Menuju konten utama

Perbedaan Puisi & Deklamasi serta Contohnya untuk Sumpah Pemuda

Berikut ini adalah penjelasan perbedaan puisi dan deklamasi, serta contohnya dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda.

Perbedaan Puisi & Deklamasi serta Contohnya untuk Sumpah Pemuda
Penyair Sapardi Djoko Damono membacakan puisi pada acara Malam Pembacaan Puisi Hari Santri 2017, Ketika Kyai-Nyai-Santri Berpuisi "Pesantren tanpa Tanda Titik", di Graha Bhakti Budaya, Senin (16/10/2017). ANTARA FOTO/Dodo Karundeng

tirto.id - Apa sebenarnya perbedaan puisi dan deklamasi? Membaca deklamasi puisi dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda merupakan salah satu momen yang tepat untuk meningkatkan semangat rasa perjuangan.

Hari Sumpah Pemuda 2022 sendiri diperingati pada Jumat, 28 Oktober mendatang.

Hari Sumpah Pemuda memiliki arti mendalam bagi sejarah bangsa. Isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 ialah ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia.

Sehingga, proses perjuangan para pemuda di zaman itu kerap dituangkan dalam sebuah puisi yang menyentuh hati.

Namun, terkadang masih ada yang menyalahartikan antara puisi dan deklamasi serta menganggap keduanya adalah hal yang sama. Padahal, puisi dan deklamasi adalah dua hal yang berbeda, berikut penjelasannya!

Perbedaan Puisi dan Deklamasi

Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata, irama dan rima sebagai media penyampaian untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran penyair, menciptakan ilusi dan imajinasi serta dapat diubah dalam bentuk bahasa yang memiliki kesan yang mendalam.

Jika puisi adalah bentuk karyanya, maka deklamasi adalah pembacaan sajak atau puisi dengan syarat-syarat seperti dengung vokal, artikulasi, ekspresi, dan gestikulasi yang baik serta tepat sesuai dengan isi dan maksud puisi.

Sementara itu, baca puisi atau deklamasi juga disebut sebagai seni menyampaikan puisi secara nyaring dan ekspresif di depan audiens atau di atas panggung. Sehingga, dalam deklamasi, puisi dilisankan secara hafalan tanpa membawa atau membaca teks.

Senmentara itu, istilah lainnya, rampak puisi adalah penyajian puisi yang dilakukan oleh beberapa orang secara bergiliran dan bersamaan dengan menggunakan teks puisi ataupun tidak.

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Deklamasi Puisi

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membacakan puisi adalah pelafalan, intonasi dan ekspres, seperti dikutip modul Katakan dengan Puisi (2017):

1. Pelafalan

Pelafalan adalah suatu proses atau usaha untuk mengucapkan bunyi bahasa baik itu suku kata, frase sesuai dengan tema puisi

2. Intonasi

intonasi adalah penyajian tinggi rendahmya irama puisi denga memperhatikan jenisjenis tekanan seperti tekanan dinamik, tekanan nada dan tekanan tempo.

  • Tekanan dinamik tekanan pada kata yang terpenting yang menjadi inti kalimat dalam bait puisi.
  • Tekanan nada tekanan tinggi rendah perasaan girang, gembira, marah, sedih, gundah, galau dan suasana hati lainnya.
  • Tekanan tempo tekanan tempo yang lambat atau cepatnya pengucapan suku kata atau kalimat.

3. Faktor Non Kebahasaan (ekspresi)

  • Sikap merupakan kunci sukses untuk membaca puisi maka dari itu harus dikuasai sepenuhnya oleh pembaca, agar mendapatkan perhatian pembaca.
  • Gerak-gerik mimik faktor yang penting dalam membaca puisi di depan orang banyak. Gerak-gerik dapat membangkitkan gairah untuk mendengarkan puisi yang anda bawakan.
  • Volume suara yang digunakan menyesuaikan tempat, agar pendengar nyaman untuk mendengarkan.
  • Kelancaran dan kecepatan sangat mempengaruhi pendengar dalam menikmati puisi yang dibaca, sehingga pembacaan puisi bisa dipahami pendengar.

Contoh Puisi untuk Peringatan Hari Sumpah Pemuda

Berikut ini adalah beberapa contoh puisi yang cocok dideklamasikan dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda:

Diponegoro

Karya: Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri.

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

Prajurit Jaga Malam

Karya: Chairil Anwar

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?

Pemuda-pemuda yang lincah tua-tua keras,

Bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

Kepastian

Ada di sisiku selama menjaa daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu….

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Aku

Karya: Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku

'Kumau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Baca juga artikel terkait PUISI atau tulisan lainnya dari Maria Ulfa

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Maria Ulfa
Editor: Yantina Debora