tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah untuk menyediakan konselor dan melakukan trauma healing bagi anak-anak korban kebakaran Taman Sari.
Polres Jakarta Barat menduga ada unsur kesengajaan dalam kebakaran di Taman Sari dan telah menetapkan S sebagai terduga pelaku pembakaran rumahnya sendiri, hingga menyambar ke ratusan rumah lainnya di RW 03 Kelurahan Krukut, Taman Sari, Jakarta Barat.
"Kelakukan S ini ternyata bikin banyak anak-anak korban kebakaran jadi pendendam. Tentu saja, mereka [anak-anak] harus direhabilitasi melalui konselor dan psiko sosial," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam rilis yang diterima Tirto hari ini Rabu (31/1/2018).
Susianah, Komisioner KPAI bidang Sosial dan Anak dalam situasi darurat bersama dengan Retno Listyarti, telah melakukan pengawasan langsung ke lokasi kebakaran dan mendatangi tenda-tenda pengungsian pada Selasa (30/1/2018), untuk memastikan kebutuhan anak-anak terpenuhi.
Dari 1327 jiwa yang terdampak kebakaran, 126 diantaranya balita. Adapun korban yang masih berstatus sebagai anak sekolah sebanyak 209 anak dengan rincian : TK sebanyak 5 anak, SD sejumlah 116 anak, SMP sejumlah 47 anak dan SMA sebanyak 41 anak.
Sebanyak 12 korban yang merupakan ibu hamil juga harus dipastikan bahwa kandungannya mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Jadi total korban berjumlah 335 anak dan yang masih dalam kandungan 12 jiwa.
Selain itu, satu sekolah Taman Kanak-kanak di lokasi juga ikut habis terbakar. KPAI berharap pemerintah provinsi bisa membantu mengadakan sekolah darurat baik jangka pendek serta membantu pembangunan kembali TK tersebut demi kelangsungan pendidikan anak-anak yang terdampak.
Berdasarkan hasil pengawasan, KPAI menyampaikan 3 rekomendasi kepada pemerintah diantaranya untuk memperhatikan serta memenuhi kebutuhan dasar anak dan keluarga korban terhadap akses air bersih secara cuma-cuma. KPAI memperoleh informasi bahwa di lokasi kebakaran hanya tersedia 2 kamar mandi dan WC umum untuk memenuhi 1327 orang yang menjadi korban kebakaran.
Karena ketersediaan akses air bersih yang minim tersebut, warga yang kini berada di pengungsian terpaksa menggunakan kamar mandi dan WC milik perorangan dengan membayar sebesar Rp2000 untuk mandi dan Rp1000 untuk buang air kecil.
KPAI meminta kepada Pemerintah Provinsi melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar mempermudah proses pembuatan akte lahir anak-anak, ijasah dan rapor anak-anak yang bersekolah, Kartu Keluarga, dan identitas diri berupa KTP.
Hal ini mengingat semua dokumen penting tersebut ikut raib terbakar bersama rumah warga. Pengadaan indentitas lahir bagi anak sangat penting sebagai warga negara untuk mendapatkan hak-haknya, perlindungan hukum, perlindungan sosial dan lain sebagainya
Selanjutnya, Kementerian Sosial diminta untuk menyelenggarakan Psikososial kepada anak-anak korban agar proses integrasi sosial segera dapat terlaksana tanpa menghambat tumbuh kembang anak.
KPAI juga meminta kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta untuk menyediakan konselor dan mengadakan assessment lanjutan serta kegiatan trauma healing kepada anak-anak korban.
Rekomendasi KPAI tersebut berdasarkan atas laporan dari pekerja sosial yang telah melakukan assesment kepada anak-anak korban bahwa mereka memendam dendam kepada pelaku.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo