Menuju konten utama
Gangguan Ginjal Akut

Ombudsman: Menkes Terbukti Maladministrasi Tangani Ginjal Akut

Menkes terbukti maladministrasi karena belum menetapkan GGAPA pada anak sebagai KLB sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam tangani GGAPA.

Ombudsman: Menkes Terbukti Maladministrasi Tangani Ginjal Akut
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/11/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id -

Ombudsman Republik Indonesia menyatakan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin terbukti melakukan maladministrasi terkait penanggulangan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.
Menkes BGS dianggap melakukan penyimpangan prosedur dan tidak
kompeten dalam melakukan penanggulangan GGAPA.

"Dugaan maladministrasi terbukti pada Menkes terbukti melakukan tindakan Maladministrasi terkait dengan penanggulangan kasus GGAPA pada anak," kata anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (14/12/2022).

Hal tersebut diketahui setelah Ombudsman melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan berkaitan dengan substansi permasalahan

Kemudian Ombudsman RI melakukan investigasi dan permintaan keterangan di 13 Provinsi, serta melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen administrasi berkiatan dengan substansi permasalahan.

Ombudsman RI menyatakan Menkes terbukti maladministrasi karena belum menetapkan GGAPA pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB.

Kemudian Menkes juga terbukti melakukan maladministrasi dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registrasi penyakit seperti pendataan dan pencatatan, serta surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak.

Kemudian Kemenkes juga terbukti tidak kompeten dalam melakukan pengawasan Kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengawasan Di Bidang Kesehatan agar dapat dilakukan mitigasi awal GGAPA pada anak.

Lalu, Ombudsman juga menilai Kemenkes tidak kompeten dalam mensosialisasikan dan menegakkan peraturan secara luas terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak akibat EG dan DEG.

"Kemenkes tidak menyampaikan informasi secara luas mengenai kesimpulan penyebab GGAPA pada anak yang terkonfirmasi dari akibat konsumsi obat sirop mengandung EG dan DEG melanggar aturan ambang batas," terangnya.

Oleh karena itu, Ombudsman RI meminta kepada Kemenkes agar melakukan peningkatan kapasitas tim surveilans data melalui penyediaan struktur kerja, kualitas, dan kuantitas SDM surveilans serta standar kerja untuk mendukung tersedianya data yang akurat dan komprehensif.

Kemudian melakukan penyempurnaan peraturan terkait KLB khususnya cakupan penyakit menular dan tidak menular.

Selain itu, menetapkan klasifikasi KLB dengan status dan mekanisme penanganannya

untuk meningkatkan kapasitas respon dalam melakukan tindak lanjut dan penanganannya. Serta melakukan sosialisasi secara massif dan terukur kepada seluruh Faskes dan Nakes tentang tata laksana dan manajemen klinis penanganan GGAPA.
"Menyampaikan informasi kepada publik untuk menjamin terpenuhinya hak informasi kesehatan berupa penyebab GGAPA sebagai akibat dari kandungan EG dan DEG dalam obat sirop," tuturnya.

Ombudsman pun meminta agar Kemenkes melakukan sejumlah rekomendasinya dalam waktu 30 hari. Robert menyatakan Ombudsman RI akan terus mengawal rekomendasi tersebut.

"Kami akan terus pantau. Jika nanti 14 hari tidak ada sinyal yg positif kami akan surati mereka," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait GANGGUAN GINJAL AKUT PADA ANAK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri