tirto.id - Pasokan garam di sejumlah daerah di Tanah Air mulai mengalami penurunan disinyalir akibat dari berkurangnya produksi di sejumlah daerah penghasil garam. Akibatnya harga garam di beberapa daerah masih terus naik.
Di Bengkulu misalnya, para pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Atas Curup, Kabupaten Rejang Lebong mulai mengeluhkan minimnya pasokan garam. Selain dari Bengkulu, sebenarnya garam konsumsi yang beredar di wilayah itu juga didatangkan dari luar daerah seperti Palembang dan Jawa. Namun, pasokan dari luar daerah ini juga terhenti mengingat hampir seluruh wilayah di Indonesia mengalami krisis garam secara merata.
"Garam dapur ini mulai sulit didapatkan sejak sebulan terakhir dan harganya juga ikut naik, garam yang biasanya kami jual seharga Rp 1.500 per bungkus sekarang naik menjadi Rp 2.500 per bungkus. Saat ini stok yang ada di gudang kami mulai menipis karena tidak ada pasokan yang masuk," ujar Akok (52), salah seorang pedagang di Pasar Atas Curup sebagaimana dikutip Antara, Selasa (25/7/2017).
Tak hanya di Bengkulu, kelangkaan pasokan garam juga terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Hal ini kemudian mengakibatkan garam berkualitas rendah dan sedang mengalami kenaikan harga secara signifikan.
Garam yang masih ada di pasaran dengan merk terkenal mengalami kenaikan harga dari Rp 700-1000 per bungkus menjadi Rp 1.500-2.000 per bungkus. Kenaikan yang mencapai dua kali lipat ini turut dibenarkan oleh Ujang Nurdin (39), pedagang sembako di Pasar Induk Pasir Hayam, Cianjur.
“Naiknya dua kali lipat, termasuk yang kualitasnya rendah menjadi Rp 1.500 perbungkus," ujarnya.
Herdiansyah (24), salah seorang pedagang di Pasar Muka Cianjur juga menuturkan bahwa pada pekan lalu ia bahkan sempat sama sekali tidak menjual garam selama tiga hari karena tidak mendapat pasokan.
“Kalaupun ada isi dan kualitasnya kurang bagus, biasa satu pack berisi 200 gram menjadi 140 gram per pack. Harganya naik di warung sampai Rp 3.000 per pack," ujarnya.
Daerah penghasil garam seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) pun tak luput dari kelangkaan. Nur Halimah, salah seorang pedagang pengecer di pasar tradisional Dasan Agung Mataram, NTB menyebutkan harga garam halus di tingkat pedagang besar mengalami kenaikan dari Rp 5.000 per kilogram menjadi Rp 15.000 per kilogram.
Sementara itu, harga garam kasar naik dari Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 10.000 per kilogam. Menurut Halimah, kenaikan harga tersebut sudah berlangsung sejak pertengahan Ramadhan, dan masih terus berlangsung hingga saat ini.
"Dulu sempat tidak ada barang beberapa hari, makanya harganya melonjak tinggi. Tapi kok sekarang persediaan relatif banyak, tapi harga tidak turun-turun," keluhnya.
Kelangkaan garam di sejumlah wilayah ini disinyalir merupakan akibat dari berkurangnya produksi di sejumlah daerah penghasil garam. Anomali cuaca, merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penurunan produksi tersebut.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB mencatat produksi garam rakyat anjlok dari angka 178.605 ton pada 2015 menjadi hanya 24.307 ton pada tahun 2016. Anjloknya produksi garam rakyat pada 2016 kemudian menyebabkan harga garam di pasaran menjadi relatif mahal hingga saat ini. Kondisi ini turut dibenarkan oleh Kepala DKP NTB, Lalu Hamdi.
"Saya belum tahu pasti berapa harga garam di pasaran saat ini. Namun informasinya mengalami kenaikan," ujarnya sebagaimana dikutip Antara, Selasa (25/7/2017).
Hamdi kemudian menambahkan jika pihaknya menargetkan produksi garam pada 2017 mencapai 169.000 ton. Target tersebut harus bisa tercapai agar kebutuhan garam penduduk bisa terpenuhi secara mandiri.
"Mudahan kondisi cuaca tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya sehingga target produksi tercapai. Kalau tidak, NTB harus mendatangkan garam dari daerah lain atau kalau ada kebijakan impor," imbuhnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri