Menuju konten utama

Kemendagri Akui Beri Saran Sejumlah Pasal RUU Adat Dihapus

Pengaturan terkait masyarakat hukum adat telah tercantum pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Kemendagri Akui Beri Saran Sejumlah Pasal RUU Adat Dihapus
Ilustrasi masyarakat Adat di Desa Pakkatto, Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (16/4/2018). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

tirto.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku telah merekomendasikan penghapusan beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA). Saran itu dicantumkan pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Kemendagri atas beleid itu.

“Jadi di dalam DIM yang kami susun, versi Kemendagri, tentu ada pasal-pasal yang kami sesuaikan. Ada pasal yang kami hapus, ada memang yang sangat tidak perlu. Nanti secara menyeluruh, apa-apa yang tertuang dalam DIM masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L) tentu sekali lagi akan dibahas dalam ratas," ujar Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Nata Irawan di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (16/4/2018).

Nata tidak mengungkap pasal-pasal RUU MHA apa saja yang ia rekomendasikan dihapus, atau disesuaikan dengan aturan lain terkait masyarakat adat. Ia berdalih lupa karena banyaknya jumlah aturan yang diberi catatan oleh Kemendagri.

Ia hanya berkata, pengaturan terkait masyarakat hukum adat telah tercantum pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU Desa juga disebutnya telah diikuti dengan terbitnya Peraturan Mendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

“Tetapi manakala itu juga dipandang masih kurang, kami siap menerima saran, pendapat, pertimbangan lebih jauh. Yang jelas, perlu kita pahami bersama, Kemendagri mendukung apa yang menjadi kebijakan Presiden Jokowi,” ujar Nata.

Ada enam K/L yang terlibat dalam penyusunan RUU MHA yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, DPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; serta Kementerian Hukum dan HAM.

Pembahasan ihwal RUU MHA mencuat setelah beredarnya isi surat Mendagri Tjahjo Kumolo kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno Nomor 189/2257/SJ tentang Penyampaian DIM. Dalam salah satu poin resume DIM, Tjahjo mengatakan RUU MHA belum merupakan kebutuhan konkret saat ini.

“RUU MHA akan memberikan beban yang sangat berat bagi APBN dengan adanya konsepsi pemberian kompensasi terhadap Hak Ulayat bagi Masyarakat Adat,” bunyi poin kedelapan di resume DIM pada surat itu.

Isi surat Tjahjo dikritisi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi berkata, logika berpikir yang disampaikan Tjahjo sesat dan fatal. Ia yakin UU MHA dapat mengatasi persoalan dalam mengurus masyarakat adat.

“Peraturan Perundang-undangan terkait Masyarakat Adat yang tersedia saat ini tumpang tindih dan saling menyandera, belum mampu menjawab kebutuhan, bahkan menjadi penyebab utama pengabaian dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat,” ujar Rukka dalam keterangan tertulis yang dilansir dari laman resmi AMAN.

Baca juga artikel terkait MASYARAKAT ADAT atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih