Menuju konten utama

Kemenag: Sertifikasi Khatib Masih Jadi Kajian

Kementerian Agama menyatakan program sertifikasi khatib masih dalam kajian dan baru di tahap penjaringan aspirasi.

Kemenag: Sertifikasi Khatib Masih Jadi Kajian
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kanan) menunjukkan buku Ensiklopedia Pemuka Agama Nusantara yang diluncurkan di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (19/12/2016). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama (Kemenag), Mastuki menyatakan wacana mengenai sertifikasi khatib di ibadah sholat jumat masih berupa kajian.

Saat ini, kata dia, Kemenag sedang menjaring aspirasi dan masukan dari masyarakat mengenai wacana ini. Akhir Januari lalu, dia mencontohkan, Kemenag mengundang para tokoh dari MUI, NU, Muhammadiyah, sejumlah ormas Islam dan beberapa fakultas dakwah dari berbagai kampus Islam untuk membahas wacana sertifikasi khatib ini.

Karena itu, Mastuki membantah kebenaran sejumlah info terkait sertifikasi khatib Jumat yang selama ini beredar di media sosial. Misalnya, kata dia, informasi mengenai adanya tunjangan khatib, yang viral melalui media sosial adalah berita bohong atau hoax.

"Saya pastikan info sertifikasi khatib yang viral di media sosial adalah info bohong atau hoax," katanya pada Senin (6/2/2017) seperti dikutip Antara.

Dia menambahkan wacana sertifikasi khatib belum pasti terealisasi. Kemenag juga tidak akan mengintervensi materi khutbah.

Sertifikasi khatib Jumat, kata Mastuki, sebenarnya merupakan masukan dari masyarakat yang saat ini masih dikaji.

Sertifikasi yang dimaksud ialah, dia melanjutkan, standardisasi kualifikasi atau kompetensi minimal para khatib agar isi ceramah keluar dari mereka yang ahli agama Islam serta memenuhi persyaratan rukunnya.

Menurut Mastuki penentuan kriteria standardisasi itu tidak akan dilakukan oleh Kemenag. Perumusannya dilakukan oleh para ulama.

"Hanya ulamalah yang memiliki otoritas, kewenangan, memberikan standar, batasan kompetensi seperti apa yang harus dipenuhi oleh seorang khatib dalam menyampaikan khutbah Jumat. Kemenag hanya sebagai fasilitator," kata Mastuki.

Sedangkan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi menyarankan agar sertifikasi khatib sebaiknya tidak bersifat wajib tetapi sukarela.

"MUI dapat memahami gagasan Menteri Agama tersebut sepanjang program tersebut bersifat voluntary (sukarela) bukan mandatory (keharusan atau kewajiban)," kata Zainut.

Dia mengatakan sifat sukarela harus dikedepankan daripada bersifat kewajiban yang memiliki konsekuensi hukum. Sebabnya, kata dia, tugas dakwah menjadi hak dan kewajiban setiap orang sesuai perintah agama. Pelaksana sertifikasi, idealnya juga ormas Islam dan bukan pemerintah.

"Disadari atau tidak kondisi masyarakat kita tengah berubah seiring terjadinya perkembangan teknologi dan informasi. Jadi keharusan untuk meningkatkan kemampuan dai mutlak diperlukan agar benar-benar dapat menyampaikan pesan-pesan agama secara baik dan paham kondisi faktual serta kebutuhan masyarakat sesuai zaman," kata dia.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom