Menuju konten utama

Kesenjangan Digital Berbasis Gender Turun, Momen Akselerasi Aksi

Kesenjangan digital berbasis gender di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah mulai menurun. Penurunan signifikan terjadi di Indonesia.

Kesenjangan Digital Berbasis Gender Turun, Momen Akselerasi Aksi
Di Bantul, DI Yogyakarta, upaya membangun literasi keuangan dilakukan oleh ulama perempuan melalui kegiatan pengajian untuk menjangkau masyarakat yang belum terlayani keuangan formal. Kegiatan ini dikelola oleh Rahima, penerima hibah Inklusi Keuangan Digital Perempuan, sebuah inisiatif Women’s World Banking, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (FOTO/Istimewa)

tirto.id - Revolusi digital membuktikan peran dan dampak transformatif internet terhadap berbagai sendi kehidupan. Dengan mengakses internet, seseorang dapat terhubung dengan layanan penting seperti pendidikan, kesehatan, dan keuangan, serta memiliki interaksi berbeda terhadap layanan tersebut dibandingkan dengan metode konvensional. Kendati kemajuan digital berlangsung pesat, di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah (Low-and Middle-Income Countries/LMICs), akses terhadap internet masih senjang, terutama antara perempuan dan laki-laki.

Laporan Global System for Mobile Communications Association (GSMA) menyebutkan, lebih dari 3,7 miliar orang di LMIC mengakses internet melalui ponsel pada tahun 2023. Ponsel pun menjadi sarana utama akses internet, terutama bagi populasi yang kurang terlayani seperti perempuan dan penduduk perdesaan.

Meski demikian, kesenjangan digital berdasarkan gender adalah hal nyata. Berikut adalah sebagian isi laporan GSMA paling anyar, khususnya yang berkaitan dengan kesenjangan digital berbasis gender.

Indonesia Catat Penurunan Kesenjangan Gender Digital Terbesar

Kini, perempuan pengguna internet seluler di LMIC lebih banyak dibandingkan sebelumnya: 66% atau 1,5 miliar pengguna. Meski begitu, jumlah pria pengguna internet seluler masih jauh lebih tinggi (78%) sekalipun tingkat adopsinya melambat pada tahun 2023. Dari 785 juta perempuan yang masih belum menggunakan internet seluler di LMIC, sekitar 60% tinggal di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Di wilayah-wilayah tersebut, perempuan merupakan kelompok yang paling kecil peluangnya menggunakan internet seluler, dibandingkan dengan laki-laki, dengan kesenjangan masing-masing 31% dan 32%.

Namun, untuk pertama kalinya sejak 2020, kesenjangan gender menipis dalam hal penggunaan internet seluler di LMIC. Hal demikian disebabkan perempuan mengadopsi internet seluler lebih cepat dibandingkan laki-laki. Kini, persentase perempuan pengguna internet seluler 15% lebih kecil dibandingkan laki-laki.

Kabar baik datang dari Indonesia, di mana kesenjangan digital berbasis gender menurun dari 15% menjadi 8%. Pencapaian ini lebih baik daripada negara-negara LMIC lain di mana kesenjangan menipis dari 15% ke 13%.

Hal ini tercapai berkat upaya-upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk meningkatkan akses layanan digital kepada perempuan. Di Indonesia, ada Hub Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP) yang jadi salah satu wadah multipihak berisikan pemerintah, penyedia jasa keuangan, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan yang bekerja untuk mendorong inklusi keuangan digital perempuan.

Melalui IKDP, bukti dan praktik dari lapangan bisa dipromosikan kepada pemerintah dan penyedia jasa keuangan agar ditindaklanjuti. IKDP juga memungkinkan kelompok-kelompok dengan akses dan layanan keuangan terbatas, seperti perempuan perdesaan dan penyandang disabilitas, memiliki ruang untuk menyampaikan aspirasinya. IKDP menjadi wadah koordinasi dan diskusi antarpihak untuk mengambil aksi dalam menutup kesenjangan gender dalam inklusi keuangan digital.

“Pencapaian Indonesia untuk menurunkan angka kesenjangan digital perlu dirayakan. Pekerjaan rumah berikutnya tentu memastikan kesenjangan gender digital dapat benar-benar ditutup, agar kelompok yang paling rentan ikut menikmati pembangunan. Untuk itu, peran semua pihak dari pemerintah, pihak swasta, dan mitra-mitra pembangunan lain akan semakin penting dan pencapaian ini akan menjadi momentum untuk mengakselerasi aksi-aksi tiap pihak,” ungkap Deputi Direktur Advokasi Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking (WWB), Vitasari Anggraeni, kepada Tirto.id, Senin (22/7/2024).

Body Artikel SC WWB 1

Aktivitas menabung di Koperasi Simpan Pinjam Gema Swadaya, Lumajang, Jawa Timur. Akses dan layanan keuangan yang terpercaya, aman, dan mudah menjadi kebutuhan bagi perempuan di perdesaan Lumajang. Melalui Gemapalu, Hub Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan yang dikelola oleh Women’s World Banking, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mendukung kegiatan literasi keuangan agar perempuan perdesaan mampu mengelola dan menggunakan layanan keuangan secara bijak dan aman. (FOTO/Istimewa)

Perempuan yang Memiliki Ponsel Lebih Sedikit daripada Laki-laki

Kesenjangan gender yang mendasar dalam hal kepemilikan ponsel di kalangan masyarakat LMIC tak banyak berubah sejak 2017. Peluang perempuan untuk memiliki ponsel 8% lebih kecil daripada laki-laki. Sebagai gambaran, dalam hal kepemilikan ponsel di LMIC, ada 970 juta perempuan tidak memiliki ponsel, sedangkan di pihak laki-laki hanya berjumlah 720 juta orang.

Setahun terakhir, kesenjangan gender dalam kepemilikan ponsel pintar di LMIC sedikit menipis dari 15% menjadi 13%. Di negara-negara tersebut, kiwari ada 60% perempuan yang memiliki ponsel pintar, sedangkan laki-laki mencapai 69%.

Pada saat bersamaan, 405 juta perempuan bahkan tercatat masih belum memiliki ponsel sama sekali, karena sukar dijangkau.

“Penelitian kami sebelumnya telah menunjukkan bahwa hambatan utama terhadap kepemilikan ponsel bagi perempuan (dan laki-laki) adalah keterjangkauan dan keterampilan literasi dan digital,” bunyi laporan GSMA 2024.

Kesenjangan pada Akses & Penggunaan Ponsel

Di 10 dari 12 negara yang disurvei untuk laporan di atas, perempuan yang menggunakan internet lebih sering mengakses internet secara eksklusif melalui telepon genggam. Sedangkan di seluruh negara LMIC, tercatat ada 83% perempuan yang kini punya telepon genggam, 60% punya ponsel pintar, dan 66% menggunakan internet seluler.

Meski demikian, akses dan penggunaan ponsel masih belum setara. Peluang perempuan untuk memiliki akses ke telepon seluler, uang seluler, internet seluler, dan layanan seluler lainnya masih lebih kecil ketimbang peluang yang dimiliki laki-laki.

Mengentaskan Kesenjangan Digital Berbasis Gender untuk Pertumbuhan Ekonomi

Laporan GSMA 2024 menyebutkan, menghapus kesenjangan gender menawarkan manfaat sosial dan ekonomi yang signifikan. Mulai dari potensi pendapatan tambahan sebesar 230 miliar dolar AS terhadap industri seluler hingga mencegah proyeksi kerugian PDB sebesar 500 miliar dollar AS di LMIC dalam lima tahun ke depan.

Keterangan di atas diamini Vitasari Anggraeni. “Kesetaraan digital penting tidak hanya untuk perempuan, tapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan,” ungkap Vitasari, Senin (22/7/2024).

Vitasari menambahkan, akses ke layanan digital dan keuangan digital mampu meningkatkan kesempatan perempuan untuk bergabung dan berkontribusi pada sektor ekonomi formal. Dengan demikian, sektor ekonomi formal negara juga akan tumbuh.

“Salah satu riset kami terkait perempuan pelaku usaha di sektor e-commerce bahwa mengatasi kesenjangan gender di platform ecommerce dapat berpotensi pada peningkatan gross merchandise value,” sambung Vitasari.

Dengan begitu, memastikan akses perempuan terhadap teknologi seluler sangat penting untuk memastikan ketahanan mereka dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Akses seluler dapat membuat perempuan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi krisis dan guncangan ekonomi, iklim, dan politik. Berbagai pihak perlu memberi lebih banyak perhatian, upaya, dan investasi untuk menutup kesenjangan gender di internet seluler, agar bermuara pada kesejahteraan perempuan, masyarakat, dan negara yang lebih besar.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis