Menuju konten utama

Laga Panas Derby Manchester

Hawa panas Derby Manchester telah bertiup kencang sejak dua minggu lalu. Ulasan persaingan bersejarah dua klub, rivalitas abadi dua pelatih paling paling superstar sekaligus paling berpengaruh di dunia saat ini, Joseph "Pep" Guardiola dan Jose Mourinho, dari urusan pribadi hingga filosofi sepakbola, dan pemicu letusan-letusan lain seperti kemurkaan Zlatan Ibrahimovic, ujung tombak United, kepada Pep.

Laga Panas Derby Manchester
File foto - Pertandingan Derby Manchester United vs Manchester City adi Old Trafford, Manchester, Inggris. [Foto/Reuters/Daren Staples]

tirto.id - Demikianlah seharusnya industri bekerja, sesuatu yang dibesar-besarkan sangat diperlukan untuk memoles jualan. Konflik harus dirumit-rumitkan, ditaburi bumbu-bumbu. Perseteruan panjang butuh intrik dan drama. Opera sabun.

Jika dahulu Liga Inggris hanya bisa terpana melihat laga El-Clasico di La Liga Spanyol yang begitu megah, kaya intrik, kini Derby Manchester menawarkan hal yang sama. Jika dahulu Liga Inggris hanya menawarkan tontonan apakah Wayne Bridge akan menyalami John Terry karena kasus perselingkuhan, atau Patricce Evra menyalami Luiz Suarez karena omongan rasisnya, kini ada sejumlah drama yang jauh lebih penting dan menarik disimak karena lebih banyak berhubungan dengan sepakbola itu sendiri, meski tetap dengan penyedap.

Derby Manchester pertama di musim 2016/17 yang akan berlangsung dalam hitungan jam, menawarkan segala yang dibutuhkan untuk menjadi tontonan miliaran pasang mata. Hawa panasnya telah bertiup kencang di internet sejak dua minggu lalu. Ulasan persaingan bersejarah dua klub, Mancheseter United dan Manchester City, rivalitas abadi dua pelatih paling berpengaruh di dunia saat ini, Joseph "Pep" Guardiola dan Jose Mourinho, dari urusan pribadi hingga filosofi sepakbola, dan pemicu letusan-letusan lain seperti kemurkaan Zlatan Ibrahimovic, ujung tombak United, kepada Pep.

Mulut para gila bola sudah menganga, menitikkan liur, tak sabar menunggu adonan menggiurkan itu di-oven dan mencicipi hasilnya.

"Sebagai pelatih Pep fantastis," kata Zlatan. "Sebagai pribadi, aku tidak bisa komentar--itu hal yang berbeda. Dia bukan laki-laki sejati, tak ada lagi yang bisa kukatakan."

Saking kesumatnya dendam Zlatan, ia menghabiskan banyak halaman di bukunya yang fenomenal, I Am Zlatan Ibrahimovic, untuk mencaci-maki pelatih asal Catalan itu. Setahun kebersamaan keduanya di Barcelona meninggalkan luka mendalam bagi Zlatan. Meski pada mulanya, ia begitu antusias ketika bergabung bersama Pep di awal musim 2009.

Pada mulanya, Zlatan begitu antusias bergabung di bawah kepelatihan Pep. Terbayang olehnya nostalgia filosofi dan gaya Ajax Amsterdam, karena mewarisi sistem permainan yang sama dari legenda bernama Johan Cruyff.

"Semua pemainya wow," kata Zlatan ketika itu. "Mereka seperti tidak memiliki kelemahan atau semacamnya, [Lionel] Messi, Xavi [Alonso], [Andres] Iniesta, [Gerard] Pique, [Corlos] Puyol, dan lain-lain. Rasanya seperti berada dalam permainan PlayStation dan aku bisa melakukan apa saja yang akuinginkan di lapangan."

Tapi bulan madu itu berlangsung singkat. Zlatan hanya bertahan satu musim di Catalan. Bahkan di bulan-bulan terakhir di sana, hubungannya dengan sang pelatih memburuk.

Zlatan merasa, potensinya sebagai salah satu bomber terbaik di dunia tidak dimaksimalkan oleh Pep. Lantaran Pep memilih mengistimewakan Messi sebagi pusat permainan Barca.

"Ketika Anda membeli saya, Anda membeli Ferrari. Jika Anda mengendarai Ferrari, Anda menngisi bensin premium di tangki, anda melaju dan tancap gas di jalan tol. Guardiola justru memakai mesin diesel dan memilih berjalan di pedesaan. Dia seharusnya membeli Fiat," tulis Zlatan di bukunya.

"Jose Mourinho adalah kebalikan dari Guardiola. Jika Mourinho menyemarakkan ruang ganti, Guardiola justru hobi menutup tirai," imbuhnya.

Antara Pep dan Mou sendiri, sejak musim ini bergulir, komunikasi antara keduanya kebanyakan berupa diplomasi, basa-basi, dan penihilan ketegangan yang pernah terjadi antara keduanya. Gestur yang mereka tampilkan sejauh ini adalah gestur bersahabat yang jauh dari rivalitas. Tetapi sebenarnya, pertemuan keduanya tidak pernah benar-benar mesra, selalu ada saling sikat, saling sikut dan keinginan menghancurkan satu sama lain.

Semua mata menunggu apa yang akan terjadi ketika peluit panjang nanti malam berbunyi. Bagaimana cara keduanya bersalaman. Lepas dari apa pun hasilnya, banyak yang berharap episode permusuhan baru akan dimulai sejak malam ini, genderang perang kembali ditabuh. Media, para fans, pengamat, dan semua tim hore di dunia bersiap menyaksikan drama yang mengikutinya.

Dua ikon pelatih modern ini sudah punya sejarah persentuhan selama 20 tahun, dimulai saat Bobby Robson tiba di Barcelona, saat Guardiola masih seorang pemain dan Mourinho datang sebagai penerjemahn. Tidak butuh waktu lama bagi Mourinho untuk menaikkan kariernya menjadi asisten pelatih, dan peran barunya ini tetap dipegangnya meski Robson kemudian hengkang digantikan Louis van Gaal. Keduanya punya akar yang sama di Barcelona.

Persaingan mereka dimulai pada tahun 2008 ketika Barcelona mencari pelatih pengganti Frank Rijkaard. Ferran Soriano, CEO Barcelona ketika itu--yang sekarang berada di City, dalam bukunya The Ball Doesn't Go by Chance, menjelaskan pilihannya saat itu ada dua: antara Guardiola atau Mourinho.

Pengalaman Guardiola saat itu sangat minim, ia baru semusim bertanggung jawab melatih Barcelona yunior. Sementara Mourinho telah memenangkan gelar liga di Inggris dan Portugal, serta meraih trofi Liga Champions bersama Porto. Namun Barcelona akhirnya lebih memilih Guardiola, alasannya untuk mempertahankan filosofi sepakbola mereka dan agar tidak terseret dalam berbagai skandal dan keributan di media.

Keputusan itu terbukti benar, Guardiola memenangi tiga gelar liga berturut-turut dan dua Liga Champions. Mourinho hijrah ke Inter Milan dan memenangkan dua gelar Serie A berturut-turut. Dan yang lebih signifikan, pada 2010, ia memenangkan Liga Champions dengan mengalahkan Guardiola Barcelona di semifinal.

Laga keduanya di Camp Nou pada leg kedua semifinal tersebut, menampilkan kinerja defensif luar biasa dari Inter. Hanya dengan 10 pemain selama lebih dari satu jam, mereka terus menahan gempuran Messi dkk dan hanya kalah 1-0 sehingga menghasilkan kemenangan agregat 3-2. Mereka lolos ke babak final walaupun hanya mencatatkan 19% penguasaan bola lalu menjadi juara.

Pertandingan itu, menurut ahli taktik Jonathan Wilson, merupakan salah satu laga paling berpengaruh abad ini di Eropa. Ia menunjukkan bahwa Barcelona bisa dikalahkan, menawarkan templat bagaimana menggagalkan serangan bertubi-tubi tim Guardiola. Ia juga menunjukkan garis batas yang terang bagaimana penguasaan bola radikal ala Guardiola dan anti-penguasaan bola radikal yang dikembangkan Mourinho bertarung. Mourinho seolah-olah mendefinisikan dirinya sebaggai musuh abadi dari tradisi Barcelona: klub yang telah menolaknya, dan pada gilirannya Mou juga menolak filsafat bola mereka.

Karena keberhasilan Mou itu, Presiden Real Madrid Florentino Perez membujuk Mourinho untuk bergabung ke Santiago Bernabeu pada musim berikutnya. Perseteruan Mou dan Pep terus memanas. Laga keduanya selalu diwarnai macam-macam pelanggaran, diving, saling jegal, pertengkaran, dan segenap upaya mempengaruhi keputusan wasit.

Apakah semua itu akan terulang malam ini? Selamat menyaksikan.

Baca juga artikel terkait MANCHESTER CITY atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Olahraga
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti