Menuju konten utama

Para Ayah Juga Mesti Ikut Pengasuhan Anak & Cegah Tengkes

Pola pengasuhan yang baik harus melibatkan ibu dan ayah bersama. Bisa jadi kunci mencegah tengkes pada anak.

Warga melintas di samping spanduk cegah stunting saat Sosialisasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja di Balai Desa Banjar Agung, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (30/1/2023). ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/foc.

tirto.id - Program kesehatan ibu dan anak di Indonesia selama ini selalu berfokus pada pengasuhan tunggal: ibu. Bahkan setara Menteri Kesehatan pun masih meyakini konsep tersebut. Padahal, laki-laki alias bapak juga punya peranan penting dalam keberhasilan program.

“Kalau anak kita stunting artinya anak kita bodoh. Saya yakin tidak ada satu pun wanita di Indonesia yang ingin anaknya bodoh. Kalau suaminya bodoh nggak apa-apa, tapi anaknya bodoh, jangan.”

Potongan kalimat itu terlontar dari Menkes Budi Gunadi Sadikin di acara Rakernas Program Banggakencana dan Penurunan Stunting, 25 Januari 2023 lalu. Senada dengan pernyataan Budi, akun resmi Sekertariat Negara pada tanggal 26 Januari turut mencuit masalah pemenuhan nutrisi anak oleh ibu.

“Tentunya, Ibu yang sedang menjalankan MPASI perlu memperhatikan waktu pemenuhan nutrisi protein hewani,” demikian narasi twit tersebut.

Himbauan—jika tak mau disebut guyonan—yang Budi sampaikan rasanya justru mencederai upaya pengasuhan bersama yang tengah masif dikampanyekan.

Ketika banyak pihak sudah sadar bahwa beban pengasuhan harus dibagi dan bahwa kualitas pengasuhan bapak turut berpengaruh pada tumbuh kembang anak, Pak Menkes justru mundur satu langkah: kembali membebankan masalah anak kepada perempuan.

Jadi, jangan heran jika selama ini program kesehatan ibu dan anak tak ramah dan minim melibatkan laki-laki di dalamnya. Pasalnya, pucuk pimpinan di tataran pengambil kebijakan pun masih berpikir bahwa membesarkan anak adalah tanggung jawab perempuan.

Penelitian oleh Januarti dan Hidayathillah di jurnal Babali Nursing Research (2020, PDF) menguatkan fakta menyedihkan tersebut. Kedua peneliti melakukan risetnya di Madura dan mendapati bahwa orang-orang Madura cenderung melihat peran bapak hanya sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah.

Padahal, hasil penelitian mengungkap bahwa peran laki-laki berpengaruh signifikan terhadap pencegahan tengkes alias stunting.

“Budaya pengasuhan (selain ibu juga oleh bapak) secara signifikan berpengaruh terhadap pencegahan tengkes pada balita,” tulis peneliti.

Studi lain yang terbit di Journal of Public Health Research (2021) turut mengungkap bahwa tengkes biasanya merupakan indikator dari pola asuh buruk yang berdampak pada pemberian nutrisi yang tak memadai. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan anak pun terhambat. Lain itu, anak juga menjadi lebih sering mengalami infeksi dan stimulasi psikososialnya tidak memadai.

Kesimpulannya, praktik pengasuhan anak yang positif oleh kedua orang tua dapat mengurangi stres psikologis dan meningkatkan kesehatan anak.

Infografik Stunting

Infografik Stunting. tirto.id/Fuad

Soal Tengkes, Apa yang Genting?

Tengkes alias malnutrisi kronis merupakan dampak dari gizi dan kesehatan buruk pada anak usia dini, dimulai sejak dalam kandungan. Anak yang mengalami tengkes pertumbuhannya tak sesuai dengan usia. Gangguan tersebut juga memengaruhi otak sehingga menghambat potensi kognitif.

Akibatnya, anak jadi pendek, “bodoh”, gampang sakit, produktivitas dan kesejahteraan ekonominya juga ikut menurun. Efek buruk ini dapat berlanjut ke generasi berikutnya.

Kerangka Konseptual WHO tentang Tengkes Anak (2014, PDF) menyebut bahwa rumah tangga dan keluarga merupakan faktor paling besar (3,22 kali) membuat anak tengkes, disusul pemberian MP-ASI yang kurang memadai.

“Upaya mengatasi tengkes pada anak sebaiknya fokus pada pembenahan pengetahuan gizi orang tua,” saran tim peneliti dalam studi “Parenting functioning in stunting management: A concept analysis”.

Lalu, kenapa laki-laki harus ambil bagian dalam eliminasi tengkes?

Sebabnya tak lain karena pilihan mempunyai anak adalah keputusan berdua ayah dan ibu. Maka pengasuhan anak juga merupakan tanggung jawab bersama, bukan salah satu saja.

Saat ibu hamil dan ketika bayi berusia 6-23 bulan, itu merupakan periode penting mencegah tengkes. Ibu dan anak harus mendapat gizi yang cukup. Ibu hamil tidak boleh kekurangan gizi dan mengalami anemia. Bayi di atas 6 bulan juga harus diberi makanan tambahan dengan mengutamakan protein hewani.

Laki-laki sebagai suami cum bapak berperan penting untuk memenuhi hal tersebut. Laki-laki perlu menjadi sistem pendukung bagi para ibu ketika membesarkan anak. Masa pengasuhan seringkali membuat ibu—terutama ibu baru—menjadi stres, kondisi itu bisa membikin produksi ASI bagi bayi tidak optimal.

“Ayah juga bisa dilibatkan mencari informasi tentang MPASI, menjalin komunikasi di setiap kesempatan untuk berinteraksi dengan anak,” terang Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Nopian Andusti sebagaimana dikutip Antaranews.

Kontruksi mayoritas yang menempatkan tanggung jawab pengasuhan anak pada ibu, sementara bapak hanya sebagai pencari nafkah, membuat peran laki-laki menjadi minim dalam pengasuhan. Padahal, kedua belah pihak punya peran yang sama dalam pengasuhan.

Di Indonesia angka tengkes anak berdasar Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) masih berada di 21,6 persen pada 2022 kemarin, meski nilainya sudah turun dari semula 24,4 persen pada 2021. Di tahun depan (2024), persentase kasus tengkes diharapkan bisa dibatasi di angka 14 persen saja.

Namun, melihat bagaimana pemerintah kita menempatkan program kesehatan ibu dan anak yang tidak ramah laki-laki, target itu bisa saja jauh panggang dari api. Karenanya, pemerintah mesti mengevaluasi paradigmanya terkait pengasuhan anak sebelum menelurkan program.

Baca juga artikel terkait STUNTING atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fadrik Aziz Firdausi
-->