tirto.id - Nihil orang tahu apa yang ada di pikiran Sentot Setiadi. Apa yang ada dalam benaknya, cuma dia, Tuhan, dan setan yang tahu. Siang 25 Juli 2017, Sentot datang ke pool Mayasari Bakti di Ciracas, Jakarta Timur. Pria asal Kebumen ini merupakan mantan supir bus Transjakarta yang dioperasikan Mayasari Bakti. Namun, Ia kena skors karena perkara indisipliner.
Sekuriti membolehkannya lewat. Seharusnya tiap pengemudi yang membawa bus keluar harus menunjukkan Surat Perintah Jalan (SPJ). Namun, Sentot beralasan buru-buru menjemput rombongan anak sekolah. Sekuriti akhirnya memberi jempol tanda boleh lewat. Tak ada yang tahu ke mana Sentot pergi, hingga Rabu dini hari. Saat itu inspeksi rutin, dan ditemukan satu bus menghilang: bus yang dibawa oleh Sentot.
Mayasari Bakti kebingungan mencari busnya. Sentot berlaku cerdik dengan mematikan OPU, sejenis pelacak keberadaan yang ada dalam bus. Akhirnya Mayasari Bakti bekerja sama dengan Transjakarta dan operator seluler. Mereka punya alat yang bisa mendeteksi keberadaan bus. Pada Rabu, pukul 08.50 pagi, bus berwarna biru-putih itu terdeteksi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Tak butuh waktu lama, Kepolisian Jawa Tengah menangkap Sentot yang baru saja mengisi bahan bakar tanpa membayar. Ketika ditanya alasan mencuri, Sentot hanya menangis. "Pengen jemput anak sekolah, pakai bus Transjakarta," ujarnya seperti dikutip banyak media.
Rasanya susah untuk tidak tertawa geli mendengar aksi Sentot. Bagaimanapun, tak semua orang punya nyali untuk mencuri bus. Mencuri barang berukuran besar seperti bus jelas mengundang orang untuk curiga. Apalagi itu bis Transjakarta, yang kemudian melanglang hingga Pekalongan.
Kalaupun berhasil mencuri bus, pasti akan ada pertanyaan: mau diapakan bus curian itu? Dijual? Jelas mengundang kecurigaan. Mau diloakkan kiloan? Jelas lebih berisiko. Tapi apa boleh buat, Sentot sudah kadung ditangkap. Di berbagai media, polisi yang menangkap Sentot tampak tersenyum, campuran antara geli dan takjub.
Sentot tidak sendirian dalam berbuat aksi kriminal yang mengundang orang untuk geleng-geleng kepala.
Aksi yang Perlu Nyali Besar
Di awal tahun 2000-an, ada sebuah acara kriminal di televisi swasta Indonesia. Maskotnya adalah karakter bernama Bang Napi. Ia punya slogan yang amat populer.
"Ingat. Kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya. Tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah!"
Dalam kasus Sentot, niat bisa diperdebatkan. Tapi satu yang pasti, nyaris tak ada celah kesempatan untuk berbuat kriminal di pool Mayasari Bakti. Semua sudah diatur oleh standar operasi. Termasuk aturan yang mengharuskan pengemudi menunjukkan surat jalan. Namun, toh Sentot berhasil saja nyelonong setelah mengelabui petugas keamanan. Ketimbang menunggu kesempatan, Sentot memilih untuk membuat kesempatan.
Perihal membuat kesempatan, mungkin Frank Abagnale, Jr. adalah salah satu orang yang paling lihai membuat kesempatan. Pada usia 15, Abagnale sudah mengatur penipuan pertamanya. Korbannya? Sang ayah sendiri. Abagnale diberikan semacam kartu kredit bensin dan sebuah truk untuk kerja sampingan. Di pom bensin, Abagnale akan membeli aneka barang seperti ban, aki, apapun yang berhubungan dengan mobil. Setelahnya, barang itu akan ia tukar dengan uang.
Setelah itu, namanya makin dikenal sebagai penipu ulung. Rekam jejaknya bikin kagum. Ia ahli menyamar dan meyakinkan orang. Ia pernah menyamar sebagai pilot maskapai ketika umur 16 tahun. Sebagai pilot gadungan, Ia punya jam terbang 1.600.000 kilometer dalam 250 penerbangan. Ia pernah menjejakkan kaki di 26 negara.
Ia pernah menjadi seorang pediatris, yang tak bertahan lama. Karena di suatu masa, Ia pernah nyaris membuat seorang anak meninggal karena tak tahu apa prosedur yang harus dilakukan. Dari buku yang Ia tulis, Catch Me If You Can, Abagnale bilang Ia bisa membahayakan nyawa orang jika terus menyamar sebagai seorang pediatris.
Kisah Abagnale sudah difilmkan, berdasarkan buku yang ia tulis. Berjudul sama, film ini dibintangi oleh Leonardo DiCaprio yang memerankan Abagnale, dan Tom Hanks yang memerankan Joseph Shea, agen FBI yang memburunya.
Cerita tentang kasus kriminal Sentot maupun Abagnale punya benang merah. Mereka sama-sama ahli meyakinkan korbannya. Dalam kasus Sentot, korbannya adalah sekuriti Mayasari Bakti. Malangnya, sang sekuriti diskors karena dianggap kecolongan. Padahal sekuriti itu adalah korban. Sentot dengan cerdik dan bernyali beralasan menjemput anak-anak sekolah. Ia paham bahwa seorang sekuriti tak mungkin tahu perihal internal, semisal skorsing yang menimpanya.
Mungkin ada yang bertanya: kok bisa sekuriti kecolongan padahal sudah punya prosedur keamanan standar? Jangankan sekuriti yang ditipu Sentot, korban-korban Abagnale merentang dari maskapai internasional yang jelas punya prosedur operasional lebih ketat, hingga ke rumah sakit dan lembaga hukum dengan prosedur keamanan berlapis. Ini artinya, korban penipuan tidak memandang kasta sosial atau tingkat pendidikan.
Benang merah kedua, mereka sama-sama punya nyali besar. Jika Sentot berada di kelas pemula, Abagnale sudah berada di level amat ahli. Mengelabui satu sekuriti memang butuh nyali. Bisa dibayangkan besarnya nyali yang dibutuhkan untuk menipu maskapai penerbangan hingga lembaga hukum.
Namun, tak semua para penipu dan penjahat bisa meyakinkan orang. Dari mereka yang tak lihai lagi sedikit bodoh ini, kita bisa mendengar kisah-kisah kriminalitas yang menghibur. Seperti yang dilakukan oleh Charles Ray Fuller.
Pada 2008, Fuller datang ke sebuah bank kecil di kotanya, Texas. Ia membawa sebuah cek. Dengan percaya diri, Ia berkata pada teller: aku ingin mencairkan uang. Sang teller mengambil cek itu dan terbelalak melihat jumlahnya: 360 miliar. Dolar. Sang teller langsung curiga dan menelpon polisi. Apalagi tanda tangan di cek itu adalah milik seorang perempuan.
Ternyata cek itu milik ibu sang pacar. Fuller ditahan atas tuduhan pemalsuan cek. Tapi dilepas setelah membayar jaminan sebesar 3.750 dolar. Pembaca koran lokal di Texas jelas bertanya: anak idiot mana yang berpikir sebuah bank punya uang tunai 360 miliar dolar. Lagipula, jumlah itu lebih dari separuh anggaran pertahanan militer Amerika Serikat pada 2014.
Kisah kriminal bodoh dan bikin geleng-geleng kepala juga pernah dilakukan oleh Rhys Owen Jones dan Keri Mules. Dua orang remaja dari South Wales ini mabuk, menyusup ke Sea World, dan mencuri seekor penguin. Ketika sadar, mereka bingung tiba-tiba ada penguin di kamar. Mereka lalu berusaha melepas penguin bernama Dirk ke sebuah kanal, tapi keburu terpergok oleh polisi. Mereka didenda 1.000 dolar Australia.
Namun, semua kisah kriminal lucu itu punya efek yang apik. Para lembaga korban penipuan kemudian memperketat sistem keamanannya. Mayasari Bakti disebut akan memperketat izin keluar bus. Begitu pula korban-korban penipuan Abagnale.
Dunia ini memang menarik. Di saat ada banyak sekali kisah kriminal yang membuat bulu kuduk merinding dan menghasilkan kengerian, ada pula kisah-kisah kriminal yang layak ditertawakan. Kisah itu membuat kita membatin, "Lha kok bisa sih?" Dari kisah-kisah pengundang tawa itu kita bisa belajar: manusia memang spesies yang sungguh tak terduga.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nuran Wibisono