tirto.id - UNICEF atau Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis data yang memilukan. Organisasi ini mencatat sebanyak 25.800 migran anak-anak, yang memasuki Italia pada selama 2016 lalu, datang tanpa pendamping.
Data, yang dirilis oleh UNICEF pada Jumat (13/1/2017), ini melonjak dua kali lipat dibandingkan catatan pada 2015 lalu. Jumlah migran anak-anak tanpa pendamping di Italia itu juga setara 90-an persen dari total migran anak-anak yang mengungsi ke Italia pada 2016, yakni 28.200 anak.
Sebagai pembanding, hanya 17 persen migran dan pengungsi anak-anak, yang tiba di Yunani melalui laut pada 2016, datang tanpa pendamping.
Pada 2015 lalu, berdasar data Kementerian Dalam Negeri Italia, jumlah migran anak-anak tanpa pendamping yang masuk ke negara tersebut sebenarnya telah menurun dibandingkan kondisi pada 2014. Saat itu, ada 12.300 anak migran tanpa pendamping yang masuk ke Italia atau lebih sedikit dari data pada 2014, yakni 13.026 anak. Sayangnya, di 2016, jumlah itu melonjak drastis.
Data terkini memperlihatkan Italia masih berada di garis terdepan dalam krisis migran di Eropa pada 2016. Menurut Kementerian Dalam Negeri Italia, lebih dari 180.000 pengungsi dan migran tiba di negeri tersebut pada 2016. Angka itu meningkat tajam dibandingkan dengan data pada 2015, yakni 153.600 migran dan pengungsi. Pada 2014, juga hanya ada 169.300 migran dan pengungsi yang mendatangi Italia.
"Jumlah tersebut (25.800 migran anak tanpa pendamping) memperlihatkan peningkatan yang mengkhawatirkan terkait arus anak yang sangat rentan, mereka bertaruh nyawa untuk sampai ke Eropa," kata Manager Senior UNICEF, Lucio Melandri seperti dikutip Antara.
Laporan UNICEF menyimpulkan tingginya jumlah anak-anak tanpa pendamping, yang menyeberangi Laut Tengah dari pantai Afrika Utara ke Italia, itu sebagai sebagai sesuatu yang "tak pernah terjadi sebelumnya."
Kebanyakan migran anak-anak tanpa pendamping itu berasal dari Eritrea, Mesir, Gambia dan Nigeria. Anak-anak yang mengungsi ke Eropa sendirian itu didominasi oleh remaja laki-laki berusia 15-17 tahun. Meskipun demikian, jumlah anak-anak perempuan dan bocah kecil, yang bermigrasi sendirian ke Italia, terus meningkat.
Karena itulah, UNICEF menyerukan agar seluruh negara di Eropa segera meningkatkan program perlindungan bagi para migran anak-anak, terutama yang perempuan. Sebabnya, mereka sangat rentan mengalami eksploitasi seksual, pelecehan, dan menjadi korban kejahatan perdagangan manusia di bisnis prostitusi.
UNICEF juga mencatat ada banyak migran anak-anak perempuan yang mengaku menjadi korban kejahatan bisnis prostitusi saat berada di Libya. Hasil wawancara UNICEF dengan sejumlah migran anak-anak di Italia pada Januari 2017 itu menemukan fakta bahwa banyak perempuan di bawah umur yang terjerat prostitusi untuk membayar biaya perjalanan migrasinya ke Eropa.
Para penjahat penyelundupan manusia memaksa bocah-bocah itu bekerja di prostitusi untuk mengganti biaya penyebrangan mereka yang melintasi Laut Tengah.
"Selain menangani faktor yang memaksa anak-anak ini meninggalkan rumah mereka, dan melakukan perjalanan sendirian, perlu untuk mengembangkan sistem perlindungan dan pemantauan yang menyeluruh untuk menjaga mereka," ujar Melandri.
Menurut Melandri, berbagai langkah alternatif, termasuk penahanan, mesti diterapkan untuk para migran dan pencari suaka di bawah umur. Hal itu untuk memastikan agar mereka selalu bisa mengakses layanan pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom