tirto.id - Kendaraan yang ditumpangi Bupati Demak, M Natsir bersama ajudannya mengalami kecelakaan dengan truk di Km.349 Tol Batang, Jawa Tengah. Akibatnya, satu orang meninggal seketika dan penumpang lainnya mengalami luka-luka.
Bahkan dalam 1 minggu ke belakang, kecelakaan dengan formula serupa juga terjadi di Km.604 Tol Madiun mengakibatkan tiga orang kehilangan nyawanya.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno melihat pola kecelakaan ini terjadi lantaran ada sikap abai terhadap batas kecepatan yang harus dipatuhi di jalan terutama Tol Trans Jawa. Ia mengatakan kehadiran jalan tol malah dijadikan tempat untuk memacu kendaraan secepat mungkin.
"Di tepi jalan tol sudah banyak dipasang rambu batas kecepatan maksimal dan minimal. Akan tetapi tidak pernah dipatuhi pengguna tol," ucap Djoko saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (4/3/2019).
"Bahkan dengan bangganya, pengguna tol bisa melaju dengan kecepatan tinggi. Seolah jalan tol sirkuit balapan mobil," tambah Djoko.
Djoko mengatakan Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. Dalam ketentuannya, batas kecepatan paling rendah dan tinggi adalah 60 km per jam dan 100 km per jam untuk jalan bebas hambatan termasuk tol.
Di jalan antar kota, seperti jalan pantura maksimal 80 km per jam. Lalu untuk jalan kawasan perkotaan paling tinggi 50 km per jam maksimal 30 km per jam untuk jalan kawasan permukiman.
Namun, Djoko mengingatkan meskipun batas kecepatan di jalan tol cukup tinggi, hal ini bukan berarti menjadi lampu hijau bagi pengemudi truk. Menurutnya, terdapat perbedaan muatan yang menjadikan truk tidak dirancang untuk kecepatan tinggi. Karena itu, untuk menghindari kecelakaan serupa ia menilai jenis kendaraan truk yang terlibat juga harus memperhatikan kecepatannya.
"Truk tidak dirancang untuk kecepatan tinggi. Jika bawa barang, lajunya tidak bisa lebih dari 40 km per jam," ucap Djoko.
Berkaca dari kecelakaan ini juga, Djoko pun mendesak agar penegakan aturan harus segera dilakukan. Bahkan untuk mendukungnya, ia menilai jalan tol perlu dilengkapi dengan kamera pemantau kecepatan (speed camera). Menurutnya, alat itu dapat membantu kepolisian untuk menindak pelanggaran batas kecepatan.
Di sisi lain, Djoko juga menyambut baik Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang telah menerbitkan aturan Alat Pemantul Cahaya tambahan (APCT) untuk mobil bus dan truk. Ia mengatakan alat yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2019 untuk mobil bus dan truk baru lalu 1 September 2019 untuk mobil mobil dan truk yang sudah operasional ini dapat mengurangi risiko kecelakaan di malam hari.
"Ini seharusnya dapat mengurangi tabrak dari belakang terutama di malam hari. Ada pantulan cahaya dari mobil yang ada di depannya," ucap Djoko.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri