Menuju konten utama

Potret Seorang Tuna Daksa jadi Pengusaha & Motivator Disabilitas

Seorang tuna daksa, Bejo Riyanto, yang pernah ditolak bekerja, kini menjadi pengusaha dan motivator bagi penyandang disabilitas.

Potret Seorang Tuna Daksa jadi Pengusaha & Motivator Disabilitas
Seorang tuna daksa yang jadi pengusaha & motivator disabilitas, Bejo Riyanto (41), lahir dalam kondisi tuna daksa. FOTO/Facebook.

tirto.id - Bejo Riyanto (41), lahir dalam kondisi tuna daksa. Tangan kirinya hanya setengah dan tangan kanannya hanya memiliki tiga jari. Sementara itu, kaki kanannya hanya memiliki satu jari dan kaki kirinya empat jari.

Pria asal Bantul, Yogyakarta ini awalnya sering ditolak oleh sejumlah perusahaan dengan alasan yang tidak jelas. Akhirnya, ia mendapat pekerjaan sebagai petugas di warung telepon awal tahun 2000-an. Namun, baru satu bulan kerja, ia mendapatkan perlakuan diskriminatif.

"Saya pernah terasa banget penolakan pas jadi operator wartel. Katanya dikeluarkan karena fisik, rekan kerja saya tidak setuju, saya pasrah," kata Bejo kepada Tirto, Kamis (29/12/2022).

Meski dipecat, hal itu tak membuat mental Bejo tumbang. Ia mulai mempelajari berbagai macam keterampilan, seperti sablon, percetakan, hingga pengemasan plastik. Berbagai macam usaha pun ia geluti seperti membuka konter hingga nata de coco. Namun, usahanya mengalami bangkrut.

Bejo Riyanto

Kisah Seorang Tuna Daksa yang Jadi Pengusaha & Motivator Disabilitas Bejo Riyanto (41), lahir dalam kondisi tuna daksa. Tangan kirinya hanya setengah dan tangan kanannya hanya memiliki tiga jari. Sementara itu kaki kanannya hanya memiliki satu jari dan kaki kirinya empat jari. FOTO/Facebook/Bejo Riyanto

Alhasil, ia memutuskan untuk membuka usaha sablon dan percetakan yang diberi nama Sanguine Production. Bejo pun melibatkan rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas untuk bekerja sama setiap ada pesanan.

Dua orang tunarungu sebagai penjahit, seorang tunadaksa menjadi desainer dan dua orang paraplegia di bagian pengemasan.

"Kalau pengemasan saya tidak ambil untung. Saya libatkan mereka biar belajar, agar bisa dapat kerjaan di tempat lain," ucapnya.

Kini, kelima karyawannya itu memiliki usaha masing-masing. Setelah usahanya berkembang pesat, ia merekrut tiga karyawan lainnya.

Dari usahanya itu, ia mampu meraup Rp30-60 juta per bulan. Karyawannya juga digaji di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) Yogyakarta sebesar Rp2,4 juta hingga lebih jika melampaui target.

Bejo juga aktif di sejumlah organisasi sosial. Ia menjadi Ketua Umum Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita). Dirinya juga sering diundang untuk memberikan pelatihan wirausaha bagi penyandang disabilitas, seperti di Indramayu, Cirebon, hingga Tegal.

Bejo Riyanto

Kisah Seorang Tuna Daksa yang Jadi Pengusaha & Motivator Disabilitas Bejo Riyanto (41), lahir dalam kondisi tuna daksa. Tangan kirinya hanya setengah dan tangan kanannya hanya memiliki tiga jari. Sementara itu kaki kanannya hanya memiliki satu jari dan kaki kirinya empat jari. FOTO/Facebook/Bejo Riyanto

Berdasarkan data Kemenaker Tahun 2021, jumlah pengangguran terbuka penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 247.000 orang atau Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3 persen. Sedangkan jumlah penyandang disabilitas yang bekerja mencapai 7,57 juta.

Dengan cara Bejo mempekerjakan para difabel dan memberikan pelatihan wirausaha kepada mereka, ia mampu mengurangi angka pengangguran penyandang disabilitas. Mereka juga dapat membuat usaha dan membuka lapangan kerja dengan keterampilan yang dimiliki. Sehingga, Bejo dapat disebut sebagai pahlawan ekonomi bangsa.

"Saya berharap juga bisa memotivasi para penyandang disabilitas biar bisa melakukan usaha seperti saya," ujarnya.

Pada 20 Desember lalu, diselenggarakan puncak peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan Hari Disabilitas Internasional (HDI) di Bali.

Mensos Risma berpesan “Mari kita bangkitkan rasa kesetiakawanan, gotong royong, dan kepedulian kita terhadap makhluk ciptaan Tuhan, [disabilitas] diberikan hak yang sama”.

Baca juga artikel terkait PENYANDANG DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri