tirto.id - Keributan Jorge Lorenzo dan Valentino Rossi memang memuncak musim 2015. Meski sama-sama satu tim, keduanya saling bersaing memperebutkan gelar juara dunia. Lorenzo lah yang memenangkan kompetisi itu.
Semua menyangka perseteruan itu akan mereda pada musim 2016, tapi ternyata tidak. Pada balapan di ajang MotoGP 2016 sirkuit San Marino di Misano, lagi-lagi Rossi terlibat cekcok dengan Lorenzo.
Kali ini Lorenzo menganggap bahwa aksi Rossi yang melakukan overtaking di lap kedua tikungan 14 terlalu agresif. Rossi yang tak terima kemudian membalas ocehan Lorenzo sembari tertawa: “Jika Anda seseorang yang telah berusia 37 tahun, Anda harus membiarkan pembalap yang lain ikutan berbicara,” kata pembalap berjuluk X-Fuera tersebut.
Sebelumnya, Rossi sudah pernah berseteru dengan Lorenzo di tahun 2010. Tahun itu, Lorenzo berhasil meraih gelar juara MotoGP pertamanya. Rossi yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Lorenzo, memutuskan hengkang ke Ducati.
“Sepanjang karier saya, saya tidak pernah membuat keputusan yang keliru. Sekarang saya salah,” ujarnya ketika di Ducati. Ia mengaku bahwa keputusannya hanya semata-mata masalah ketidaknyamanan dengan Lorenzo.
Kali ini giliran Lorenzo yang mengatakan bahwa perseteruannya dengan Rossi sudah tak terhindarkan. Ketika Rossi pindah ke Ducati tahun 2011, perseteruan tersebut perlahan luntur. Ketika itu, Yamaha lebih memilih Lorenzo sebagai "anak emas" dibanding Rossi.
“Apabila ada dua 'ayam jago' dalam satu 'kandang', dengan catatan bahwa salah satu target mereka adalah melakukan segalanya untuk mengalahkan pembalap dengan motor yang sama, maka ketegangan jelas terjadi. Ini wajar-wajar saja, entah dengan Vale atau dengan yang lain,” ucap Lorenzo.
Sedangkan Alex Hofmann, komentator MotoGP berpendapat bahwa Yamaha tidak memberikan cukup apresiasi pada Lorenzo. Kali ini, Yamaha ternyata lebih memilih mempertahankan Rossi dan mendepak Lorenzo.
"Jorge Lorenzo mencari tim yang mau melakukan apa pun buat dirinya dan itu yang dijanjikan Dall'Igna. Di Ducati, dia menjadi pebalap nomor satu dan mendapat gaji yang besar," kata Hofmann.
Setelah sekian lamanya, Lorenzo akan bersua kembali dengan motor pabrikan Italia. Terakhir pada tahun 2007, Lorenzo mencicipi Aprilia di kelas 250cc. Ia berhasil menjadi juara dunia dua kali kelas 250cc.
Motor Ducati, Motor Yamaha
Bukan rahasia lagi bahwa Ducati memang sering membajak pembalap Yamaha. Ada nama, Cal Crutchlow dan Andrea Dovizioso. Kedua pembalap ini sempat dibajak Ducati dari tim satelit Yamaha yakni Monster Yamaha Tech 3. Yang paling lawas, Ducati pernah meneken kontrak dengan pembalap Carlos Checa dari tim satelit Gauloises Fortuna Yamaha.
Juara dunia Grand Prix sembilan kali, Valentino Rossi juga sempat menjajal kemampuan motor Desmosedici GP12 milik Ducati Corse pada tahun 2011 – 2012.
Rossi sebagai pembalap teranyar dan paling senior merasakan sendiri kekejaman motor Desmosedici. Selama dua musim di Ducati, Rossi sibuk beradaptasi dengan mesin Desmosedici dan tak pernah berhasil. Dua tahun waktunya dihabiskan dengan mengeluh.
Jangankan juara dunia, untuk menjadi peringkat 1 di satu sirkuit saja sangat sulit. Tercatat hanya Dovizioso saja yang pernah duduk di podium nomor 1 sebagai mantan penunggang Yamaha di Ducati. Sisanya nihil.
Ducati justru meraih gelar juara dunia MotoGP saat ditangani oleh Casey Stoner yang sebelumnya menunggangi motor pabrikan Honda.
Namun, Direktur Olahraga Ducati Corse, Paolo Ciabatti tetap mempercayakan motor Ducati kepada Lorenzo. Kembali rider Yamaha harus mencoba mengadu nasib dengan menaklukan tenaga luar biasa Desmosedici.
“Rencana kami adalah menjadikan motor kami menjadi lebih kompetitif, seperti Honda dan Yamaha. Kami ingin merekrut pembalap terbaik dan membawa gelar juara ke Borgo Panigale, Italia,” ujar Ciabatti.
Desmosedici GP17 sendiri tidak banyak mengalami perubahan. Terkait regulasi baru yang diterapkan Dorna Motosport, GP17 diwajibkan mengurangi sasis di bagian sayap atau winglet. Namun, rider Ducati, Dovizioso mengatakan bahwa Desmosedici tidak akan mengalami perubahan, tapi penyempurnaan.
“Ducati takkan membuat motor yang benar-benar baru seperti yang mereka lakukan tahun-tahun sebelumnya. Mengapa? karena tahun ini saja kami sudah cukup mampu tampil kompetitif. Hanya ada beberapa komponen baru, termasuk penyesuaian dengan spesifikasi regulasi MotoGP 2017," ungkap Dovi.
Karena itu, untuk sasis motor, Ducati diyakini masih akan tetap kerja sama dengan produsen sasis asal Swiss, Suter Racing Technology. Sedangkan untuk sistem kelistrikan, Ducati akan digarap oleh merk mobil ternama, Audi.
Hal yang dikatakan Dovi memang masuk akal. Pada musim 2016, prestasi Ducati relatif bagus. Di sirkuit Mugello misalnya, Andrea Iannone berhasil mencatat salah satu rekor waktu tercepat. Motor Desmosedici GP16 mencetak kecepatan 354,9 kilometer per jam. Sedangkan di sirkuit Qatar, Desmosedici GP16 berhasil mencapai 351,2 kilometer per jam.
Pada tes pramusim 2016, Ducati juga berhasil membuat gentar lawan-lawannya. Bagaimana tidak, Dovizioso dan Iannone berhasil finish tercepat di posisi satu dan dua serta mempecundangi Marc Marquez ataupun Jorge Lorenzo.
“Musim lalu mereka sangat cepat, mereka memiliki high speed yang sangat tinggi. Tapi, mereka kala itu tidak bagus pada akselerasi. Namun kini, Ducati memiliki akselerasi yang bagus ketimbang musim lalu,” kata Marquez terkait pramusim yang lalu.
Mesin Ducati memang dikenal mumpuni dalam soal mengejar top speed. Sayangnya kedahsyatan mesin mereka tidak semerta membikin Ducati juara. Banyak pembalap mengeluhkan terlalu sulit mengendalikan motor Ducati, di antara yang mengeluhkan itu adalah Rossi.
"Masalah kami sangat jelas: apa yang tidak bekerja di bagian belakang, pada percepatan, menurut saya datang dari depan, dan penyebabnya understeering. Saat masuk tikungan, karena sesuatu yang kami tidak tahu, bagian depan tidak memungkinkan Anda untuk belok dengan kencang. Understeering menjadi masalah terbesar,” kata Rossi pada 2012 silam
“Yang luar biasa adalah bahwa karakteristik ini mirip dengan semua Ducati yang saya naik sejak 2010: apakah itu versi tanpa sasis, atau yang menggunakan serat karbon bagian depan, atau dengan aluminium, atau dengan yang full sasis. Semuanya tidak pernah berubah, itu luar biasa. Mesin juga menjadi masalah lain yang sangat penting. Kami membutuhkan mesin yang lebih mudah dikelola: mesin kami sangat agresif, lebih dari milik Honda dan lebih lagi daripada Yamaha,” ujar Rossi.
Nasib Rider Spanyol di Pabrikan Italia
Sebelum Lorenzo, beberapa pembalap Spanyol sudah pernah mencoba menjinakkan Desmosedici.
Carlos Checa yang juga menunggangi Yamaha YZR-M1 hengkang pada 2005 ke Ducati. Bersama Ducati, Checa hanya bertahan selama semusim dan kembali ke motor Yamaha. Nasib sama menimpa Sete Gibernau. Bersama Ducati, Gibernau hanya berhasil meraih peringkat 13 pembalap dunia. Bahkan, Gibernau tidak bisa berdiri di podium satu kalipun bersama Ducati. Ia mandek di peringkat empat.
Hasil ini tentu ironis karena Gibernau bukankah pembalap kemarin sore. Saat Rossi menjadi juara dunia tahun 2003 dan 2004, Gibernau ketat menempel Rossi di posisi 2. Ketika pindah ke Ducati tahun 2006, nasib Gibernau turun ke peringkat 13.
Pada balapan terakhir di sirkuit Valencia 2006, Gibernau yang mengendarai Desmosedici GP6 bahkan mengalami tabrakan dan cedera parah. Setelah tabrakan itu, Gibernau memutuskan untuk keluar dari dunia MotoGP.
Belum kapok, Gibernau kembali pada tahun 2009 dengan Ducati GP9. Kembali, Ducati memberikan hasil buruk pada Gibernau. Ia finish di peringkat 19 klasemen dan pensiun selamanya.
Trend buruk pembalap Spanyol di Ducati ini apakah juga akan menimpa Lorenzo? Pada awal uji cobanya dengan Ducati awal bulan lalu, Ciabatti mengatakan Lorenzo terlihat sangat puas dengan Desmosedici.
"Dia tersenyum lebar saat kembali ke garasi setelah melakukan beberapa putaran pertama. Dia lega dan menyadari bahwa meskipun berbeda motor (dengan Yamaha), Ducati bukanlah sesuatu dari dunia lain," kata Ciabatti.
Sebenarnya ini bukan merupakan kali pertama Ducati mendapati pujian seperti itu. Pada awal musim, Checa, Gibernau, dan Rossi mengatakan yang sama: Desmosedici luar biasa.
Namun, hasilnya? Selalu tidak biasa.
“Sejak awal perjalanan bersama Ducati sudah terasa sulit. Dan sayangnya kita tidak bisa memperbaiki hal itu. Saya tidak pernah bisa berkompetisi dengan motor ini (Desmosedici GP12). Saya rasa Ducati akan berkembang tahun-tahun ke depan. Tapi saya sudah membuat keputusan. Dalam kondisi sekarang, saya harus mencoba motor yang lebih kompetitif dan motor terbaik untuk saya,” kata Rossi ketika meninggalkan Ducati.
Bahkan Rossi yang sudah menjuarai MotoGP sebanyak lima kali akhirnya bertekuk lutut pada ‘kuda besi’ racikan negaranya sendiri.
Bagaimana nasib Lorenzo? Sepertinya ia tidak bisa lengah sejak awal seri MotoGP 2017. Karena itu yang akan menentukan nasibnya di Ducati atau bahkan di MotoGP.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan