupakan boneka Kekaisaran Napoleon di Prancis.

Baru setelah kekuasaan Napoleon Bonaparte runtuh, Belanda terlepas dari pengaruh Prancis. Akan tetapi, kali ini Belanda menjadi sebuah kerajaan.

Pada 30 Maret 1814, pangeran Oranye William VI resmi menjadi Raja Belanda pertama, dan punya sebutan William I. Amsterdam tetap memainkan peran sebagai ibu kota hingga sekarang.

Baca juga artikel terkait PROFIL KOTA atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Addi M Idhom