Menuju konten utama

Potensi Tinggi Politik Uang di Jakarta, PKS: Jadi Pekerjaan Rumah

Pemberantsan politik uang jadi pekerjaan rumah semua partai politik, terutama mengkader pemilih untuk memilih bukan karena diberi uang, tapi adanya aspirasi yang bisa disalurkan.

Potensi Tinggi Politik Uang di Jakarta, PKS: Jadi Pekerjaan Rumah
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (19/4/2018). tirto.id/lalu rahadian

tirto.id - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahterah (PKS), Mardani Ali Sera menanggapi survei Charta Politika Indonesia periode Januari 2019 yang menemukan toleransi praktik politik uang di DKI Jakarta

Charta Politika Indonesia memaparkan toleransi (pemakluman) responden terhadap politik uang tinggi yakni pada daerah pemilihan (dapil) DKI 1 sebesar 58,2 persen, disusul Dapil DKI 2 sebesar 47 persen, kemudian Dapil DKI 3 sejumlah 42,6 persen.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno itu mengatakan, dengan potensi uang yang dijalankan politikus untuk memenangkan Pemilu 2019, jadi pekerjaan rumah bagi seluruh partai politik.

"Tapi saya nggak mau menyalahkan pemilih, mestinya partai menjadikan ini [politik uang] pekerjaan rumah besar untuk membangun kaderisasi dan ideologisasi kepada pemilih," ujar dia ditemui di kawansan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019).

Mardani juga mengatakan, dengan berjalannya kaderisasi, pemilih tidak lagi menjadikan pemberian uang sebagai alasan untuk menentukan sosok yang diplih saat Pemilu 2019 serentak. Hal yang mendorong pemilih, kata dia, justru tersalurkannya aspirasi kepada politikus.

"Sehingga pemilih ketika memilih bukan karena kepentingan sesaat apalagi kepentingan uang. Tapi semata-mata karena ideologinya, aspirasinya diwakili oleh partai yang bersangkutan," kata dia.

Ia pun menyayangkan para responden mengatakan, politik uang merupakan suatu hal yang dapat dimaklumi. Terutama, sebanyak 50 persen yang disurvei Charta Politika Indonesia, yang mengakui masih menerima uang.

"Tentu kita sedih, karena kita sudah mau 5 kali Pemilu di era reformasi ternyata 50 persen, rata-rata masih welcome kepada politik uang. Sebenarnya ini agak nyambung dengan identitas partai yang masih rendah," ucap Mardani.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi II ini juga menuturkan, salah satu solusi menghapus politik uang dengan penaikan pendpatan per kapita warga, sehingga kualitas demokrasi Indonesia akan naik.

"Kita perlu segera naik pendapatan negara, sehingga naiknya pendapatan per kapita, masyarakat punya kolerasi yang baik dengan kualitas demokrasi kita," kata Mardani.

Baca juga artikel terkait POLITIK UANG DI PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali